KABARBURSA.COM – Baru saja beroperasi, smelter nikel asal Kalimantan Timur (Kaltim) ini ternyata punya nilai investasi fantastis, yaitu mencapai Rp30 triliun. Diketahui, smelter nikel tersebut adalah milik PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) yang merupakan pabrik nikel pertama di daerah itu.
Meskipun baru beroperasi, KFI sudah memiliki 18 line smelter tercanggih yang menggunakan teknologi RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace). Hal ini diungkap oleh Direktur Utama PT Nityasa Prima sebagai konsorsium PT KFI Ferro Industri Muhammad Ardhi Soemargo.
“Saat ini baru ada dua line yang sudah bisa beroperasi dari 18 smelter yang direncanakan untuk dibangun,” kata Ardhi.
Dia melanjutkan, keberadaan proyek smelter PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) telah memberikan multiplier effect di wilayah Kalimantan Timur. Proyek ini ditargetkan dapat menyerap setidaknya 10 ribu tenaga kerja lokal ke depannya.
"Hari ini kami membawahi 1.400 orang yang bekerja, dalam 6 tahun ke depan ada 10 ribu pekerja yang akan memberikan multiplier effect. Beberapa warung-warung dan harga tanah oleh para spekulan sangat tinggi sekali," ujarnya.
Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perusahaan pengembang fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, yakni PT KFI. Rapat tersebut berlangsung sekitar dua jam. Dalam rapat tersebut, para anggota Komisi VII DPR kebingungan karena ternyata perusahaan yang sudah beroperasi pada tahun 2023 itu tidak memiliki Direktur Utama (Dirut). Perusahaan itu hanya diisi oleh tiga Direksi.
Dirut PT Nityasa Prima, yang merupakan konsorsium PT KFI, Muhammad Ardhi Soemargo, menjelaskan bahwa sesuai dengan akta kepemilikan saham perusahaan yang sama, tidak ada Dirut di dalam perusahaan smelter nikel ini.
"Saya ingin menyampaikan bahwa PT ini bukan secara internal kami yang menentukan, PT ini mendapat masukan dari notaris. Mungkin ini menjadi bahan pertimbangan kami," ungkap Muhammad Ardhi di Gedung DPR, Senin, 8 Juli 2024.
Hal itu kemudian ditanggapi oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, yang mengatakan bahwa PT KFI sebagai perusahaan yang didirikan atas dasar Perseroan Terbatas (PT) seharusnya memiliki Dirut.
"Saya tahu UU PT seperti apa. Dalam UU PT disebutkan, jika ada dua direksi dalam satu perusahaan, satu orang harus menjabat sebagai dirut. Jika ada dua komisaris, satu harus menjadi komisaris utama, tapi ini kok bisa tidak ada Dirut," ungkap Eddy.
Senada dengan Eddy, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, menegaskan bahwa hal ini merupakan penyimpangan dari UU Perseroan Terbatas. "Ini menjadi catatan kita semua. Secara kelembagaan pun, agak ganjil ini," ungkap Sugeng.
Ardhi menambahkan bahwa sejatinya posisi direktur di PT KFI awalnya hanya satu. Namun, pada saat pendirian PT, terjadi perubahan dengan penambahan dua orang direktur.
"Memang tidak mengangkat satu Dirut sesuai dengan UU PT. Ini menjadi bahan kami untuk disampaikan kepada stakeholder bahwa ini bukan seperti yang seharusnya, dan ini adalah masukan besar bagi kami untuk menyampaikan," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, smelter nikel PT KFI berlokasi di Kalimantan Timur. Pengoperasian smelter nikel ini bahkan diresmikan langsung oleh Gubernur Kaltim, Isran Noor, pada September 2023.
Dalam RDP pada hari ini, smelter nikel PT KFI dicecar oleh Komisi VII DPR karena baru beroperasi tetapi sudah terjadi dua kecelakaan. Pertama, terjadi kebakaran pada Oktober 2023, dan kedua pada Mei 2024, yang mengakibatkan adanya korban luka.
Sementara itu, kelebihan pasokan Nikel membuat harganya terus anjlok hingga menyentuh level USD18.000/ton. Nilai ini terus menyeret harga turun dari level 2022.
BMI, lembaga riset dari Fitch Solutions Company, tetap memproyeksikan harga nikel pada level USD18.000/ton untuk tahun ini. Proyeksi ini didasarkan pada peningkatan signifikan dalam produksi nikel, terutama di Indonesia dan China, yang menjadi faktor utama penurunan harga pada tahun sebelumnya. Pada 2023, harga rata-rata tahunan nikel turun 15,3 persen menjadi USD21.688/ton, mencerminkan kondisi pasar yang jenuh dan permintaan yang lesu.
BMI memproyeksikan akan ada surplus sebesar 253 kiloton di pasar nikel global pada 2024, naik sedikit dari surplus 209 kt pada tahun sebelumnya. Lonjakan produksi ini terutama disebabkan oleh peningkatan produksi nickel pig iron (NPI) dan produk nikel antara di Indonesia, yang terdampak langsung oleh kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 2020.
Di Indonesia, produksi nikel olahan naik 24,7 persen menjadi 383 kt pada kuartal I-2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan proyeksi pertumbuhan produksi tahunan sebesar 17,0 persen untuk 2024. Di sisi lain, China daratan, sebagai produsen nikel olahan terbesar kedua di dunia, mencatat pertumbuhan produksi 2,3 persen year-on-year menjadi 220 kt pada kuartal I-2024.
Namun, terdapat risiko signifikan terkait sisi pasokan. Keterlambatan dalam persetujuan kuota produksi tambang di Indonesia meningkatkan kekhawatiran terhadap penurunan stok bijih domestik, yang berpotensi mengurangi volume produksi tahunan nikel yang dimurnikan. Di luar itu, produsen nikel di negara lain menghadapi tantangan dalam menjaga daya saing operasional mereka, terutama terkait biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.