KABARBURSA.COM– Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan komitmennya untuk mendorong perusahaan-perusahaan yang akan melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) agar mempersiapkan diri secara optimal, tidak hanya demi kesuksesan saat pencatatan perdana, tetapi juga untuk keberlanjutan jangka panjang sebagai perusahaan terbuka.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan bahwa menjadi perusahaan tercatat di Bursa merupakan keputusan strategis yang idealnya dilakukan satu kali selama perjalanan bisnis sebuah entitas.
“Kami sangat menghargai perusahaan yang mempersiapkan proses IPO dengan optimal,” ujarnya melalui keterangan tertulis pada Rabu, 2 Juli 2025.
Merujuk data BEI hingga 20 Juni 2025, tercatat 14 aksi IPO di pasar modal sepanjang semester I tahun ini. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 25 IPO.
Sepanjang 2024, total ada 41 perusahaan yang resmi melantai di Bursa. Penurunan ini kemudian memunculkan pertanyaan mengenai kemungkinan adanya pengetatan dari sisi regulator dalam proses pencatatan perdana saham.
Menanggapi hal tersebut, Nyoman menegaskan bahwa proses evaluasi atas dokumen pendaftaran efek dilakukan secara konsisten mengacu pada standar evaluasi dan regulasi yang berlaku.
Evaluasi tidak hanya menyangkut aspek formal seperti pemenuhan persyaratan administratif, tetapi juga mencakup aspek non-formal seperti keberlanjutan usaha (going concern), kualitas manajemen, serta kesiapan jangka panjang sebagai perusahaan terbuka. BEI tidak menerapkan kebijakan pengetatan khusus, tetapi tetap menempatkan kualitas dan kesiapan perusahaan sebagai faktor kunci dalam proses penilaian.
“Kami mendorong perusahaan untuk memiliki kesiapan IPO yang baik untuk kesuksesan baik pada saat IPO maupun setelah IPO, meski persiapan ini membutuhkan waktu yang sedikit lebih panjang,” ujar Nyoman.
Ia menambahkan bahwa setiap pengajuan IPO memiliki karakteristik dan tahapan yang berbeda, sehingga tidak seluruhnya dapat langsung terealisasi. Sebagian besar dari yang tidak jadi melantai di Bursa umumnya menunda prosesnya karena pertimbangan internal, termasuk kesiapan dokumen dan strategi bisnis, bukan karena ditolak oleh regulator.
Sebagai bagian dari strategi untuk menjaring lebih banyak perusahaan IPO pada tahun ini, BEI terus mengintensifkan kegiatan edukasi dan pengembangan. Upaya ini dilakukan melalui unit kerja khusus yang secara aktif mendampingi perusahaan dari berbagai latar belakang—baik swasta, BUMN, maupun BUMD—dalam proses transformasi menuju perusahaan terbuka.
Pendampingan yang diberikan mencakup berbagai inisiatif seperti workshop go public, coaching clinic, pertemuan satu lawan satu (one-on-one meeting), hingga acara jejaring (networking event) yang mempertemukan calon emiten dengan para profesional pendukung pasar modal. Inisiatif-inisiatif tersebut bertujuan memperluas akses informasi dan mempercepat perusahaan dalam membangun kesiapan menuju IPO.
Lebih lanjut, BEI saat ini tengah menyusun kajian strategis mengenai IPO yang melibatkan beragam pemangku kepentingan sebagai narasumber. Proses kajian ini menggandeng grup usaha besar, perusahaan potensial IPO, investor institusi maupun ritel, serta lembaga pemerintah. Tujuannya adalah untuk memahami lebih dalam minat perusahaan berskala besar terhadap IPO, mengidentifikasi tantangan dan ekspektasi pelaku usaha, serta menyusun rekomendasi untuk perbaikan regulasi dan penguatan infrastruktur pasar.
Melalui pendekatan edukatif, pendampingan langsung, serta penyusunan kebijakan berbasis kajian strategis, BEI berharap dapat menciptakan ekosistem pasar modal yang lebih inklusif, efisien, dan berkelanjutan.(*)