KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) mencatatkan pertumbuhan positif uang beredar luas (M2) pada Juli 2024 mencapai Rp8.970,8 triliun, atau sebesar 7,4 persen dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy). angka ini sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 7,7 persen yang tercatat pada bulan Juni 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkap, pertumbuhan M2 pada Juli didorong oleh dua komponen utama yaitu uang beredar sempit (M1) yang tumbuh sebesar 6,3 persen yoy dan uang kuasi yang meningkat sebesar 7,2 persen yoy.
"M1 mencakup uang tunai dan simpanan yang dapat segera digunakan, sementara uang kuasi mencakup simpanan yang lebih jarang dipindahkan," ujar Perry dalam pernyataannya, Jumat, 23 Agustus 2024.
Adapun perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada pemerintah pusat. Penyaluran kredit pada Juli 2024 meningkat sebesar 11,6 persen yoy, sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 11,4 persen yoy pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, tagihan bersih kepada pemerintah pusat mencatat pertumbuhan sebesar 15,8 persen yoy, meningkat dibandingkan pertumbuhan 14,1 persen yoy yang tercatat pada Juni 2024.
Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih mengalami kontraksi sebesar 0,1 persen yoy, setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,1 persen yoy pada bulan Juni 2024.
Kontraksi ini menunjukkan adanya penurunan dalam komponen aktiva luar negeri bersih, yang dapat mempengaruhi dinamika likuiditas perekonomian secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, meskipun ada penurunan dalam pertumbuhan M2, faktor-faktor yang mendukung seperti penyaluran kredit dan tagihan kepada pemerintah menunjukkan kinerja yang positif dan memberikan gambaran stabil bagi perekonomian nasional.
Faktor-Faktor Uang Beredar
Faktor yang mempengaruhi perkembangan M2 pada Juli 2024 di antaranya perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih pada Pemerintah Pusat.
Penyaluran kredit pada Juli 2024 tumbuh sebesar 11,6 persen yoy, meningkat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 11,4 persen yoy. Adapun tagihan bersih sistem moneter kepada pemerintah pusat pada Juli 2024 tumbuh sebesar 15,8 persen yoy. Lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2024 sebesar 14,1 persen yoy.
Lanjutnya, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2024 tercatat sebesar Rp8,393 triliun atau tumbuh 7,5 persen yoy setelah sebelumnya tumbuh sebesar 8,2 persen yoy. Adapun perkembangan DPK dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK korporasi 14,7 persen yoy dan perorangan 1,8 persen yoy.
Sementara faktor lainnya dipengaruhi perkembangan kredit yang disalurkan oleh perbankan pada Juli 2024 meningkat dibanding bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp7,430,5 triliun, atau tumbuh 11,6 persen yoy, meningkat dibandingkan pertumbuhan bulan.
Sebelumnya sebesar 11,4 persen yoy, perkembangan kredit terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit pada debitur korporasi 16,8 persen yoy dan perorangan 6,9 persen yoy.
Nilai Tukar Rupiah Menguat
Lebih jauh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkap nilai tukar rupiah mengalami penguatan yang signifikan pada bulan Agustus 2024, didorong oleh bauran kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral Tanah Air, meningkatnya aliran masuk modal asing, serta meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global.
“Nilai tukar Rupiah menguat didukung oleh bauran kebijakan moneter Bank Indonesia, meningkatnya aliran masuk modal asing, dan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Perry dalam keterangannya, Rabu, 21 Agustus 2024.
Hingga 20 Agustus 2024, nilai tukar rupiah tercatat menguat menjadi Rp15.430 per USD, mengalami peningkatan sebesar 5,34 persen dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2024.
Penguatan ini melampaui apresiasi mata uang regional lainnya, seperti baht Thailand, yen Jepang, peso Filipina, dan won Korea, yang masing-masing hanya mengalami kenaikan sebesar 4,22 persen, 3,25 persen, 3,20 persen, dan 3,04 persen.
Dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, depresiasi rupiah menunjukkan angka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan depresiasi mata uang rupee India, peso Filipina, dan won Korea.
Menanggapi hal tersebut Perry memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah akan terus menguat. Faktor-faktor yang mendukung proyeksi ini meliputi menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap stabil.
Selain itu, komitmen Bank Indonesia dalam menjaga kebijakan moneternya akan terus diperkuat. BI akan terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneternya, termasuk melalui strategi operasi moneter pro-market dengan memaksimalkan instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.
Dengan langkah-langkah tersebut, harapan akan stabilitas dan penguatan nilai tukar rupiah di masa depan semakin meningkat, memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
“Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI,” jelas Perry menutup. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.