Logo
>

Trio Masalah IHSG: Fiskal Defisit, Trump 2.0, Panic Selling

Pasar saham menghadapi tiga tantangan besar: defisit fiskal Indonesia yang melebar, pelarian modal asing akibat kebijakan Trump, dan panic selling saham big caps. Apakah IHSG bisa pulih?

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Trio Masalah IHSG: Fiskal Defisit, Trump 2.0, Panic Selling
Tangkapan layar program Bursa Pagi-Pagi di Kabar Bursa yang membahas kejatuhan IHSG dan aksi jual investor asing. Presenter Fransisca Rathy (kiri) berdiskusi dengan Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin (tengah), dan Analis Stocknow.id, Abdul Haq Al Faruqy (kanan) mengenai sentimen pasar yang membuat indeks terpuruk. (Foto: KabarBursa)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG kembali mengalami tekanan hebat, anjlok lebih dari 5 persen dalam satu sesi hingga memicu trading halt pada Selasa, 18 Maret 2025. Fenomena ini bukan sekadar koreksi teknikal, tetapi refleksi dari kombinasi tiga faktor besar, yakni defisit fiskal domestik, aksi rebalancing aset akibat kebijakan Trump 2.0, serta aksi jual besar-besaran di emiten tertentu.

    Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kejatuhan IHSG bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan akumulasi tekanan yang telah berlangsung selama enam bulan terakhir. “Sejak 6 bulan yang lalu konsisten mengalami penurunan. Kemudian satu hari kemarin, itu betul-betul penurunan yang sangat dramatis. Saya melihatnya ada 3 variable utama yang muncul bersamaan,” katanya kepada dalam program Bursa Pagi-pagi seperti disiarkan Channel YouTube Kabar Bursa, Rabu, 19 Maret 2025.

    Pertama dari sisi domestik. Wijayanto mengatakan kondisi fiskal yang memburuk menjadi perhatian utama investor. Defisit APBN per Februari 2025 lebih besar dari ekspektasi, sementara outlook fiskal tahun ini dianggap berat. Hingga empat bulan pemerintahan baru berjalan, kebijakan ekonomi masih bersifat bombastis, tapi minim realisasi teknokratis.

    Selain itu, pasar sedang menanti sovereign rating Indonesia yang akan dirilis oleh Moody’s dan Fitch pada April, serta S&P pada pertengahan tahun. Jika kondisi ekonomi dinilai memburuk, ada kemungkinan peringkat utang Indonesia turun yang bisa memperburuk sentimen investor. “Situasi yang tidak menggembirakan ini bisa membuat rating kita berpotensi turun,” ujar Wijayanto.

    Kedua adalah faktor eksternal juga ikut memperburuk keadaan. Sejumlah hedge fund global tengah melakukan rebalancing aset dengan memindahkan dana dari negara-negara yang dianggap berisiko ke aset yang lebih aman. Kebijakan perdagangan Trump 2.0 yang kembali mengusung tarif tinggi dan kebijakan proteksionis, menjadi pemicu utamanya.

    Indonesia masuk dalam daftar negara dengan risiko meningkat akibat kombinasi defisit fiskal, pelemahan rupiah, dan ketidakpastian kebijakan ekonomi. “Investor besar melihat risiko di Indonesia sedang naik,” ujar Wijayanto.

    Ketiga dari sisi pasar modal, aksi jual besar-besaran terjadi di emiten-emiten konglomerasi seperti BREN, TPIA, dan DCII, yang sebelumnya sempat mengalami kenaikan tajam akibat aksi buyback.

    Analis Stocknow.id, Abdul Haq, menjelaskan kejatuhan IHSG dipicu oleh aksi jual agresif investor asing pada saham-saham ini. “Begitu saham seperti BREN menembus level support yang dianggap kuat di Rp5.000-6.000, kepanikan mulai menyebar ke seluruh pasar,” ujarnya.

    Investor asing juga melepas saham big caps di sektor perbankan, seperti BBCA, BMRI, dan BBRI dengan total net sell mencapai Rp2,5 triliun dalam sehari. Faktor tambahan yang menambah tekanan adalah rumor pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Meski akhirnya kedua tokoh ini mengonfirmasi tetap bertahan di kabinet, pasar masih cenderung wait and see.

    “Memang rumor ini sudah beredar lama di kalangan investor. Kalau sampai terjadi pergantian di tengah situasi seperti ini, dampaknya bisa jauh lebih buruk,” kata Wijayanto.

    Di tengah kejatuhan pasar, OJK dikabarkan akan mengumumkan regulasi baru yang dianggap bisa menjadi sentimen positif bagi investor. Namun, Abdul Haq menilai efeknya masih perlu diuji. “Regulasi ini bisa menjadi katalis positif, tapi apakah cukup untuk membalikkan sentimen pasar? Itu pertanyaannya,” ujarnya.

    Regulasi yang dinantikan ini disebut-sebut terkait dengan pembukaan broker summary yang bisa meningkatkan transparansi pasar,m serta potensi kebijakan fiskal yang lebih akomodatif. Namun, hingga saat ini, OJK belum memberikan rincian lebih lanjut.

    OJK Izinkan Buyback Saham Tanpa RUPS, Pasar Diharap Lebih Stabil

    Konferensi pers OJK di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025. Foto: KabarBursa/Hutama Prayoga.

    OJK baru saja mengeluarkan kebijakan baru yang memungkinkan perusahaan terbuka melakukan buyback saham tanpa perlu menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Langkah ini diambil sebagai respons atas gejolak pasar yang terjadi belakangan ini, yakni aksi jual besar-besaran yang membuat IHSG longsor dan sempat dihentikan perdagangannya pada Selasa, 18 Maret 2025.

    Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan kebijakan ini bertujuan untuk menstabilkan pasar dan memberikan keleluasaan bagi emiten dalam mengambil langkah strategis.

    “Kami mengumumkan kebijakan perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham atau buyback tanpa memperoleh persetujuan RUPS sesuai dengan Ketentuan 7 POJK No. 13 Tahun 2023,” jelasnya dalam konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.

    Meski diberi keleluasaan, perusahaan tetap harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 29 Tahun 2023 mengenai pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka. Kebijakan buyback tanpa RUPS ini akan berlaku selama enam bulan sejak diterbitkan pada 18 Maret 2025.

    Menurut Inarno, langkah ini diharapkan dapat menjadi sinyal positif bagi pasar sekaligus meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas saham di Indonesia. “Kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi perusahaan terbuka dalam melakukan aksi korporasi untuk mengurangi tekanan harga saham,” ujarnya.

    Kebijakan buyback tanpa RUPS sebenarnya bukan hal baru. OJK beberapa kali menerapkan langkah serupa di saat pasar mengalami tekanan besar untuk membantu emiten mempertahankan harga sahamnya. Namun, Inarno juga mengingatkan kondisi pasar saat ini masih penuh tantangan. Ia pun menekankan pentingnya kolaborasi erat antara regulator, pelaku pasar, dan pemangku kepentingan agar pasar tetap kondusif.

    “Kami sebagai regulator akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala serta memastikan seluruh langkah kebijakan yang dilaksanakan secara transparan dan dapat menjaga keseimbangan di pasar terhadap pelaksanaan kebijakan buyback tanpa RUPS,” katanya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).