Logo
>

BBRI Melemah, Tekanan Jual Masih Menghantui Meski Dividend Yield Menarik

BBRI tutup perdagangan di zona merah, laba bersih tertekan meski pendapatan tumbuh dan likuiditas menguat, investor diminta waspada pada tren jangka pendek.

Ditulis oleh Yunila Wati
BBRI Melemah, Tekanan Jual Masih Menghantui Meski Dividend Yield Menarik
Gedung PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Foto: Dok BRI

KABARBURSA.COM - Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI mengakhiri perdagangan awal pekan, Senin, 4 Agustus 2025, di zona merah. Harga turun 30 poin atau 0,80 persen ke level 3.710 per saham. 

Sepanjang perdagangan, BBRI sempat dibuka di 3.720, menyentuh level tertinggi 3.740, dan merosot ke titik terendah 3.690. Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp556,66 triliun, saham bank pelat merah ini tercatat memiliki rasio P/E 9,85 dan dividend yield tinggi sebesar 9,26 persen, faktor yang biasanya menjadi daya tarik bagi investor jangka panjang.

Namun, dari sisi teknikal, sinyal yang muncul masih cenderung negatif. Hampir semua indikator menunjukkan tekanan jual. Moving average dari jangka pendek hingga jangka panjang (MA5 hingga MA200) kompak memberi sinyal jual. 

Relative Strength Index (RSI) berada di 41,53, menandakan momentum mulai melemah, sementara Stochastic dan Stochastic RSI mengindikasikan kondisi oversold atau jual berlebih. MACD yang masih berada di zona negatif menguatkan indikasi tren penurunan belum berakhir.

Volatilitas harian tergolong rendah dengan ATR di angka 80, yang menunjukkan pasar relatif tenang, tetapi bisa saja ini adalah jeda sebelum pergerakan berikutnya. Level pivot klasik memposisikan support terdekat di 3.700 dan resistance di 3.780. 

Jika tekanan jual berlanjut, harga berpotensi menguji kembali area support tersebut, sementara kenaikan baru akan terlihat signifikan jika mampu menembus resistance.

Bagi pelaku pasar jangka pendek, situasi ini menuntut kewaspadaan ekstra. Posisi wait and see bisa menjadi pilihan sambil menunggu tanda pembalikan arah yang lebih meyakinkan. 

Sementara itu, bagi investor jangka panjang, fundamental BBRI yang solid dan imbal hasil dividen yang tinggi tetap menjadi alasan untuk mempertahankan saham ini, meski fluktuasi jangka pendek tak terhindarkan.

Pendapatan Tumbuh, Laba Masih Tertekan

Dari sisi pendapatan, BRI berhasil membukukan revenue sebesar Rp38,76 triliun, tumbuh 18,63 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Pertumbuhan ini menunjukkan kemampuan bank pelat merah tersebut menjaga momentum bisnisnya, terutama dari segmen mikro dan ritel yang selama ini menjadi tulang punggung.

Namun, di tengah kenaikan pendapatan, laba bersih justru tertekan. Per Juni 2025, BRI membukukan laba bersih Rp12,60 triliun, turun 8,78 persen secara tahunan. Margin laba bersih ikut menyusut tajam menjadi 32,52 persen, atau melemah 23,10 persen year-on-year.

Laba per saham (EPS) turun dari Rp92 menjadi Rp83, mengindikasikan penurunan profitabilitas yang kemungkinan dipengaruhi oleh kenaikan biaya operasional maupun penyesuaian strategi bisnis di tengah kondisi pasar yang menantang.

Beban operasional sendiri tercatat naik moderat 9,27 persen menjadi Rp21,01 triliun. Sementara itu, dari sisi neraca, kekuatan finansial BRI masih terjaga. Total aset per Juni 2025 mencapai Rp2.106,37 triliun, naik 6,52 persen dari tahun sebelumnya. 

Total ekuitas berada di Rp322,07 triliun, dengan rasio price to book value (PBV) di level 1,75, yang mencerminkan valuasi saham relatif wajar untuk bank sekelas BRI.

Kinerja likuiditas menjadi salah satu sorotan positif. Kas dan investasi jangka pendek melonjak signifikan hingga 187,26 persen, menyentuh Rp213,87 triliun. 

Kenaikan ini memberi ruang bagi BRI untuk memperkuat cadangan, menjaga stabilitas, dan memanfaatkan peluang ekspansi di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Di sisi lain, total liabilitas naik 7,12 persen menjadi Rp1.784,30 triliun. Return on Assets (ROA) berada di level 2,42 persen, angka yang tergolong sehat untuk bank besar. Di pasar saham, harga BBRI pada perdagangan hari ini bergerak di kisaran Rp3.690–Rp3.740 per saham, dengan kapitalisasi pasar Rp556,66 triliun. 

Rasio P/E berada di 9,85, relatif rendah, sementara dividend yield yang tinggi, mencapai 9,26 persen, tetap menjadi daya tarik utama bagi investor yang memburu pendapatan dividen.

Dengan kombinasi pendapatan yang tumbuh, likuiditas yang kuat, namun profitabilitas yang tertekan, BRI berada pada fase yang memerlukan keseimbangan strategi. Bagi investor jangka panjang, fundamental BRI yang kokoh dan imbal dividen tinggi masih menjadi alasan kuat untuk bertahan. 

Namun, volatilitas harga dan tren penurunan laba bersih menjadi faktor yang patut dicermati secara seksama dalam jangka pendek.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79