Logo
>

Utang Perusahaan Dana Pensiun ke Peserta Rp304,16 Miliar

Ditulis oleh KabarBursa.com
Utang Perusahaan Dana Pensiun ke Peserta Rp304,16 Miliar

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut hingga Agustus 2024, nilai utang perusahaan dana pensiun kepada peserta pensiun mencapai Rp304,16 miliar, naik jika dibandingkan dengan Juli 2024 yang senilai Rp303,90 miliar.

    “Berdasarkan laporan Agustus 2024 nilai utang manfaat jatuh tempo adalaj sebesar Rp304,16 miliar,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjamin, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam keterangannya yang dikutip, Jumat, 4 Oktober 2024.

    Sedangkan sisi iuran, lanjut Ogi, mengalami penurunan sebesar Rp0,35 triliun atau sebesar 1,47 persen year on year (yoy) yang dipengaruhi oleh penurunan Program Pensiun Iuran Pasti (PPMP) sebesar Rp1,54 triliun (21,04 persen/yoy).

    Dia menerangkan kondisi dana pensiun, khususnya yang memiliki PPMP tengah menekan kepersertaan baru. Hal itu dilakukan agar pembayaran untuk dana pensiun kepada peserta yang ada bisa berjalan lancar.

    “Pengelolaan dana pensiun tentunya dikaitkan dengan mekanisme Asset and Liability Management (ALM), selain itu terdapat pula beberapa dana pensiun, khususnya yang memiliki program pensiun manfaat pasti telah melakukan freeze kepesertaan,” jelas Ogi.

    Dia menyebut itu sebabnya angka iuran menurun karena perusahaan dana pensiun tengah fokus melakukan pembayaran kepada peserta.

    Data penerimaan iuran untuk program Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) mengalami kenaikan masing-masing sebesar Rp0,14 triliun (5,25 persen/yoy) dan Rp1,05 triliun (7,60 persen/yoy).

    “Berbeda dengan trend di DPLK atau dana pensiun yang peserta aktifnya masih lebih besar dibandingkan peserta pasif,” pungkasnya.

    Dana Pensiun tak bisa Dicairkan Sebelum 10 Tahun

    Mulai Oktober 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberlakukan kebijakan baru terkait dana pensiun yang menekankan bahwa dana tersebut tidak dapat dicairkan sebelum peserta mencapai minimal 10 tahun kepesertaan.

    Kepala Eksekutif Pengawas dan Perasuransian, Penjamin, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa peserta wajib memilih perusahaan asuransi jiwa untuk membeli Produk Anuitas jika 80 persen dari saldo Manfaat Pensiun mereka melebihi Rp500 juta setelah pajak PPh 21.

    Produk anuitas ini berfungsi untuk memberikan pembayaran bulanan kepada peserta yang telah pensiun serta kepada janda/duda atau anak mereka untuk jangka waktu tertentu. Anuitas ini diharapkan menjadi sumber pendapatan utama bagi penerima dana pensiun di masa depan.

    Ogi menegaskan bahwa peserta Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yang memasuki masa pensiun diwajibkan mengalihkan 80 persen dari saldo manfaat mereka ke produk anuitas. Namun, jika pendapatan peserta berada di bawah pertumbuhan yang ditetapkan, mereka diperbolehkan mencairkan dana secara tunai.

    Ia juga menggarisbawahi bahwa mulai Oktober mendatang, pencairan anuitas tidak dapat dilakukan sebelum peserta mencapai 10 tahun kepesertaan.

    Menurut Ogi, praktik pencairan anuitas yang sering terjadi sebelum waktunya menjadi faktor utama mengapa Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) tidak menunjukkan peningkatan. Ini disebabkan karena 80 persen dari dana yang ada harus digunakan untuk membeli produk anuitas.

    “Statistik dana pensiun dari DPPK tidak pernah mengalami kenaikan karena dana yang masuk ke Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) cepat keluar untuk anuitas, dan pencairan sering dilakukan dalam waktu kurang dari sebulan, meskipun dikenakan penalti besar,” jelasnya.

    Ogi menilai bahwa praktik ini tidak sejalan dengan tujuan utama dari program pensiun. Ia menekankan bahwa pencairan dana pensiun yang terlalu cepat melalui produk anuitas yang dapat dicairkan secara bertahap akan mengurangi manfaat dari program itu sendiri.

    “Dana pensiun seharusnya memberikan manfaat setelah masa pensiun, bukan diambil sebelum waktunya. Jika diambil lebih awal, dana tersebut hanya akan berfungsi sebagai tabungan biasa, bukan sebagai program pensiun yang dirancang untuk memberikan keamanan finansial,” tegas Ogi.

