KABARBURSA.COM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menantikan penjelasan pemerintah mengenai dasar perhitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto pada 29 November 2024.
Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani, menyatakan bahwa hingga kini belum ada penjelasan yang mendetail tentang metodologi di balik keputusan tersebut, terutama terkait pertimbangan variabel seperti produktivitas tenaga kerja, daya saing bisnis, dan kondisi ekonomi terkini.
"Metodologi perhitungan ini penting untuk memastikan kebijakan yang diambil seimbang antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha," ujar Shinta dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Senin 2 Desember 2024.
Ia menambahkan bahwa kejelasan terkait penetapan UMP 2025 sangat dibutuhkan dunia usaha untuk menentukan langkah strategis di tengah ketidakpastian kebijakan pengupahan.
APINDO mengkhawatirkan bahwa kenaikan UMP yang cukup besar ini akan berdampak signifikan pada biaya tenaga kerja, khususnya di sektor padat karya.
Dalam situasi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global, kenaikan tersebut berisiko meningkatkan biaya produksi, menurunkan daya saing produk Indonesia, serta memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hambatan penciptaan lapangan kerja baru.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam, menjelaskan bahwa persoalan kenaikan UMP bukan soal setuju atau tidak setuju, melainkan soal kemampuan perusahaan untuk memenuhinya.
"Jika perusahaan tidak mampu menanggung beban ini, langkah rasional seperti penundaan investasi, efisiensi besar-besaran, hingga hengkang dari sektor industri tertentu mungkin menjadi pilihan," kata Bob.
Ia juga menyesalkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masukan dari dunia usaha. Menurut Bob, APINDO selama ini aktif memberikan masukan berbasis data terkait kondisi ekonomi, daya saing usaha, dan produktivitas tenaga kerja, namun masukan tersebut tampaknya belum menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Shinta menegaskan bahwa APINDO tetap berkomitmen bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan kebijakan ketenagakerjaan yang seimbang.
"Kami mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan rinci terkait dasar penetapan UMP 2025 dan mempertimbangkan masukan dari dunia usaha demi memastikan kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan,” tutup Shinta.
Penetapan Kenaikan Upah
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menuntut penjelasan pemerintah tentang ketetapan kenaikan upah minimum pada 2025. Adapun hal itu terungkap menyusul keterangannya Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan kenaikan upah sebesar 6,5 persen.
“Apindo menunggu penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan sebesar 6,5 persen,” tulis Apindo dalam keterangan yang diterima Kabarbursa.com, Sabtu, 30 November 2024.
Hingga saat ini, Apindo sendiri mengaku belum mendapat penjelasan yang komprehensif dari pemerintah terkait kenaikan upah. Bahkan, metodologi perhitungan pun tidak sepenuhnya diketahui oleh Apindo.
“Belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan ini, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual,” terang Apindo.
Apindo menganggap perlu kebijakan kenaikan upah minimum memuat cerminan yang seimbang antara kesejahteraan pekerja dan dunia usaha. Adapun penjelasan pemerintah terkait upah juga menentukan arah dunia usaha ke depan.
“Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” tutupnya.
Buruh Sambut Baik Naik Upah 6,5 Persen
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama serikat buruh lainnya, menerima usul kenaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5 persen. Hal itu ia ungkap usai menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana, Jakarta, 29 November 2024.
Presiden KSPI, Said Iqbal menuturkan, pertemuan tersebut tidak hanya memediasi buruh dengan Prabowo, melainkan juga diikuti Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassirlie, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Sekretaris Kabinet (Seskab), dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sufmi Dasco Ahmad.
Mulanya, tutur Said, Yassirlie mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen untuk tahun 2025. Ia menuturkan, angka tersebut telah mengonversi nilai inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
“Ya, Pak Menaker bilang 6 persen, itu kira-kira mendekati 0,9, indeks tertentunya. Ya, indeks tertentunya diperkirakan oleh Pak Menaker 0,9. Maka setelah dimasukkan formula inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, ketemulah 6 persen,” ungkap Said dalam konferensi pers virtual, Jumat, 29 November 2024.
Kendati begitu, Said menyebut, Prabowo mengemukakan keberpihakan terhadap nasib buruh. Pada kesempatan itu, Prabowo pun menggunakan haknya untuk menaikkan upah minimum sebesar 0,5 persen menjadi 6,5 persen di tahun 2025.
Said menyebut, serikat buruh menerima usul tersebut. Menurutnya, kenaikan 6,5 persen mendekati usulan awal upah minimum yang dikehendaki para buruh, yakni 8 persen.
“Maka itu sudah mendekati nilai yang diharapkan oleh buruh. Buruh harapannya 8 persen sampai dengan 10 persen. Karena 6,5 persen mendekati 8 persen, maka buruh menyatakan menerima keputusan Presiden Republik Indonesia, Bapak Jenderal Prabowo Subianto,” ungkapnya.
Said menuturkan, penerimaan buruh terhadap ketetapan kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah tidak terlalu jauh dari target minimum yang dikehendaki buruh. Di samping itu, ia juga menilai angka tersebut muncul setelah menghitung upah minimum rata-rata wilayah di seluruh Indonesia. “Jadi 6,5 persen kenaikan upah minimum secara rata-rata nasional di seluruh wilayah Indonesia,” katanya.(*)