KABARBURSA.COM - Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan (Sulsel), pada periode Maret 2022 sampai dengan Maret 2023, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,06 persen.
Penurunan ini merupakan indikasi positif dari pertumbuhan perekonomian masyarakat, seiring dengan menurunnya angka kejadian COVID-19 hingga Maret 2022.
Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh, menyambut baik penurunan kemiskinan tersebut. Namun, ia menekankan perlunya upaya lebih lanjut untuk menggenjot penurunan angka kemiskinan. Dengan itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel menargetkan untuk menurunkan persentase kemiskinan di bawah 8 persen.
“Untuk kemiskinan turun cukup bagus, kalau bisa kita usahakan dan pacu lagi agar nanti tidak berada di angka 8, jadi bisa di bawah 8 persen,” kata Zudan Arif dalam sebuah acara rilis berita resmi statistik beberapa waktu lalu.
Menurut data BPS pada Maret 2023, terdapat 788,85 ribu penduduk miskin di Sulawesi Selatan. Angka ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sulsel, Malik Faisal, menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan banyak masyarakat kehilangan pekerjaan, yang berdampak pada peningkatan kemiskinan. Oleh karena itu, Dinsos akan melakukan berbagai strategi pengentasan kemiskinan lintas sektor.
Pemprov Sulsel berkolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk membantu iuran BPJS Kesehatan.
“Skema yang dilakukan adalah sharing antara kita dengan pemerintah kabupaten atau kota setempat. Tujuannya agar masyarakat tertangani jika sakit, sehingga tidak perlu lagi mencari biaya,” jelas Malik Faisal.
Rencana pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian meliputi pemberian bantuan bibit tanaman hortikultura di beberapa kabupaten serta bibit ikan air tawar.
Bantuan ini akan terus dilanjutkan. Pemprov juga akan memberikan bantuan bibit ayam untuk 100 masyarakat miskin di setiap kabupaten/kota.
“Tujuannya agar mereka semua terberdaya dengan memanfaatkan potensi pertanian yang ada di sekitar mereka,” tambahnya.
Kolaborasi program antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta sinergi dengan instansi vertikal dan pemerintah kabupaten/kota menjadi kunci dalam upaya penurunan kemiskinan.
Pemprov Sulsel juga berencana menggunakan data by name by address untuk menangani masyarakat miskin secara lebih tepat sasaran.
Dengan kolaborasi yang kuat dan upaya strategis dari berbagai sektor, diharapkan target penurunan kemiskinan di Sulawesi Selatan dapat tercapai, sehingga masyarakat dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik.
Sulsel Deflasi Lagi, ini Penyebabnya Menurut BI
Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami deflasi dua bulan berturut-turut. Pada Juni 2024, deflasi tercatat sebesar 0,26 persen month-to-month (mtm), melanjutkan deflasi 0,10 persen mtm yang terjadi pada Mei 2024.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa stabilnya harga beras menjadi penyebab utama deflasi ini.
Deputi Kepala KPwBI Sulsel, M Abdul Majid Ikram, menyatakan bahwa kondisi panen raya selama satu setengah bulan terakhir telah membantu menjaga pasokan dan stabilitas harga beras di Sulsel.
“Dengan pasokan yang terjaga, cadangan beras pemerintah (CBP) juga meningkat, memungkinkan kami untuk melakukan operasi pasar jika harga beras tiba-tiba naik,” ujar Majid.
Harga eceran tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium yang ditetapkan pemerintah, masing-masing sebesar Rp13.500/kg dan Rp14.900/kg, turut berkontribusi pada stabilitas harga.
Majid menegaskan bahwa KPwBI bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan terus memantau dan mengendalikan harga melalui berbagai program seperti Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan Gerakan Pangan Murah (GPM).
Majid juga menambahkan bahwa pihak Bulog akan didorong untuk meningkatkan stok beras, mengingat produksi pada panen berikutnya diperkirakan tidak sebesar panen sebelumnya.
Sebelumnya diberitakan, Secara month-to-month (m-to-m), Sulsel mengalamk deflasi sebesar 0,10 persen pada Mei 2024. Sementara itu, tingkat inflasi year-to-date (y-to-d) hingga Mei 2024 mencapai 1,10 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan, melalui keterangan tertulisnya pada Mei lalu mengungkapkan bahwa beras menjadi penyumbang inflasi terbesar secara tahunan (years on years/yoy).
Pada bulan April lalu, beras menyumbang inflasi sebesar 0,60 persen, diikuti oleh tomat 0,24 persen, dan emas perhiasan 0,21 persen.
Meskipun begitu, dalam skala bulanan (month to month/mtm), beras termasuk dalam komoditas yang menyumbang deflasi tertinggi, yakni sebesar 0,30 persen, diikuti oleh ikan bandeng/bolu dan cabai merah masing-masing sebesar 0,7 persen.
Inflasi bulanan di Sulsel mencapai 0,15 persen (mtm), sementara secara kalendar Januari-April mencapai 1,20 persen (ytd) dan 2,61 persen secara tahunan.
inflasi secara tahunan terjadi akibat kenaikan harga yang tercermin dari peningkatan indeks pada kelompok pengeluaran. (ant/*)