KABARBURSA.COM - Kabar PT Adaro Andalan Indonesia Tbk atau AADI yang tidak membagikan dividen untuk tahun ini, memang mengecewakan banyak investor. Namun Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani berpandangan, keputusan AADI itu diambil karena berbagai pertimbangan.
Dalam diskusi AADI dengan Stockbit Sekuritas, Hendriko mengatakan ada banyak pertimbangan yang membuat AADI kemudian memutuskan untuk tidak membagikan keuntungan. Pertimbangan tersebut seperti karena perusahaan baru mencatatkan saham pada 2024, level kas, hingga kebutuhan capex ke depan.
Investor sudah pasti kecewa dengan keputusan tersebut. Tetapi, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, menyarankan untuk tetap berpikir jernih dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Investor, lanjut dia, harap menunggu hingga hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) AADI digelar.
"Jadi, saya sarankan kepada investor untuk memperhatikan dan mencermati RUPS dulu, terkait dengan perihal tujuan penggunaan dana dari kinerja laba bersih pada 2024," kata Nafan kepada Kabarbursa.com melalui aplikasi pesan singkat di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.
Hendriko memperkirakan AADI baru bisa menebar dividen secara interim untuk tahun buku 2025. Dia menyebut, AADI sendiri memproyeksikan capex sekitar USD250 -300 juta untuk tahun ini.
Secara teknikal, emiten yang mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 5 Desember 2024 ini tengah dalam performa bullish consolidation. Mengutip Stockbit, hari ini pukul 9:35 WIB, saham AADI terpantau melemah di level 6.550. Dalam pergerakannya, saham sempat menyentuh level 6.675 dan sempat pula jatuh ke level 6.525.
Adapun dalam satu pekan terakhir, AADI masih menunjukkan kinerja positif dengan performa mencapai 5,22 persen. Namun dalam catatan bulanan, AADI terpantau anjlok hingga -15,48 persen.
Laba Bersih AADI Tumbuh Tipis
AADI telah mengumumkan kinerja keuangan konsolidasi untuk tahun keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2024 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keuangan mengalami penurunan sebesar 10 persen, namun laba bersih capai USD1,21 miliar.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer AAI Julius Aslan, menyatakan bahwa perusahaan berhasil mencatatkan pencapaian positif di tengah melemahnya harga batu bara global.
"Kami senang karena dapat melaporkan kinerja yang memuaskan. Produksi, maupun penjualan. Penurunan EBITDA operasional pada FY24 terutama diakibatkan melemahnya harga batu bara dunia," kata Julius melalui keterangan tertulisnya pada Rabu, 5 Maret 2025.
Melemahnya harga batu bara itu dijelaskan sebagai suatu kondisi yang tidak dapat mereka kendalikan. "Karena batu bara adalah komoditas yang bergerak mengikuti siklus. Namun, rekam jejak kami yang solid dalam mengarungi siklus batu bara adalah bukti resiliensi serta keahlian kami di sektor ini," ujar Julius .
Dia juga memaparkan data AADI mencatat laba inti sebesar USD1,044 miliar dengan EBITDA operasional mencapai USD1,315 miliar pada tahun 2024. Margin EBITDA operasional tercatat sebesar 25 persen, menunjukkan efisiensi yang terus dijaga oleh perusahaan.
Volume penjualan AADI mengalami kenaikan 7 persen menjadi 68,06 juta ton, yang terdiri dari 65,85 juta ton batu bara termal dan 2,21 juta ton batu bara metalurgi.
Capaian itu dinilai melampaui target volume penjualan batu bara termal yang sebelumnya ditetapkan di kisaran 61 hingga 62 juta ton.
Namun, seiring dengan tren pelemahan harga batu bara, pendapatan perusahaan turun 10 persen menjadi USD5,32 miliar akibat penurunan 17 persen pada harga jual rata-rata (ASP).
Sebagai bagian dari strategi ekspansi, belanja modal (capex) AADI meningkat 36 persen menjadi USD370 juta. Investasi ini difokuskan pada pengembangan PT Kaltara Power Indonesia (KPI), pengadaan tongkang untuk PT Adaro Logistics beserta anak perusahaannya, serta sarana pendukung di rantai pasokan perusahaan.
AADI mencatatkan laba bersih sebesar USD1,21 miliar sepanjang tahun fiskal 2024. Meskipun hasil tersebut sedikit di bawah proyeksi Stockbit Sekuritas 94,8 persen dari estimasi, capaian ini masih sejalan dengan ekspektasi konsensus, yakni 98,3 persen dari perkiraan pasar.
Tantangan AADI: Kenaikan Royalti Batu Bara
Tahun ini sepertinya akan menjadi tahun penuh tantangan bagi AADI. Bagaimana tidak, pemerintah melalui Kementerian ESDM berencana melakukan penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara atau minerba. Kebijakan ini akan memberi angin segar pada beberapa emiten pertambangan, termasuk batu bara.
Namun, Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Muhammad Thoriq Fadilla mengatakan, di atas kertas, penyesuaian tarif royalti ini akan berdampak langsung pad apeningkatan beban biaya bagi emiten yang beroperasi dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan yang masih memakai skema Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Baru Bara atau PKP2B.
"Kenaikan tarif royalti berpotensi menekan margin laba, terutama bagi perusahaan dengan struktur biaya yang kurang efisien atau ketergantungan tinggi pada pasar domestik," kata Thoriq, Senin, 10 Maret 2025.(*)