Logo
>

Ancaman Krisis Industri Baja Jelang Musim Dingin Panjang

Ditulis oleh KabarBursa.com
Ancaman Krisis Industri Baja Jelang Musim Dingin Panjang

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Industri baja China sedang di ambang krisis yang jauh lebih serius dibandingkan dengan kejatuhan pada 2008 dan 2015. Sebagai produsen baja terbesar di dunia, mereka memberikan peringatan yang menyoroti urgensi untuk menghemat uang tunai dan menyamakan situasi ini dengan musim dingin yang panjang dan keras.

    "Krisis ini mungkin akan berlangsung lebih lama dan lebih sulit dari yang kita perkirakan," ujar Hu Wangming, Ketua China Baowu Steel Group Corp, dalam rapat tengah tahun perusahaan, seperti yang tercantum dalam pernyataan resmi.

    Pernyataan Hu ini memicu pelemahan baru di pasar bijih besi dan baja pada Rabu 14 Agustus 2024. Harga bahan baku jatuh ke titik terendah sejak tahun lalu, dan kontrak berjangka untuk baja tulangan di Shanghai anjlok lebih dari 4 persen, diperdagangkan di level terlemah sejak 2017.

    Pasar baja China, yang merupakan yang terbesar di dunia, menunjukkan tanda-tanda peringatan serius. Kemerosotan sektor properti dan melemahnya aktivitas pabrik telah menghancurkan permintaan domestik sepanjang tahun ini. Harga baja jatuh ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir, sementara pabrik-pabrik mengalami kerugian besar.

    Baowu, yang memproduksi sekitar 7 persen dari total baja dunia, menyampaikan pesan keras yang kemungkinan besar akan menjadi perhatian bagi pesaingnya di Asia, Eropa, dan Amerika Utara, terutama saat mereka menghadapi lonjakan baru ekspor dari China.

    Industri baja di China pernah mengalami keterpurukan yang sangat parah selama Krisis Keuangan Global pada tahun 2008-2009, dan kembali pada 2015-2016. Dalam kedua periode tersebut, krisis akhirnya teratasi dengan stimulus besar-besaran—sesuatu yang tampaknya semakin jauh dari jangkauan pada tahun 2024 ini, seiring dengan upaya Presiden Xi Jinping untuk merombak perekonomian.

    Baowu tidak banyak mengungkapkan penyebab kemerosotan saat ini, lebih memilih untuk fokus pada respons karyawan terhadap situasi ini, dengan mengutamakan penghematan uang tunai dan meminimalisasi risiko.

    "Departemen keuangan di setiap tingkat harus lebih memperhatikan keamanan pendanaan perusahaan," demikian pernyataan tersebut, dengan penekanan pada perlunya memperketat pengawasan, termasuk untuk pembayaran yang sudah jatuh tempo dan mendeteksi praktik perdagangan palsu.

    Dalam menghadapi musim dingin yang panjang dan ganas, uang tunai menjadi lebih berharga daripada keuntungan.

    Saat pabrik-pabrik bergulat dengan tekanan, persediaan bijih besi membengkak, sementara harga tulangan baja, yang digunakan dalam konstruksi, jatuh ke titik terendah sejak 2017.

    Ketika keuntungan semakin menipis, tekanan untuk memangkas produksi semakin besar. Sementara itu, ekspor baja China diperkirakan akan mencapai 100 juta ton, jumlah terbesar sejak tahun 2016.

    Produksi baja kasar dunia dari 71 negara yang melaporkan ke World Steel Association (WSA) mengalami penurunan tajam sebesar 5 persen pada April 2024 dibandingkan dengan April 2023, menurun menjadi 155,7 juta ton. Tren negatif ini terutama didorong oleh penurunan produksi di Tiongkok, produsen baja terbesar dunia, yang mengalami penyusutan produksi sebesar 7,2 persen yoy serta penurunan 3 persen dalam produksi dari Januari hingga April 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Di sisi lain, India, sebagai produsen baja terbesar kedua di dunia, justru menunjukkan peningkatan produksi baja kasar sebesar 12,5 persen yoy pada April 2024. Dalam empat bulan pertama 2024, India memproduksi baja kasar 8,5 persen lebih banyak dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023. Tabel 1 menampilkan produksi dari 71 negara yang mencakup sekitar 98 persen dari total produksi baja kasar dunia pada tahun 2023.

    Proyeksi permintaan baja global yang dirilis oleh WSA memperlihatkan pola yang menarik untuk beberapa tahun ke depan. Berdasarkan Short Range Outlook (SRO) WSA, permintaan baja global diperkirakan meningkat 1,7 persen menjadi 1.793 juta ton pada tahun 2024 dan diproyeksikan terus naik sebesar 1,2 persen pada tahun 2025, mencapai 1.815 juta ton (Tabel 2). Sementara itu, konsumsi baja di Tiongkok, yang merupakan produsen dan konsumen logam terbesar dunia, mencatat penurunan sebesar 3,3 persen pada 2023.

    Diperkirakan permintaan baja di negara tersebut akan tetap stabil pada 2024 meskipun terdapat penurunan investasi di sektor real estat. Namun, penurunan ini diimbangi oleh peningkatan permintaan baja yang berasal dari investasi infrastruktur dan sektor manufaktur. WSA memprediksi bahwa permintaan baja di Tiongkok akan menurun sebesar 1 persen pada tahun 2025, menandakan permintaan baja yang lebih rendah dibandingkan tahun puncaknya pada 2020.

    Proyeksi ini sejalan dengan pandangan WSA bahwa Tiongkok mungkin telah mencapai puncak permintaan baja, dan permintaan baja di negara ini kemungkinan akan terus menurun dalam jangka menengah, seiring dengan pergeseran Tiongkok dari model ekonomi yang bergantung pada real estat dan investasi infrastruktur.

    Lebih jauh lagi, WSA memperkirakan India akan menjadi penggerak utama pertumbuhan permintaan baja di masa depan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya permintaan baja di Tiongkok dan pertumbuhan kuat yang berkelanjutan di India, terutama didorong oleh investasi infrastruktur yang terus berkembang. Permintaan baja India diproyeksikan tumbuh sebesar 8 persen pada 2024 dan 2025.

    Sementara itu, negara-negara berkembang lainnya seperti MENA dan ASEAN juga diperkirakan akan menunjukkan percepatan pertumbuhan permintaan baja pada 2024-2025 setelah mengalami penurunan signifikan pada 2022-2023. Namun, tantangan di kawasan ASEAN seperti ketidakstabilan politik dan penurunan daya saing dapat mempengaruhi tren pertumbuhan permintaan baja di masa depan.

    Di sisi lain, negara-negara maju diproyeksikan akan menunjukkan pemulihan kuat pada 2024 dan 2025, masing-masing sebesar 1,3 persen dan 2,7 persen, dengan UE diperkirakan menunjukkan peningkatan signifikan pada 2025, serta AS, Jepang, Amerika, dan Korea memperlihatkan ketahanan yang berkelanjutan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi