KABARBURSA.COM - Aksi masyarakat memboikot sejumlah produk atau merek diduga terafiliasi dengan Israel menggerogoti sejumlah emiten restoran. Situasi ini diprediksi akan berlangsung sampai akhir tahun 2024.
Meski alami tekanan, salah satu perusahaan restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) menjadi pemain yang memiliki kinerja lebih baik dari pesaingnya. Omniki, perusahaan riset asal Uni Emirat Arab (UEA) mengeluarkan hasil penelitian terbaru terkait restoran siap saji yang paling sering dikunjungi masyarakat Indonesia. Dari hasil penelitian, KFC menjadi restoran siap saji yang paling sering dikunjungi dengan persentase sebesar 22,5 persen.
Adapun penelitian ini memerlukan pemeriksaan dari berbagai sudut. Untuk memastikan respons yang paling tidak memihak, Omniki menggunakan teknik sampel sungai yang membangun sampel online tanpa pendaftaran peserta ke dalam panel lebih dulu.
“Sebanyak 22,5 persen dari responden memilih KFC sebagai restoran yang mereka paling mungkin kunjungi, sehingga mengonfirmasi status quo dengan KFC yang berada di depan pesaing global dengan kehadiran lokal seperti McDonalds dan Pizza Hut serta rantai makanan cepat saji nasional,” tulis laporan itu.
Karenanya, restoran yang dikelola oleh PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) terdampak oleh aksi boikot. FAST mencatatkan kenaikan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada kuartal I tahun 2024 menjadi Rp196,21 miliar. Kerugian tersebut membengkak sebesar 789,33 persen dibanding periode yang sama 2023 rugi Rp22,06 miliar.
Kerugian tersebut, seiring pendapatan sepanjang kuartal I tahun 2024 yang turun 17,23 persen menjadi Rp1,18 triliun dari sebelumnya yang sebesar Rp1,42 triliun pada kuartal I 2023.
Beban pokok penjualan serta beban penjualan dan administrasi di kuartal I ini turun menjadi Rp514,43 miliar dan Rp703,63 miliar. Beban umum dan administrasi serta beban operasi lainnya meningkat menjadi Rp199,94 miliar dan Rp8,10 miliar dibanding sebelumnya.
Selanjutnya, penghasilan dari operasi lain turun dari Rp17,74 miliar menjadi Rp16,04 miliar. Sehingga rugi usaha FAST melambung menjadi Rp231,46 miliar dari sebelumnya Rp12,70 miliar.
Adapun total ekuitas perseroan turun menjadi Rp535,30 miliar dari posisi akhir Desember 2023 yang sebesar Rp723,88 miliar. Sementara total liabilitas naik dari Rp3,19 triliun di akhir tahun lalu menjadi Rp3,43 triliun pada akhir Maret 2024.
Sementara untuk total aset perseroan naik tipis menjadi Rp3,96 triliun pada 31 Maret tahun 2024 dibanding posisi 31 Desember lalu yang sebesar Rp3,91 triliun.
Melihat kondisi tersebut, Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, mengatakan, aksi boikot ini masih menjadi tantangan bagi emiten restoran. Di sisi lain juga terkait kekuatan daya beli masyarakat. Menurutnya tingkat daya beli masyarakat ini sangat berpengaruh pada kinerja emiten restoran fast food maupun kuliner Indonesia.
"Hal itu membuat kinerjanya relatif menurun," kata Nafan. "Penyebaran restoran Indonesia ini kan juga sangat merata, hal itu juga yang membuat persaingannya cukup kompetitif," imbuhnya.
Di samping itu, emiten pengelola restoran Pizza Hut, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), mencatat rugi bersih Rp58,6 miliar sepanjang kuartal I 2024. Kerugian emiten bersandi PZZA ini bertambah 15,29 persen secara tahunan (yoy).
Mengutip laporan keuangan, kerugian PZZA disebabkan oleh penurunan pada bisnis utama perusahaan. Penjualan bersih Pizza Hut turun 24,22 persen yoy menjadi Rp638,1 miliar. Dengan demikian laba bruto turun menjadi Rp432,9 miliar atau sebesar 22,23 persen yoy.
Berdasarkan wilayah, penjualan Pizza Hut paling banyak di Jakarta. Pada tiga bulan pertama ini, penjualan di wilayah Ibu Kota senilai Rp262,11 miliar, anjlok 20,97 persen yoy. Wilayah lain, seperti Jawa Barat, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan bagian timur juga melaporkan penurunan tajam.
Senada dengan Jakarta, Jawa Barat juga mencatat penurunan penjualan sebesar 20 persen yoy. Wilayah ini berkontribusi 29,29 persen terhadap total penjualan Pizza Hut di seluruh Indonesia.
Penurunan paling tajam terjadi di Sulawesi, yakni merosot 37,18 persen yoy. Penjualan di Sumatra juga tercatat turun dalam, yaitu 31,82 persen yoy. Kemudian di wilayah timur penjualan PZZA turun sekitar 8 persen yoy.
Sementara itu, rugi operasi Sarimelati semakin besar, yakni naik 20,25 persen yoy menjadi Rp60,15 miliar. Lebih rinci, beban penjualan turun menjadi Rp453,2 miliar dari Rp556,8 miliar, beban umum dan administrasi Rp49,8 miliar dari Rp54,6 miliar, beban operasi dan lainnya Rp11,2 miliar dari Rp7,9 miliar
Pada periode yang sama, PZZA melaporkan kas dan setara kas senilai Rp 54,97 miliar, naik 7,74 persen yoy. Akan tetapi aset lancar perusahaan secara total turun 8,78 persen yoy menjadi Rp356,78 miliar.
Sebelumnya, manajemen Sarimelati Kencana mengatakan gerakan boikot yang terus meluas membuat banyak gerai Pizza Hut di Indonesia sepi.
Direktur PZZA Boy Ardhitya Lukito mengakui bahwa gerakan boikot telah berimbas kepada kinerja perseroan. Menurutnya, hal yang sama juga menimpa banyak perusahaan franchise lain di bidang industri makanan dan minuman.
"Bukan cuma Pizza Hut tapi semua industri semua brand luar negeri yang di industri food and beverage juga yang di industri barang konsumsi sehari-hari atau fast moving consumer goods yang juga menjadi terimbas," ujar Boy.
Pada gilirannya, analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo juga melihat kinerja emiten restoran masih kurang memuaskan. Seperti PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) dan PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) juga mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan. "Hal ini karenanya adanya aksi boikot, sehingga kinerja mereka turun," jelas Azis.
Secara prospek Azis melihat, masih adanya sejumlah tantangan untuk emiten restoran. Di antaranya keadaan geopolitik yang masih belum stabil dan aksi boikot yang berkelanjutan.
Maka dari itu, Azis tidak merekomendasikan saham emiten restoran. Begitu juga dengan Nafan yang mengatakan saham-saham emiten resto dinilai tidak likuid. Sehingga ia juga belum merekomendasikan saham emiten restoran. (*)