KABARBURSA.COM – Ruang sidang utama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta kembali menjadi sorotan pada Senin, 29 September 2025. Dalam sidang putusan perkara Nomor 02/KPPU-M/2025, majelis komisi yang dipimpin Rhido Jusmadi, bersama anggota M. Fanshurullah Asa dan M. Noor Rofieq, membacakan keputusan penting: TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. dijatuhi denda sebesar Rp15 miliar.
Sanksi tersebut dijatuhkan karena TikTok terlambat menyampaikan pemberitahuan atas akuisisi mayoritas saham PT Tokopedia. Transaksi pengambilalihan ini sejatinya telah sah secara hukum sejak 31 Januari 2024.
Sesuai ketentuan, notifikasi ke KPPU wajib disampaikan paling lambat 30 hari kerja, yakni hingga 19 Maret 2024. Namun, TikTok melewatkan tenggat tersebut.
Akuisisi Tokopedia oleh TikTok sempat menjadi berita besar di dunia e-commerce Indonesia. Lewat perusahaan khusus yang didirikan untuk transaksi ini, TikTok resmi menguasai 75,01 persen saham Tokopedia. Sementara 24,99 persen saham sisanya tetap berada di tangan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Strategi ini dipandang sebagai pintu masuk kembali TikTok ke pasar e-commerce nasional, sekaligus upaya memisahkan bisnis media sosial dari platform perdagangan online.
Dalam persidangan, TikTok Nusantara tidak membantah temuan KPPU. Perusahaan mengakui keterlambatan, bersikap kooperatif, dan tidak memiliki catatan pelanggaran sebelumnya. Sikap tersebut menjadi pertimbangan yang meringankan, meski tetap berujung pada sanksi denda Rp15 miliar yang harus dibayarkan ke kas negara maksimal 30 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
“Putusan ini menjadi bagian dari upaya penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia, agar setiap pelaku usaha mematuhi kewajiban notifikasi atas aksi korporasi yang mereka lakukan,” ujar Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, dalam keterangan resminya dikutip Selasa, 30 September 2025.
Kasus dijadikan pengingat bagi pelaku usaha besar, terutama perusahaan teknologi global yang masuk ke Indonesia. Kewajiban melaporkan aksi korporasi seperti merger dan akuisisi bukan hanya formalitas, melainkan instrumen pengawasan untuk memastikan iklim persaingan usaha tetap sehat dan transparan.
Putusan KPPU atas TikTok–Tokopedia dianggap sebagai regulator dalam menegakkan aturan, sekaligus memberikan sinyal kuat bahwa keterlambatan administrasi dalam transaksi besar bernilai strategis akan tetap berujung pada konsekuensi hukum.
Nama Tokopedia kembali ramai dibicarakan setelah KPPU menjatuhkan denda Rp15 miliar kepada TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. karena telat melaporkan akuisisi saham.
Tokopedia didirikan pada 2009 dan tumbuh menjadi salah satu marketplace terbesar di Indonesia. Pada Mei 2021, perusahaan ini resmi bergabung dengan Gojek dalam skema merger yang melahirkan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GoTo). Dari sinilah lahir ekosistem teknologi terintegrasi yang menaungi tiga pilar bisnis: layanan on-demand (Gojek), e-commerce (Tokopedia), dan teknologi finansial (GoTo Financial/GoPay).
Setelah merger, Tokopedia menjadi pilar utama GoTo di sektor perdagangan elektronik. Namun struktur kepemilikan itu berubah pada 2024. TikTok melalui entitasnya, TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd., resmi mengakuisisi 75,01 persen saham Tokopedia. Sementara GoTo tetap mempertahankan 24,99 persen saham. Artinya, Tokopedia kini berada dalam kendali TikTok, sementara GoTo hanya berstatus sebagai pemegang saham minoritas.
Nasib malang menimpa GoTo, berbarengan dengan putusan denda yang dijatuhkan jika menilik data perdagangan sahamnya ia berada di kisaran Rp53 hingga Rp56 per lembarnya. Saham GoTo terus mengalami penurunan harga jauh dari harga lima tahun lalu yakni Rp422. Penurunan saham ini juga dibarengi dengan sejumlah isu seperti demo dan protes mitra driver Gojek ; kasus hukum pendiri Gojek, Nadiem Makarim ; fundamental dan bisnis yang merugi. (*)