KABARBURSA.COM - Lembaga International Energy Agency (IEA) memperkirakan volume ekspor batu bara termal secara global akan mencapai 1,47 miliar ton pada tahun 2023, meningkat sebesar 6,6 persen dibandingkan dengan tahun 2022 (year-on-year/yoy).
Indonesia tetap menjadi negara pengekspor batu bara termal terbesar, dengan volume ekspor sebesar 500 juta ton atau 34,1 persen dari total pasokan ekspor global, menjadikannya pemain utama dalam industri batu bara dunia.
Pembangkit listrik saat ini sangat bergantung pada sumber energi batu bara, terutama di Asia Tenggara. Namun, di Eropa dan Amerika Utara, penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik telah berkurang.
Tiongkok dan India menjadi pengimpor batubara terbesar, dan keduanya mencatat peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Produksi listrik dari pembangkit batubara di negara-negara pengimpor juga meningkat pada tahun 2023. Secara global, 82 persen dari seluruh produksi listrik yang berasal dari batubara terjadi di benua Asia. Konsumsi dan impor batubara di Asia diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan penurunan konsumsi batubara di wilayah lain.
Presiden Direktur PT Bumi Resources Tbk, Adika Nuraga Bakrie, menyatakan keyakinannya bahwa permintaan dan produksi batu bara akan terus berlanjut. Dia mengharapkan adanya transisi menuju energi terbarukan dalam 10-20 tahun mendatang, tetapi hal ini tergantung pada perkembangan teknologi.
"Dalam 10-15 tahun ke depan, kami yakin BUMI masih akan memegang posisi terkuat di tengah persaingan global yang semakin ketat. Pasar ekspor utama kami adalah Tiongkok dan India," ungkap Aga Bakrie dalam keterangan tertulis pada Jumat, 15 Maret 2024.
“Untuk mendukung program pemerintah terkait hilirisasi, BUMI saat ini sedang menjajaki potensi mitra strategis dari Tiongkok untuk proyek hilirisasi batubara, dengan memperhatikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia," tambahnya.
Di Indonesia, Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk Februari 2024 telah diumumkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam surat keputusan No. 29.K/MB.01/MEM.B/2024.
Terdapat empat kategori HBA, yaitu; Pertama, untuk HBA dengan kesetaraan kalori 6.322 kcal/kg GAR, total moisture 12,26 persen, sulphur 0,66 persen, dan ash 7,94 persen, ditetapkan USD124,95 per ton. Angka tersebut mengalami penurunan dibanding HBA pada Januari 2024 yang ditetapkan sebesar USD125,85 per ton.
Kedua, untuk HBA I dengan kesetaraan nilai kalori 5.300 kcal/kg GAR, total moisture 21,32 persen, sulphur 0,75 persen, dan ash 6,04 persen ditetapkan sebesar USD87,65 per ton. Angka ini mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan harga bulan Januari 2024 sebesar USD87,36 per ton.
Ketiga, untuk HBA II dengan kesetaraan nilai kalori 4.100 kcal/kg GAR, total moisture 35,73 persen, sulphur 0,23 persen, dan ash 3,9 persen yakni USD57,86 per ton. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan HBA bulan Januari 2024 yang berada di level USD58,56 per ton.
Keempat, untuk HBA III dengan kesetaraan nilai kalori 3.400 kcal/kg GAR, total moisture 44,30 persen, sulphur 0,24 persen, dan ash 3,88 persen ditetapkan sebesar USD37,54 per ton. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan bulan Januari 2024 yang berada di level USD37,09 per ton.
Berdasarkan HBA tersebut, harga batu bara di Indonesia masih terbilang murah dibanding sumber energi lain seperti minyak dan gas bumi.
Harga yang bersaing dan lokasi geografis yang strategis menjadikan Indonesia tetap menjadi pemain utama dalam pasar ekspor batubara termal.
Indonesia memiliki cadangan batu bara yang sangat melimpah. Cadangan batu bara nasional mencapai 35 miliar ton dan sumber daya sebesar 134 miliar ton diperkirakan bisa dipakai hingga 500 tahun ke depan jika digunakan sendiri dengan cara yang benar. Bahkan jika sebagian diantaranya diekspor, batu bara nasional bisa dimanfaatkan hingga 200 tahun mendatang.
Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA), Rachmat Makkasau, mengatakan Indonesia dianugerahi cadangan dan sumberdaya batu bara yang masih bisa dimanfaatkan untuk 200-500 tahun mendatang.
“Untuk itu kita harus mencari cara ‘Clean Coal Process’, sambil tetap menerapkan EBT. Kalau Clean Coal Process dilakukan dan emisi bisa ditekan, bahkan ditiadakan maka tidak ada masalah kan?” ujar Rachmat saat Seminar Energy for Prosperity : The Economic Growth Impacts of Coal Mining yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis 14 Maret 2024.
Rachmat mengatakan sampai saat ini batu bara merupakan energi paling murah dibandingkan yang lain. Apalagi berbagai cara sudah dilakukan industri batu bara untuk mengurangi emisi.
Dia pun membayangkan suatu saat target sampai 2060, industri mulai pasang CCUS, penangkapan sulfur karbon, NOX dan lain-lain.
“Kita membayangkan yang terjadi dengan Indonesia kalau 50 tahun lalu semua PLTU di Indonesia tidak ada emisinya, semua yang keluar dari PLTU, karbon ditangkap sulfur NOX ditangkap ada apa dengan batu bara, mungkin tidak ada masalah,” ungkap Rachmat.
Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, mengatakan kekayaan mineral dan batu bara nasional mencapai USD 4 triliun yang duapertiganya berasal dari batu bara. “Jadi peranan batu bara itu sebenarnya besar kepada penghasilan yang kita dapat,” kata dia.