KABARBURSA.COM - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara akhirnya memperkenalkan jajaran pengurus perdananya. Di tangan Rosan Roeslani sebagai CEO, lembaga superholding yang digadang-gadang jadi kendaraan investasi utama Indonesia ini dibekali sederet nama besar, dari dalam hingga luar negeri.
Dalam konferensi pers “Meet The Team Danantara” yang digelar Senin, 24 Maret 2025, Rosan menjelaskan proses penyusunan struktur organisasi Danantara telah melalui seleksi ketat selama satu bulan terakhir sejak peluncurannya pada 24 Februari. Ia mengklaim tidak ada satu pun nama titipan, termasuk dari Presiden Prabowo Subianto.
“Ini nama-nama yang sudah teruji di sektor keuangan dan investasi, baik nasional maupun global. Tidak ada titipan. Bahkan nama-nama ini diberikan langsung ke Presiden berikut CV-nya dan semua disetujui,” ujar Rosan.
Pada level Dewan Pengarah, dua tokoh sentral Indonesia bergabung, yakni Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Di atasnya, Dewan Pengawas diisi oleh Menteri BUMN Erick Thohir, eks Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, serta para menteri koordinator di kabinet Prabowo.
Yang mencuri perhatian tentu saja nama-nama di kursi Dewan Penasihat. Ada Ray Dalio—pendiri Bridgewater Associates—yang digadang-gadang sebagai investor makro paling berpengaruh di dunia. Lalu ada ekonom dunia Jeffrey Sachs, arsitek kebijakan F. Chapman Taylor, dan mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra.
Kehadiran Thaksin memantik sorotan tersendiri. Ia adalah mantan politisi kontroversial di Thailand yang pernah digulingkan lewat kudeta militer, tetapi juga dikenal sebagai pengusaha sukses dan pelopor program kesehatan universal di negaranya. Riwayat bisnis dan politiknya dianggap kaya pengalaman dan relevan untuk posisi penasihat.
Pada jajaran Komite Pengawasan dan Akuntabilitas, Danantara melibatkan tokoh-tokoh hukum dan audit terkemuka: Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Ketua BPK Isma Yatun, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala BPPK Andin Hadiyanto.
Di sisi eksekutif, Rosan memperkenalkan struktur yang terdiri atas 20 lebih posisi penting, antara lain:
- Robertus Bilitea sebagai Managing Director Legal
- Lieng Seng Wee untuk Risk and Sustainability
- Arief Budiman untuk Finance
- Ali Setiawan untuk Treasury
- Mohamad Al-Arief untuk Global Relations and Governance
- Rohan Nafas untuk Stakeholders Management
- Ahmad Hidayat untuk Internal Audit
- Sanjay Bharwani untuk Human Resources
- Reza Yamora Siregar sebagai Chief Economist
- Ivy Santoso sebagai Head of Office
Selain itu, John Prasetio didapuk memimpin Komite Manajemen Risiko dan Yup Kim menjadi Ketua Komite Investasi dan Portofolio.
Untuk fungsi holding operasional, Danantara menunjuk Donny Oskaria, Agus Dwi Handaya, dan Riko Banardi. Sementara untuk holding investasi, posisi penting dipercayakan kepada Pandu Sjahrir, Djamal Attamimi, Bono Daru Adji, dan Stefanus Ade Hadiwidjaja.
Sinyal Positif ke Pasar
Rosan meyakini susunan kepengurusan ini akan menjadi sinyal positif bagi pelaku pasar dan masyarakat luas. Dengan kehadiran tokoh-tokoh kredibel dan berpengalaman, ia berharap Danantara akan segera bekerja maksimal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru Indonesia.
“Kalau di atasnya nama- nama sangat baik, akan memberikan sinyal sangat positif bagi perekonomian Indonesia, dan membawa kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Rosan.
Meski daftar ini belum final, Rosan menyebut masih ada beberapa nama yang akan diumumkan belakangan karena proses transisi dari institusi tempat mereka bekerja saat ini. Pembaruan susunan akan terus dilakukan seiring pertumbuhan Danantara.
Danantara dibentuk sebagai superholding yang mengelola aset negara hingga Rp8.938 triliun dengan proyeksi dana kelolaan mencapai USD900 miliar. Lembaga ini akan menangani investasi strategis di sektor energi, pangan, hilirisasi, hingga teknologi.
Dari Nama Besar ke Harapan Besar
Setelah susunan pengurus Danantara resmi diumumkan dengan deretan nama bergengsi dari dalam dan luar negeri, perhatian kini beralih ke pertanyaan yang lebih mendasar, yakni apakah superholding ini benar-benar akan menjadi solusi jangka panjang untuk optimalisasi aset negara? Salah satu yang pernah menanggapi hal ini adalah pengusaha yang juga mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.
Sandiaga memandang pembentukan Danantara sebagai langkah strategis yang sudah lama menjadi bagian dari wacana pembangunan nasional. Menurutnya, bila dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik, superholding ini bisa jadi solusi pemanfaatan aset negara tanpa harus bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Konsep ini sudah dikembangkan di negara lain dan Indonesia sebenarnya sudah lama mengkaji hal ini,” ujar Sandiaga saat berbincang dalam program Nyantri Saham Bareng KabarBursa medio Maret lalu.
Ia mengingatkan gagasan pembiayaan pembangunan non-APBN sudah muncul sejak ia menjadi juru bicara Prabowo Subianto pada Pilpres 2014 dan bahkan dibahas kembali dalam debat Pilpres 2019. Kini, Danantara menjadi bentuk konkret dari gagasan lama tersebut.
Namun, ia menggarisbawahi komunikasi publik yang tepat dan tata kelola yang transparan akan sangat menentukan. Mengenai pengawasan, Sandi menilai pentingnya menjaga prinsip transparansi dan independensi.
Keterlibatan tokoh-tokoh seperti SBY dan Jokowi dinilainya bisa menjadi nilai tambah dalam hal arah strategis, namun pengawasan teknis tetap harus dilakukan oleh figur-figur profesional. “Pengawasan teknis dan detail harus tetap dilakukan oleh tokoh-tokoh yang benar-benar memahami tata kelola perusahaan negara,” katanya.(*)