KABARBURSA.COM - Bitcoin (BTC) mengalami penurunan tajam setelah pengumuman suku bunga Amerika Serikat. Pada Senin, 29 Juli 2024, harga Bitcoin berada di sekitar USD70.000. Namun, pada Jumat, 2 Agustus 2024, harga Bitcoin turun di bawah USD64.470, mencatatkan penurunan sekitar 7,95 persen.
Penurunan ini melikuidasi pasar Bitcoin senilai USD38,83 juta pada 31 Juli 2024. Dampak negatif juga dirasakan oleh altcoin lain, seperti Ethereum yang diperdagangkan di angka USD3.149,40, turun sekitar 7,2 persen dalam periode yang sama.
Koreksi ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk dampak dari Mt. Gox, di mana proses pembayaran kepada kreditor masih berlangsung. Selain itu, arus keluar ETF BTC pada Rabu, 31 Juli 2024, dan hasil FOMC turut berperan. Berdasarkan keputusan terbaru Federal Open Market Committee (FOMC), suku bunga berada di 5,5 persen, dengan indikasi bahwa suku bunga mungkin akan turun pada bulan September. Kebijakan FOMC ini mempengaruhi harga aset kripto karena aset kripto cenderung bergerak berlawanan dengan USD.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan, menyatakan bahwa penurunan harga Bitcoin ini mungkin merupakan bagian dari koreksi pasar yang lebih luas.
“Dalam jangka pendek, volatilitas seperti ini dapat menjadi hal yang umum, terutama setelah kenaikan harga yang tajam. Namun, penting untuk melihat koreksi ini sebagai peluang untuk kembali mengatur strategi investasi," ujarnya dalam keterangan resmi Jumat, 2 Agustus 2024.
Oscar menambahkan bahwa meskipun saat ini harga Bitcoin mengalami tekanan, posisi harga masih menunjukkan potensi bullish jangka panjang.
“Investor harus melihat ini sebagai kesempatan untuk mengevaluasi posisi mereka. Jika Bitcoin dapat kembali mempertahankan level harga di atas USD70.000 dan menembus resistensi yang lebih tinggi, maka akan ada potensi kenaikan harga yang signifikan. Pasar kripto tetap dinamis dan investor harus siap untuk beradaptasi dengan perubahan cepat,” tutupnya.
Oscar Darmawan juga mengajak para investor untuk ‘serok’ Bitcoin sebagai peluang investasi. Tetapi, ia menekankan pentingnya kesiapan terhadap risiko jika terjadi penurunan seperti sekarang. Ia mengindikasikan bahwa saat ini merupakan waktu yang baik untuk menambah posisi di Bitcoin, mengingat historis potensi keuntungan jangka panjang yang ada.
Dengan mempertimbangkan fluktuasi pasar dan dampak kebijakan moneter, para investor diharapkan tetap waspada dan strategis dalam mengambil keputusan investasi mereka.
Sebelumnya diberitakan, pasar kripto mengalami kejatuhan dalam 24 jam terakhir, dengan harga Bitcoin merosot hingga kurang dari Rp 1 miliar. Kekhawatiran akan potensi resesi di Amerika Serikat menjadi penyebab utama penurunan ini.
Menurut data dari Coinmarketcap, Sabtu, 3 Agustus 2024, pukul 09.00 WIB, kapitalisasi pasar kripto global turun 5,52 persen menjadi USD2,18 triliun dalam 24 jam. Bitcoin (BTC), kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, jatuh 5,3 persen dalam periode yang sama. Saat ini, harga Bitcoin berada di level USD61.228 per koin atau setara Rp990,4 juta (dengan kurs Rp16.175). Ethereum (ETH) juga mengalami penurunan tajam sebesar 6,89 persen menjadi USD2.956 per koin, sementara Binance (BNB) jatuh 6,11 persen menjadi USD535 per koin.
Mengutip Cryptonews, penurunan harga Bitcoin hingga level USD61.000 disebabkan oleh data tenaga kerja AS yang memicu kekhawatiran resesi. Tingkat ketenagakerjaan AS secara tak terduga melonjak menjadi 4,3 persen dari 4,1 persen pada Juli, yang menyebabkan penurunan tajam dalam aset berisiko pada Jumat.
Angka pekerjaan utama AS yang lebih rendah dari perkiraan menunjukkan hanya 114 ribu pekerjaan yang ditambahkan ke ekonomi pada bulan Juli, jauh di bawah proyeksi sebesar 176 ribu. Ekonom Holger Zschaepitz menyoroti pentingnya lonjakan ini, mencatat bahwa indikator Resesi Sahm Rule naik menjadi 0,53 dari 0,43. Lonjakan ini menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi dari resesi yang mengancam.
Dengan meningkatnya kekhawatiran akan resesi, imbal hasil obligasi AS mengalami penurunan karena para pedagang meningkatkan ekspektasi mereka terhadap siklus pemangkasan suku bunga yang lebih agresif dari The Fed.
Menurut data dari Fed Watch Tool milik CME, kini terdapat lebih dari 70 persen kemungkinan bahwa The Fed akan menerapkan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin pada September. Mengingat tindakan Fed pada 2021 dan 2022, dampak dari langkah ini sangat signifikan.
Membiarkan ekonomi terlalu panas pada 2021 menyebabkan kenaikan suku bunga yang tajam dan dipaksakan pada 2022, yang akhirnya merugikan Bitcoin. Demikian pula, mempertahankan suku bunga yang terlalu tinggi pada 2024, yang berpotensi menyebabkan pemangkasan suku bunga yang tergesa-gesa, juga dapat berdampak negatif pada Bitcoin.
Langkah-langkah The Fed dalam mengelola suku bunga memiliki dampak besar pada pasar keuangan, termasuk aset kripto. Ketika suku bunga naik tajam, investor cenderung menarik dana dari aset berisiko seperti Bitcoin dan mengalihkannya ke aset yang lebih aman dan memberikan imbal hasil tetap, seperti obligasi.
Sebaliknya, pemangkasan suku bunga yang terlalu cepat atau tergesa-gesa dapat menimbulkan ketidakpastian dan volatilitas di pasar, yang juga berdampak negatif pada Bitcoin.(*)