KABARBURSA.COM - IHSG ambruk pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025, dengan penurunan lebih dari 6 persen dan telah mendekati ambang batas level 6.000. Fenomena langka ini membuat banyak saham unggulan babak belur. Salah satu faktor yang memperparah kejatuhan indeks adalah aksi jual besar-besaran investor asing di sejumlah saham kapitalisasi besar (big caps), khususnya di sektor perbankan dan infrastruktur.
Data Stockbit menunjukkan Bank Central Asia (BBCA) menjadi korban terbesar dari arus keluar dana asing. Saham BBCA mencatat penjualan asing mencapai Rp611,03 miliar, dengan nilai transaksi fantastis Rp2,50 triliun dan volume mencapai 299,97 juta saham. Sentimen negatif dari pelemahan ekonomi domestik serta kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal tampaknya membuat investor asing memilih untuk menarik diri dari saham bank swasta terbesar ini.
Nasib serupa dialami oleh Bank Mandiri (BMRI) yang mencatat penjualan asing Rp304,01 miliar dengan nilai transaksi Rp1,39 triliun dan volume perdagangan 311,06 juta saham. Investor tampaknya mulai ragu dengan prospek sektor perbankan ke depan karena meningkatnya ketidakpastian makroekonomi dan kebijakan suku bunga yang bisa memengaruhi profitabilitas perbankan.
Bank besar lainnya, Bank Negara Indonesia (BBNI), juga terkena imbas. Investor asing melepas Rp143,98 miliar saham BBNI dengan nilai transaksi Rp227,68 miliar dan volume perdagangan 54,57 juta saham. Sementara itu, saham PT Telkom Indonesia (TLKM)—yang biasanya dianggap sebagai saham defensif—juga mengalami arus keluar dana asing sebesar Rp29,47 miliar dengan nilai transaksi Rp225,33 miliar dan volume 94,40 juta saham.
Sektor komoditas pun tidak luput dari aksi jual. Vale Indonesia (INCO) mencatat penjualan asing Rp21,95 miliar, sedangkan AlamTri Resources Indonesia (ADRO) dilego asing sebesar Rp19,77 miliar. Dengan harga komoditas yang belakangan ini cenderung fluktuatif, investor tampaknya memilih untuk mengurangi eksposur terhadap saham-saham tambang.
Di sektor keuangan syariah, Bank Syariah Indonesia (BRIS) juga mengalami tekanan dengan penjualan asing mencapai Rp18,12 miliar, sementara saham gas milik negara, PGAS, dilepas asing sebesar Rp17,57 miliar. Saham emiten telekomunikasi XL Axiata (EXCL) ikut terkena aksi jual asing sebesar Rp15,54 miliar, dan Mitra Adiperkasa (MAPI), yang bergerak di sektor ritel, juga mengalami tekanan jual asing hingga Rp15,21 miliar.
Mereka disambut langsung oleh Direktur Utama BEI Iman Rachman dan Direktur Pengembangan Jeffry Hendrik. Menurut Misbakhun, kedatangan mereka bertujuan untuk memberikan dukungan kepada pasar modal Indonesia agar tidak terjadi kepanikan lebih lanjut.
“Tidak ada kepanikan apapun. Kita ingin memberikan dukungan kepada Bursa Efek Indonesia,” ujar Misbakhun di kantor BEI.
Diketahui IHSG sempat anjlok hingga level 6.018,38 sebelum akhirnya mulai bangkit menjelang akhir sesi. Hingga berita ini ditulis, IHSG masih berada di zona merah atau turun 241,23 poin atau 3,73 persen ke level 6.230,72.
BEI Trading Halt di Tengah Aksi Jual Massif
Situasi IHSG yang mengkhawatirkan para investor ini memicu trading halt atau penghentian sementara perdagangan di BEI, tepat pada pukul 11:19:31 WIB.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, menjelaskan keputusan ini dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. “Hal ini dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat,” jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima KabarBursa.com.
Perdagangan kembali berlanjut pada pukul 11:49:31 WIB tanpa ada perubahan skenario. Saat trading halt terjadi, IHSG sudah turun 325 poin ke level 6.146 dengan 552 saham melemah, 97 saham menguat, dan 197 saham stagnan.
Padahal, IHSG sebenarnya hanya turun tipis saat pembukaan perdagangan pagi, yakni 0,17 persen atau 11 poin ke level 6.460. Berdasarkan data RTI Business, sesi awal ini mencatatkan 337,48 juta saham yang ditransaksikan dengan nilai mencapai Rp318,17 miliar dalam 20.918 transaksi. Saat itu, masih ada 174 saham yang menguat, sementara 71 saham tertekan dan 217 saham stagnan.
Top Gainer dan Top Loser
Di tengah badai aksi jual, ada beberapa saham yang justru melesat. Mengutip data dari Stockbit, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) menjadi top gainer, melesat 33,80 persen ke level 95 per lembar saham. Saham PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) juga naik signifikan 24,81 persen ke 1.685, diikuti oleh PT Anabatic Technologies Tbk. (ATIC) yang menguat 12,22 persen ke 505.
Saham-saham lain yang mencatat performa positif di tengah kekacauan pasar adalah PT KS Food Sejahtera Tbk. (AISA) yang naik 10,31 persen ke 107, serta PT Enn Teknologi Indonesia Tbk. (MENN) yang menguat 10,00 persen ke 44.
Di sisi lain, beberapa saham mengalami kejatuhan paling dalam. PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) menjadi saham dengan koreksi terbesar, anjlok 16,37 persen ke 121.050 per lembar saham. Saham PT Graha Prima Mentari Tbk. (GRPM) juga tertekan 9,46 persen ke 67, diikuti oleh PT Isra Presisi Indonesia Tbk. (ISAP) yang turun 9,09 persen ke 10.
Saham lain yang ikut terseret ke zona merah adalah PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) yang turun 7,38 persen ke 113, serta PT Bersama Mencapai Puncak Tbk. (BAIK) yang melemah 7,22 persen ke 90.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.