KABARBURSA.COM - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan bahwa pada Maret 2024, serapan minyak kelapa sawit CPO di dalam negeri untuk biodiesel dan ekspor bahan bakar yang ramah lingkungan mengalami penurunan.
Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif Gapki, menyatakan bahwa total konsumsi minyak kelapa sawit di dalam negeri pada bulan tersebut mencapai 1,89 juta ton, menunjukkan kenaikan sebesar 1,40 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Konsumsi minyak kelapa sawit untuk keperluan pangan meningkat sebesar 7,54 persen menjadi 0,82 juta ton, sementara untuk industri oleokimia naik sebesar 6,86 persen menjadi 0,18 juta ton.
“Di sisi lain, penggunaan CPO untuk kebutuhan biodiesel mengalami penurunan sebesar 3,95 persen pada bulan Maret dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 0,92 juta ton pada bulan Februari menjadi 0,88 juta ton pada bulan berikutnya,” kata Sardjono, dikutip Selasa, 28 Mei 2024.
Secara keseluruhan, Mukti mengindikasikan bahwa kinerja industri perkebunan terkemuka Indonesia menunjukkan peningkatan bulanan dalam hal volume pada bulan Maret, baik dari segi produksi, konsumsi, maupun ekspor.
Pada bulan tersebut, Indonesia mencatat produksi CPO sebesar 4,10 juta ton, meningkat sebesar 5,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang sejumlah 3,88 juta ton. Begitu juga dengan produksi minyak bungkil sawit atau PKO yang mencapai 391.000 ton pada bulan Maret, meningkat sekitar 5,97 persen.
Mukti menjelaskan kenaikan produksi tersebut dipicu oleh jumlah hari kerja Maret yang lebih banyak dibandingkan dengan Februari.
Di sisi lain, total ekspor CPO dan produk turunannya pada Maret melonjak 18,21 persen dari sisi volume, menjadi 2,56 juta ton dari 2,16 juta ton pada Februari.
Khusus untuk CPO sendiri, ekspor melesat 114,73 persen secara bulanan menjadi 0,32 juta ton pada Maret. Ekspor oleokimia juga naik 17,91 persen menjadi 0,42 juta ton, sedangkan olahan CPO lainnya naik 12,2 persen menjadi 1,67 juta ton.
“Bagaimanapun, ekspor CPO justru anjlok 98,73 persen pada Maret menjadi 0,19 ribu ton dari 15.000 ton pada Februari. Sementara itu, ekspor biodiesel juga turun 54,54 persen dari 11.000 ton pada Februari menjadi hanya 5.000 ton pada Maret,” terang Mukti.
Adapun, ekspor produk turunan PKO pada Maret terperosok sebesar 5,69 persen menjadi 0,12 juta ton dari 0,12 juta ton pada Februari.
Gapki juga mencatat nilai ekspor CPO Maret naik 4,47 persen menjadi USD2,17 miliar dari USD2,08 miliar pada Februari, yang didukung oleh kenaikan harga CPO dari USD965/ton menjadi USD1.042/ton periode tersebut.
Kenaikan volume ekspor CPO terbesar adalah ke India yang sebanyak 0,35 juta ton, diikuti oleh Bangladesh 0,16 juta ton, dan China sebanyak 0,44 jut ton.
Ekspor bulanan dari Februari ke Maret tujuan Amerika Serikat turun sebesar 74.000 ton ton menjadi 0,12 juta ton, ke Uni Eropa (UE) drop 24.000 ton menjadi 0,31 juta ton, dan ke Malaysia anjlok 37.000 ton menjadi 52.000 ton.
Dengan stok awal Maret yang mencapai 3,26 juta ton, produksi CPO dan PKO 4,49 juta ton, dan konsumsi dalam negeri 1,89 juta ton dan ekspor 2,56 juta ton; maka stok akhir Maret 2024 mencapai 3,30 juta ton atau meningkat sekitar 1,09 persen dari bulan sebelumnya.
Harga CPO Anjlok
Harga minyak kelapa sawit mentah CPO mengalami penurunan dalam perdagangan yang berlangsung kemarin, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menekan harga komoditas ini.
Pada Senin, 27 Mei 2024, harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Agustus ditutup pada level MYR 3.872 per ton. Ini merupakan penurunan sebesar 0,33 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada akhir pekan sebelumnya.
Dalam satu minggu terakhir, harga CPO mengalami penurunan sebesar 1,17 persen secara point-to-point. Sementara itu, selama satu bulan terakhir, harga tersebut turun sebesar 1,25 persen.
Setidaknya ada 2 penyebab koreksi harga CPO kemarin. Pertama, harga minyak nabati pesaing juga turun. Kemarin, harga minyak kedelai di Dalian (China) anjlok 1,02 persen. Saat minyak kedelai lebih murah, insentif untuk menggunakan CPO menjadi lebih sedikit.
Kedua adalah penguatan nilai tukar mata uang ringgit Malaysia. Kemarin, ringgit terapresiasi 0,32 persen di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
CPO adalah aset yang dibanderol dalam ringgit. Saat ringgit menguat, maka CPO menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan CPO akan turun sehingga harga mengikuti.
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), CPO masih terjebak di zona bearish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 45,45. RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bearish. Akan tetapi, indikator Stochastic RSI sudah berada di 73,64. Masuk area beli (long).
Dengan demikian, harga CPO masih menyimpan potensi kenaikan. Target resisten terdekat adalah MYR 3.888/ton. Jika tertembus, maka MYR 3.960/ton bisa menjadi target selanjutnya.
Sedangkan target support terdekat ada di MYR 3.868/ton. Penembusan di titik ini bisa membawa harga CPO turun lagi ke arah MYR 3.842/ton.