KABARBURSA.COM - Wall Street mengalami gejolak pada penutupan perdagangan Jumat pagi, 25 Oktober 2024, dengan indeks utama menunjukkan performa beragam setelah tiga hari berturut-turut mengalami penurunan.
Meskipun pasar sempat bangkit, Dow Jones Industrial Average (DJIA) tetap melanjutkan tren penurunannya, sementara S&P 500 dan Nasdaq berhasil mencatat kenaikan. Kondisi ini memberikan secercah harapan bagi investor yang tengah memantau pasar dengan hati-hati.
Indeks S&P 500 (SPX) berhasil mencatat kenaikan pertama minggu ini, naik tipis 12,44 poin atau 0,12 persen dan menutup perdagangan di level 5.809,86. Peningkatan ini menjadi angin segar bagi investor setelah indeks ini mengalami tekanan dalam beberapa hari terakhir.
Sementara itu, indeks Nasdaq Composite (IXIC) melonjak 138,83 poin atau 0,76 persen, mengakhiri perdagangan di 18.415,49, didorong oleh saham-saham teknologi besar yang kembali menarik minat pasar.
Namun, di sisi lain, Dow Jones Industrial Average (DJIA) terus tertekan dan mencatat penurunan 140,59 poin atau 0,33 persen, berakhir di level 42.374,36. Penurunan ini menandai hari keempat berturut-turut indeks tersebut berada di zona merah, memperpanjang kerugian yang semakin memperberat beban pasar saham AS.
Tesla-Molina Healthcare Bersinar, IBM jadi Beban
Salah satu saham yang menjadi sorotan dalam perdagangan kali ini adalah Tesla. Produsen kendaraan listrik tersebut mencatat lonjakan harga saham hampir 22 persen setelah laporan keuangan kuartal ketiganya melampaui ekspektasi analis. Ini adalah kenaikan terbesar saham Tesla sejak 2013, memberikan kelegaan bagi investor yang sempat ragu setelah kinerja saham sebelumnya mengalami volatilitas.
Selain Tesla, saham Molina Healthcare juga mencatat kenaikan signifikan sebesar 17,7 persen. Penyedia layanan kesehatan tersebut melaporkan pendapatan dan laba yang jauh melampaui perkiraan, memberikan dorongan kuat bagi sektor kesehatan di tengah pasar yang bergejolak. Saham Whirlpool dan UPS juga ikut menguat setelah perusahaan-perusahaan tersebut merilis laporan keuangan yang positif.
Namun, tidak semua sektor mampu mencatat hasil positif. Saham IBM turun lebih dari 6 persen setelah pendapatan dari divisi konsultasi mereka gagal mencapai ekspektasi analis. Kinerja buruk ini menjadi salah satu faktor yang menekan Dow Jones. Selain IBM, saham Boeing juga mengalami penurunan 1,2 persen setelah pekerjanya menolak kontrak kerja baru, meningkatkan kekhawatiran mengenai ketidakstabilan di sektor industri.
Hingga saat ini, sekitar 160 perusahaan dalam indeks S&P 500 telah melaporkan hasil kuartal ketiga mereka. Namun, secara keseluruhan, pertumbuhan laba masih mengecewakan.
Berdasarkan data dari FactSet, pertumbuhan laba S&P 500 diperkirakan hanya 3,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, lebih rendah dari perkiraan awal. Hal ini menambah tekanan bagi pasar yang sudah menghadapi tantangan dari ketidakpastian ekonomi global.
Imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun juga turun setelah sebelumnya mencapai level tertinggi tiga bulan di 4,25 persen. Penurunan imbal hasil ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi, terutama terkait suku bunga yang lebih tinggi. Suku bunga yang tinggi cenderung mengurangi daya tarik saham, terutama ketika laporan keuangan perusahaan tidak memberikan dorongan yang cukup kuat untuk menciptakan momentum pertumbuhan baru.
Menurut Bob Haworth, Senior Investment Strategist di US Bank Asset Management, suku bunga tinggi tetap menjadi hambatan utama bagi pasar saham.
"Tanpa dorongan kuat dari laporan keuangan, sulit bagi pasar untuk mencapai rekor tertinggi baru," ujarnya.
Meskipun beberapa perusahaan berhasil melaporkan kinerja yang lebih baik dari perkiraan, kondisi makroekonomi yang tidak pasti terus membebani sentimen investor.
Prospek ke Depan
Sebelum kenaikan S&P 500 dan Nasdaq pada hari ini, pasar saham mengalami tekanan berat. Dow Jones mencatat penurunan terbesarnya sejak awal Desember, dengan jatuh lebih dari 400 poin pada sesi sebelumnya. S&P 500 juga turun hampir 1 persen, sementara Nasdaq merosot lebih tajam dengan penurunan 1,6 persen. Tekanan tersebut dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global, inflasi yang terus bertahan, dan prospek kebijakan moneter yang ketat.
Ke depan, investor akan terus memantau laporan keuangan perusahaan dan perkembangan kebijakan bank sentral, terutama Federal Reserve, yang diperkirakan akan terus mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan inflasi. Kondisi ini membuat pasar tetap rentan terhadap volatilitas, meskipun ada beberapa tanda pemulihan di sektor-sektor tertentu.
Secara keseluruhan, meskipun Wall Street sempat menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, masih ada banyak tantangan yang menghadang, terutama terkait pertumbuhan ekonomi yang melambat dan kebijakan suku bunga yang ketat. Investor perlu terus waspada terhadap fluktuasi pasar yang kemungkinan akan terus berlangsung hingga akhir tahun.(*)