KABARBURSA.COM - Volvo Group asal Swedia tetap melanjutkan rencana ambisiusnya untuk membangun pabrik truk berat senilai USD700 juta di Monterrey, Meksiko.
CEO Volvo, Martin Lundstedt, mengungkapkan hal ini, meskipun Presiden terpilih Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif impor kendaraan dan barang lain dari negara tersebut.
Produsen truk Volvo dan Mack menjadikan pertumbuhan di Amerika Utara, yang menyumbang sekitar 30 persen dari total pendapatannya, sebagai prioritas utama. Pabrik di Meksiko ini ditargetkan mulai beroperasi pada 2026 dan akan memasok kendaraan ke Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, hingga kawasan Amerika Latin lainnya.
Trump menyatakan bahwa usai dilantik pada 20 Januari, ia akan menandatangani kebijakan tarif sebesar 25 persen untuk impor dari Meksiko dan Kanada jika kedua negara tidak mengambil langkah tegas terhadap imigrasi ilegal dan perdagangan fentanil.
“Proyek di Meksiko ini masih pada tahap awal dan terus berjalan,” ujar Lundstedt dalam wawancara di sela-sela CES 2025, konferensi teknologi tahunan di Las Vegas. Ia menambahkan bahwa pabrik tersebut juga dapat difungsikan untuk pasar di luar Amerika Serikat.
“Ini bukan pengganti fasilitas kami di Amerika,” tegas Lundstedt. Namun, ia mengakui bahwa nasib ekspor dari pabrik di Meksiko ke AS sangat bergantung pada kebijakan tarif yang akan diberlakukan.
Saat ini, Volvo memproduksi seluruh truk yang dijualnya di AS melalui fasilitasnya di Virginia, Maryland, dan Pennsylvania. Investasi besar-besaran telah dilakukan di lokasi tersebut untuk memperluas kapasitas produksi, kata Lundstedt.
Menurut Erik Smith, seorang direktur di AlixPartners, Volvo bersama Daimler Trucks North America dan TRATON mendominasi pasokan truk berat di kawasan Amerika Utara. Namun, Volvo adalah satu-satunya pemain besar yang belum memiliki jejak produksi di Meksiko. Hal ini, kata Smith, mungkin menjadi alasan Volvo mempertimbangkan langkah strategis ini.
Sementara itu, ancaman tarif dari Trump telah mengguncang sektor manufaktur otomotif. Beberapa produsen mobil seperti BMW, Toyota, dan General Motors sebelumnya berinvestasi besar di Meksiko untuk memanfaatkan biaya tenaga kerja yang lebih rendah dan kebijakan bisnis yang ramah.
Selain fokus pada pabrik baru, Volvo juga tengah memperkuat komitmennya terhadap kendaraan listrik. Perusahaan ini memiliki kontrak untuk memasok truk gandeng listrik kepada Amazon.com dan perusahaan logistik Denmark, DSV.
Namun, rencana pembangunan pabrik baterai Volvo di Swedia yang semula dijadwalkan memulai produksi pada 2029-2030 kini tertunda. Lundstedt mengatakan, produksi massal kemungkinan baru dimulai beberapa tahun setelah target awal tersebut. Penundaan ini diumumkan pada September, dengan Volvo menyebut bahwa dampaknya terhadap jadwal produksi masih belum dapat dipastikan.
Aturan Baru Emisi Karbon
Produsen mobil di Eropa mulai menaikkan harga mobil berbahan bakar bensin sambil bersiap menawarkan diskon besar untuk kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV). Langkah ini diambil sebagai respons terhadap aturan emisi karbon baru di Uni Eropa yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Aturan ini mewajibkan setidaknya 20 persen penjualan mobil setiap produsen harus berasal dari kendaraan listrik, jika tidak ingin terkena denda besar.
Namun, hingga saat ini, angka penjualan EV di Eropa masih jauh dari target. Data dari Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) menunjukkan sepanjang tahun ini, hanya 13 persen dari total kendaraan yang terjual di wilayah tersebut adalah mobil listrik.
“Kesenjangannya benar-benar besar,” ujar Direktur kelompok lobi industri otomotif Prancis, PFA, Marc Mortureux, dilansir dari Reuters di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024,
Aturan emisi yang lebih ketat datang di tengah banyaknya tantangan yang sudah membebani industri otomotif Eropa. Penjualan yang lesu, kapasitas produksi berlebih, dan persaingan sengit dari produsen mobil China membuat beberapa perusahaan seperti Volkswagen dan Stellantis mengeluarkan peringatan laba dalam beberapa bulan terakhir.
Kini, produsen mobil dipaksa menjual lebih banyak EV—yang biaya produksinya lebih tinggi dibandingkan mobil konvensional—di tengah ketidakpastian politik, ekonomi, dan berkurangnya subsidi untuk pembelian kendaraan listrik. Ketegangan ini bahkan menyebabkan Carlos Tavares, CEO Stellantis, tiba-tiba mengundurkan diri bulan ini karena perbedaan pendapat dengan dewan direksi soal bagaimana menangani tantangan emisi tersebut.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.