Logo
>

Turunkan Harga Rumah, Menteri PKP Datangi BTN

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Turunkan Harga Rumah, Menteri PKP Datangi BTN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bekerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) dalam rangka menurunkan harga rumah yang dirasa semakin tak terjangkau masyarakat.

    Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat.

    “Mengenai rincian komponen apa saja yang dikurangi, akan disampaikan di Kantor BTN Jumat (hari ini). Apakah pajak atau pembiayaan, akan kami sampaikan nanti,” kata Maruarar Sirait di acara konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 7 November 2024 malam.

    Meskipun tidak menjelaskan secara rinci, Ara menegaskan, pemangkasan salah satu komponen biaya ini diharapkan dapat menurunkan harga rumah.

    Menurut Maruarar, banyak faktor yang mempengaruhi harga pembelian rumah, seperti harga tanah, bangunan, dan pajak. Dia memastikan kebijakan ini akan mempengaruhi harga rumah ke depannya.

    “Seberapa besar pengaruhnya, tentu akan kami evaluasi, namun kebijakan ini pasti akan mengurangi salah satu variabel,” ujar Ara, panggilan akrab pria ini.

    40 Persen Perumahan Abaikan Fasos-Fasum

    Sementara itu, di tengah upaya merealisasikan Program 3 Juta Rumah yang sedang digencarkan pemerintah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan bahwa sekitar 40 persen perumahan di Indonesia masih minim menyediakan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum).

    Dengan fakta ini, apakah target membangun rumah sebanyak 3 juta per tahun akan semakin memperburuk persoalan fasos/fasum?

    Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menjelaskan bahwa minimnya fasos dan fasum lebih sering terjadi pada perumahan skala kecil yang dikembangkan secara sporadis oleh pihak swasta.

    Menurut Bambang, pengembang skala kecil ini seringkali hanya membangun 20 hingga 30 unit rumah, sehingga proses perizinannya tidak sampai ke tingkat kota atau pusat.

    “Yang mungkin terkadang yang menimbulkan masalah itu adalah pengembang-pengembang swasta dan sifatnya sporadis. Mereka membangun perumahan dalam skala kecil,” kata Bambang kepada Kabar Bursa, Kamis, 7 November 2024.

    Bambang menegaskan, sebagai pengembang besar, REI tidak mungkin mengabaikan penyediaan fasilitas fasum dan fasos.

    “Saat kami mengajukan perizinan untuk pembangunan, ada rencana yang harus kami penuhi, termasuk koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), serta sarana fasos dan fasum yang harus dibangun sebagai bagian dari infrastruktur,” jelasnya.

    Justru, kata Bambang, program pemerintah yang akan membangun 3 juta rumah sangat relevan dengan kebutuhan pasar yang besar, mengingat backlog perumahan di Indonesia mencapai 9,9 juta unit.

    “Artinya, ada jutaan orang yang membutuhkan hunian yang layak huni,” ujar Bambang.

    Namun, Bambang mengimbau agar ke depannya pembangunan perumahan harus memperhatikan aspek kenyamanan dan kesejahteraan penghuni di masa depan.

    Dia menekankan, dalam membangun perumahan, lokasi yang dipilih harus didukung dengan infrastruktur yang memadai. Katanya, tidak hanya membangun perumahan saja, tetapi juga memperhatikan fasilitas pendukung seperti transportasi, pendidikan, hingga tempat rekreasi dan arena berolahraga.

    “Selain itu, fasilitas pendidikan seperti gedung Taman Kanak-kanak (TK), SD, SMP merupakan kebutuhan minimum yang harus dipenuhi,” tuturnya.

    Khususnya, sarana transportasi yang memadai. Dia menilai, tanpa akses transportasi yang baik, penghuni perumahan akan menghadapi kesulitan mobilitas dan harus mengandalkan kendaraan pribadi. Hal ini justru berpotensi menyebabkan kemacetan.

    “Itu akan menjadi problem besar. Anda bisa bayangkan, misalnya membangun perumahan di satu wilayah tapi transportasi umum ke wilayah itu belum ada, ini akan memberatkan masyarakat,” ucap Bambang.

    Selain itu, Bambang juga menyoroti ketersediaan jaringan air bersih dan listrik. Katanya, pembangunan perumahan di wilayah yang belum didukung oleh pasokan air bersih dan listrik hanya akan mempersulit masyarakat yang menempati.

    Perihal adanya kekhawatiran dengan pembangunan properti secara masif yang berpotensi akan memicu munculnya “kota hantu” di Indonesia, menurutnya tidak perlu dikhawatirkan. Dia kembali menegaskan, jumlah masyarakat yang membutuhkan lebih banyak dari ketersediaan rumah.

    “Kekhawatiran bahwa properti ini akan dibangun secara masif dan menjadi “kota hantu” seperti di beberapa negara lain belum akan terjadi di Indonesia, karena kebutuhan perumahan kita masih sangat tinggi,” tuturnya.

    Justru, katanya, hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memastikan agar proyek 3 juta rumah ini tidak memperburuk kondisi ketersediaan fasos dan fasum di perumahan, apalagi munculnya “kota hantu”. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.