Logo
>

Tren Turun Harga Batu Bara Belum Terbendung

Harga batu bara terus melemah. Tekanan datang dari transisi energi, perlambatan ekonomi global, hingga arah kebijakan moneter dunia.

Ditulis oleh Dian Finka
Tren Turun Harga Batu Bara Belum Terbendung
Harga batu bara anjlok dalam dua tahun terakhir. Tekanan struktural dan perubahan permintaan global bikin prospek jangka panjang makin suram. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Harga batu bara belum berhenti turun. Dalam dua tahun terakhir, komoditas andalan ekspor Indonesia ini digempur dari berbagai penjuru. Penurunan bukan lagi soal fluktuasi biasa, melainkan cermin dari pergeseran besar dalam lanskap energi global.

    Pengamat pasar modal, Wahyu Laksono, menilai koreksi harga ini merupakan gejala dari perubahan struktural dalam ekonomi dunia. Ia menyebut tekanan terhadap batu bara berasal dari tiga poros utama: krisis iklim, ketegangan geopolitik, dan arah kebijakan moneter global.

    “Yang kita hadapi sekarang bukan hanya siklus harga biasa. Ini lebih kepada shifting dalam demand, terutama dari sektor pembangkit listrik yang mulai meninggalkan batu bara sebagai sumber utama,” ujar Wahyu kepada KabarBursa.com, Senin 23 Juni 2025.

    Berdasarkan data dari Trading Economics per Juni 2025, harga batu bara berada di level USD106,4 per ton (sekitar Rp1.744.960). Meski sempat mencatat kenaikan harian sebesar 0,38 persen, tren jangka menengah tetap menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan posisi tertingginya yang pernah menyentuh lebih dari USD160 per ton.

    Wahyu menyoroti komitmen global menuju net zero emission menjadi pemicu utama perubahan permintaan ini. Negara-negara maju seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, hingga negara berkembang seperti India dan Tiongkok, mulai mengurangi ketergantungan pada batu bara dan menggantinya dengan energi surya, angin, maupun pembangkit berbasis hidro dan nuklir.

    “Kalau dulu batu bara jadi tulang punggung energi listrik dunia, sekarang perlahan digeser oleh energi bersih. Ini bukan sentimen jangka pendek, tapi arah jangka panjang yang sudah ditetapkan lewat kebijakan publik dan kesepakatan multilateral,” katanya.

    Tak hanya tergerus transisi energi, permintaan batu bara juga terpukul oleh lesunya ekonomi global. Menurut Wahyu, perlambatan pertumbuhan di China—konsumen batu bara terbesar dunia—telah memangkas kebutuhan energi, terutama dari sektor industri dan manufaktur.

    “Ketika ekonomi melambat, aktivitas industri ikut melambat. Dan itu langsung berdampak pada konsumsi energi, termasuk listrik berbasis batu bara,” katanya.

    Di Eropa, efisiensi energi juga semakin membaik. Teknologi yang lebih hemat energi, baik di sektor rumah tangga maupun industri, ikut mempersempit ruang pertumbuhan permintaan batu bara.

    Meski harga batu bara terus tertekan, Wahyu menilai peluang pemulihan tetap terbuka. Namun ia menggarisbawahi bahwa potensi rebound cenderung bersifat sementara dan sangat bergantung pada faktor-faktor musiman, seperti cuaca ekstrem, gangguan produksi, atau ketegangan geopolitik.

    Ia menilai, pemulihan harga bisa terjadi jika ada lonjakan permintaan dalam situasi tertentu. Namun dalam jangka panjang, tren global menunjukkan bahwa batu bara makin ditinggalkan. Karena itu, ia mengingatkan investor untuk bersikap realistis terhadap prospek sektor ini.

    Wahyu juga menyarankan pelaku pasar agar lebih selektif dalam memilih emiten. Menurut dia, perusahaan tambang yang memiliki diversifikasi bisnis, efisiensi operasional, dan strategi jangka panjang menuju energi baru dan terbarukan, akan lebih mampu bertahan di tengah tekanan industri.

    “Kalau investor masih tertarik di sektor ini, sebaiknya pilih yang sudah mulai bertransformasi. Jangan hanya andalkan harga komoditas,” kata Wahyu.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.