KABARBURSA.COM - Anggota Komisi XI DPR, Puteri Anetta Komarudin, menegaskan pentingnya penguatan fundamental ekonomi Indonesia untuk mempertahankan nilai tukar rupiah yang stabil di pasar valuta asing.
"Nilai tukar rupiah terus menguat. Penguatan ini adalah sinyal positif yang harus dijaga. Fundamental ekonomi kita cukup kuat," ujar Puteri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,11 persen, inflasi rendah di angka 2,84 persen, pertumbuhan kredit sekitar 12 persen, dan PMI Manufaktur Indonesia yang tetap berada di level ekspansif selama 33 bulan berturut-turut, adalah indikator yang baik.
"Kondisi ini menjadi modal kita untuk tetap optimis terhadap penguatan rupiah," tambah Puteri.
Untuk menjaga stabilitas kurs rupiah, Puteri meminta pemerintah mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan bijaksana dan akuntabel. Hal ini, menurutnya, akan meningkatkan kepercayaan investor dan pasar, terutama terkait keberlanjutan pengelolaan fiskal ke depan.
"Sejauh ini, kami melihat pemerintah terus menjaga kondisi makro fiskal dengan baik. Ini terlihat dari rasio perpajakan yang tumbuh dua digit, defisit yang terkendali di bawah 3 persen, serta rasio utang yang aman," katanya.
Fluktuasi Nilai Tukar
Direktur Eksekutif INDEF, Sri Astuti, menyoroti permasalahan kompleks yang sedang dihadapi dalam perekonomian, khususnya terkait dengan tingkat suku bunga yang terus meningkat dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang mencapai level Rp16.400-an per dolar AS. Analisisnya menyoroti bahwa hal ini disebabkan oleh kebijakan moneter dan fiskal yang ketat.
Dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2024, Esther menjelaskan bahwa kondisi ekonomi baik dari sisi fiskal maupun moneter masih dianggap ketat, dengan terus meningkatnya tingkat suku bunga dan fluktuasi nilai tukar. Dia memperkirakan bahwa industri manufaktur akan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh situasi ini, terutama karena mayoritas bahan baku yang digunakan berasal dari luar negeri.
Esther pun mengingatkan pemerintahan yang akan datang untuk memprioritaskan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat fondasi ekonomi Indonesia.
Dia juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur, terutama terkait dengan fungsi intermediasi sektor keuangan domestik yang masih belum optimal. Salah satu masalah yang disoroti adalah pemberian kredit usaha yang masih tersegmentasi dan terbatas pada segmen dan sektor tertentu.
Selain itu, Esther juga menekankan bahwa margin bunga yang tinggi yang harus ditanggung oleh pengusaha dapat mengancam keberlangsungan iklim usaha di dalam negeri.
Dia menambahkan bahwa margin bunga perbankan yang masih tinggi, terutama dengan kebijakan suku bunga yang juga tinggi, dan fluktuasi nilai tukar yang sangat volatile, menjadi beban yang harus ditanggulangi oleh pemerintahan yang terpilih.
Meskipun demikian, terdapat indikasi positif pada pasar keuangan dengan penguatan rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan.
Sentimen pasar yang membaik terhadap aset berisiko membantu mendorong penguatan Rupiah.
Aset berisiko adalah aset apa pun yang memiliki tingkat risiko tertentu. Umumnya mengacu pada aset yang memiliki tingkat volatilitas harga yang signifikan, seperti ekuitas, komoditas, obligasi bunga tinggi, real estat, dan mata uang.
Ariston Tjendra, pengamat pasar uang, menyatakan bahwa pasar masih memandang kondisi pasar keuangan global sebagai layak untuk berinvestasi.
Namun, dalam konteks global, terdapat juga berbagai peristiwa yang dapat mempengaruhi pasar, seperti aktivitas bisnis yang membaik di Amerika, permohonan tunjangan pengangguran yang turun secara moderat, dan peningkatan Indeks Manufaktur dan Jasa di AS yang melampaui ekspektasi.
Di sisi lain, pergerakan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia menunjukkan fluktuasi, mencerminkan dinamika yang sedang terjadi dalam perekonomian global dan domestik. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS
Rupiah pada Selasa, 25 Juni 2024 pagi terlihat menguat. Di awal perdagangan, Rupiah naik 22 poin atau 0,14 persen menjadi Rp16.372 per dolar AS. Penguatan ini terjadi di tengah membaiknya sentimen pasar terhadap aset berisiko.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, sentimen positif pasar tersebut bisa membantu mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini. Dalam hal ini, pelaku pasar masih memandang bahwa pasar masih layak berinvestasi di kondisi pasar keuangan global. Dari itu, ia memperkirakan peluang penguatan ke arah Rp16.330 per dolar AS, dengan potensi pelemahan ke arah Rp16.400 per Dolar AS.
Pada penutupan Senin, 24 Juni 2024, rupiah juga menguat sebanyak 56 poin atau 0,34 persen menjad Rp16.394 per Dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.450 per dolar AS.
Analis ICDX Taufan Dimas Hareva menyebut bahwa pelaku pasar memperkirakan The Fed kemungkinan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini. Sebaliknya, para pengambil kebijakan bank sentral AS atau The Fed terus berargumentasi mendukung penurunan suku bunga hanya sekali pada tahun ini.