    Untuk memastikan bahwa tujuan serta manfaat program pensiun dapat tercapai, OJK akan memberlakukan aturan yang jelas bahwa pencairan dana pensiun tidak dapat dilakukan sebelum peserta mencapai 10 tahun.

    Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan mendukung keberlanjutan program pensiun di Indonesia, sehingga peserta bisa menikmati manfaat yang maksimal setelah memasuki masa pensiun.

    Apindo Tolak Program Dana Pensiun

    Beberapa waktu lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak rencana pemerintah menerapkan kewajiban para pekerja mengikuti program dana pensiun.

    Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani menegaskan pihaknya menolak rencana pemotongan gaji bagi pekerja.

    “Tapera saja kita tolak, apalagi ini (program pensiun),” kata Franky pada konferensi pers APINDO, di Jakarta Rabu, 11 September 2024.

    Menurut Franky, program pemerintah yang membebankan pekerja dalam pemotongan pendapatan semestinya melihat kondisi ekonomi saat ini.

    “Apapun yang sifatnya menambah dipastikan akan kita tolak. Apalagi dalam situasi ekonomi seperti sekarang,” tegasnya.

    Untuk diketahui, pemerintah berencana menerapkan program Wajib Pensiun. Penerapan ini dengan alasan sebagai implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

    Lanjutnya, Apindo optimis Presiden terpilih Prabowo Subianto tidak akan menerapkan pemotongan pendapatan tersebut.

    “Kami percaya sekali, seperti Tapera yang lalu kita tolak penerapannya. Kali ini pun kita optimis, Presiden terpilih Prabowo akan mendengarkan keinginan kami,” tukasnya.

    Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak berpendapat penerapan Program Dana Pensiun Tambahan yang bersifat wajib di tengah kondisi ekonomi yang berat, seperti rendahnya daya beli dan merosotnya jumlah kelas menengah merupakan rencana yang tidak bijak.

    Dia menilai, pemerintah selalu bergerak cepat ketika merumuskan regulasi yang bersumber dari dana masyarakat. Padahal, kata dia, program tersebut tidak hanya membebani masyarakat tetapi juga kepercayaan akan badan yang mengelola dana tersebut.

    Amin menilai, kasus gagal bayar klaim asuransi dari lembaga yang ditunjuk pemerintah, masih sangat menghantui kepercayaan publik. Dia mengungkap, hal itu terjadi berdasarkan kasus mega korupsi yang dilakukan PT Jiwasraya, PT Asabri, hingga PT Taspen.

    “Persoalan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana publik oleh pemerintah atau lembaga milik pemerintah yang selama ini sangat mengecewakan,” ungkapnya.

    Amin menilai pemerintah mesti mempertimbangkan beberapa hal sebelum menerapkan program iuran dana pensiun tambahan yang bersifat wajib. Pertama, kata dia, perlindungan jangka panjang program dana pensiun tambahan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan finansial jangka panjang bagi masyarakat saat mereka pensiun.

    “Dalam konteks ini, meski daya beli saat ini sedang tertekan, dana pensiun bisa membantu masyarakat mempersiapkan masa depan mereka dengan lebih baik dan mengurangi risiko ketergantungan pada bantuan sosial saat tua,” jelasnya.

    Kedua, Amin menilai pemerintah perlu memperhatikan beban ekonomi yang ada saat ini. Di sisi lain, dia menilai, pengenaan kewajiban tambahan melalui program pensiun dapat dianggap menambah beban masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

    “Bagi kelas menengah yang daya belinya telah tergerus, kewajiban iuran pensiun tambahan bisa menambah tekanan finansial, yang justru bisa mengurangi alokasi pengeluaran untuk kebutuhan pokok,” jelasnya.

    Ketiga, perlu adanya fleksibilitas. Amin menilai hal ini perlu agar program iuran dana pensiun tambahan berhasil. Misalnya, kata dia, memberikan keringanan atau insentif bagi kelompok berpenghasilan rendah dan menengah yang terdampak kondisi ekonomi, sehingga program tersebut tidak langsung menambah beban hidup masyarakat saat ini.

    Keempat, Amin menilai, pemerintah perlu menimbang waktu penerapan regulasi yang tepat. Menurutnya, melempar wacana iuran dana pensiun tambahan bersifat wajib akan menimbulkan reaksi negatif mengingat kondisi ekonomi yang kurang stabil.

    Amin menilai penundaan atau pengkajian ulang terkait waktu peluncuran program bisa menjadi opsi yang dapat diambil pemerintah. Dengan begitu, pemerintah bisa lebih memahami dinamika sosial ekonomi sebelum menerbitkan peraturan baru. “Secara keseluruhan, meskipun niat untuk melindungi masa depan pekerja melalui dana pensiun tambahan adalah langkah baik, waktu peluncurannya serta kondisi ekonomi saat ini harus diperhitungkan dengan cermat,” katanya. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi