KABARBURSA.COM - PT Jayamas Medica Industri Tbk (OMED) mengawali tahun 2025 dengan mencatatkan performa yang solid di tengah pertumbuhan penjualan yang masih terbatas.
Dalam laporan keuangan kuartal I-2025, emiten alat kesehatan nasional ini mencatatkan penjualan sebesar Rp436,3 miliar. Jumlah ini meningkat tipis 2,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, peningkatan laba bersih mencapai 14 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp73,1 miliar, menandakan efisiensi operasional dan pengendalian biaya yang kian efektif.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, melalui analisisnya menyebutkan bahwa kinerja OMED sejauh ini masih menunjukkan daya tahan terhadap tekanan ekonomi makro dan fluktuasi global.
“Meski pertumbuhan penjualan tidak besar, OMED berhasil menjaga marjin tetap tinggi. Ini mencerminkan manajemen operasional yang disiplin,” ujar Liza dalam analisis yang diterima KabarBursa.com, dikutip Minggu, 29 Juni 2025.
Laba kotor OMED pada kuartal ini tercatat Rp146,9 miliar, dengan gross profit margin mencapai 33,7 persen atau naik dari 32,5 persen pada kuartal I 2024. EBITDA margin juga naik menjadi 22,6 persen dari sebelumnya 21,2 persen.
Sementara itu, net profit margin OMED meningkat menjadi 16,8 persen dibandingkan 15 persen tahun lalu. Beban pokok penjualan hanya naik tipis menjadi Rp289,4 miliar dari Rp288,6 miliar, menunjukkan efisiensi biaya produksi yang tetap terjaga.
Secara segmen, kinerja perusahaan menunjukkan dinamika yang beragam. Segmen Diagnostic & Equipment mengalami penurunan penjualan sebesar 14,5 persen yoy. Namun, segmen lain berhasil tumbuh positif. Penjualan Hospital Furniture naik 11,5 persen, Biotech & Lab tumbuh 10,5 persen, dan segmen wound care meningkat 8,1 persen. Total pertumbuhan penjualan masih terjaga di level 2,1 persen.
“Permintaan alat kesehatan domestik mulai pulih pasca pemilu, terutama dari rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang mulai menambah kapasitas layanan,” kata Liza.
Ia menambahkan bahwa sentimen sektor kesehatan masih cukup kuat, didorong oleh peningkatan anggaran kesehatan nasional dan program jaminan sosial yang terus diperluas.
Salah satu pendorong pertumbuhan utama ke depan adalah ekspansi kapasitas produksi OMED melalui proyek pembangunan pabrik baru di Mojoagung dan Batang. Proyek ini mencakup pembangunan bertahap 12 gedung produksi baru yang telah rampung 100 persen pada fase pertama hingga ketiga.
Dana sebesar Rp425 miliar itu dialokasikan untuk ekspansi, termasuk untuk pembangunan pusat distribusi nasional, gudang, dan jaringan ritel baru. “Dengan kapasitas produksi yang meningkat, OMED lebih siap menjawab permintaan domestik dan ekspor yang terus tumbuh,” kata Liza.
Peluang ekspor menjadi tema penting dalam strategi pertumbuhan OMED. Perusahaan kini melihat potensi besar di pasar Amerika Serikat setelah diberlakukannya kebijakan tarif minimum 50 persen atas impor jarum suntik dan peralatan medis dari China.
Kebijakan ini lahir di tengah meningkatnya tensi dagang antara AS dan China dan mendorong banyak importir AS untuk mendiversifikasi pasokan ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Pasar AS kini menjadi peluang konkret bagi OMED. Dengan efisiensi biaya dan kapasitas yang meningkat, perusahaan punya posisi tawar untuk memasuki rantai pasok global,” jelas Liza.
Ia memperkirakan bahwa kontribusi pasar AS dapat mencapai sekitar 5 persen dari total pendapatan perusahaan ke depan. Kendati demikian, risiko politik global tetap menjadi perhatian. Peninjauan ulang tarif oleh otoritas AS pada Agustus 2025 mendatang berpotensi mengubah lanskap perdagangan kembali.
“Meskipun ada risiko kebijakan, arah jangka panjangnya jelas: diversifikasi pasokan dari China memberi ruang tumbuh bagi produsen seperti OMED,” ujarnya.
Secara proyeksi, Kiwoom Sekuritas memperkirakan pendapatan OMED sepanjang 2025 akan tumbuh sekitar 8 persen year-on-year, dengan pertumbuhan laba bersih yang juga diperkirakan sebesar 8 persen. Estimasi ini sejalan dengan panduan konservatif manajemen dan kinerja stabil sepanjang kuartal pertama.
Secara valuasi, saham OMED dinilai masih berada dalam kondisi undervalued. Saat ini, OMED diperdagangkan pada price to earnings ratio (P/E) sebesar 16,64 kali, di bawah rata-rata industri sebesar 28 kali.
Price to book value (P/BV) saham juga masih relatif rendah di 1,91 kali, dibandingkan rata-rata industri 2,2 kali. Kiwoom Sekuritas menetapkan target harga 12 bulan ke depan sebesar Rp224 per saham, atau memiliki potensi kenaikan sekitar 27 persen dari harga penutupan terakhir di Rp174.
Ia merekomendasikan beli. Potensi rerating saham masih terbuka, terutama jika ekspansi AS mulai terealisasi dan kapasitas pabrik baru bisa meningkatkan volume penjualan. Kiwoom Sekuritas menggunakan pendekatan valuasi relatif berbasis P/E forward sebesar 17,7 kali dan P/BV 2,22 kali untuk menetapkan target harga tersebut.
Dari sisi teknikal, saham OMED yang sempat berada dalam tren turun sejak IPO kini menunjukkan pola konsolidasi. Support kuat terlihat di kisaran Rp171–Rp170, sementara resistance jangka pendek berada di area Rp178–Rp180. Jika berhasil menembus resistance tersebut, saham berpotensi menguat menuju Rp210 hingga Rp224.
“Secara teknikal, ada pola flag yang sedang terbentuk. Jika breakout terjadi, ini menjadi sinyal kuat bagi investor untuk average up,” jelas Liza.
Dari sisi produksi, total output unit perusahaan meningkat 5,6 persen secara tahunan, didorong oleh lonjakan produksi wound care sebesar 25 persen dan alat bantu rehabilitasi sebesar 16 persen. Penurunan hanya terjadi di segmen Biotech & Lab serta Furniture rumah sakit.
Secara keseluruhan, OMED menunjukkan kombinasi yang kuat antara efisiensi operasional, ekspansi strategis, dan peluang pasar luar negeri.
Dengan latar belakang sektor kesehatan yang semakin strategis pasca pandemi, serta tren deglobalisasi rantai pasok, OMED berada dalam posisi yang ideal untuk menjadi pemain regional yang lebih dominan pada masa depan.(*)