KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan tanggapan mengenai penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merosot sepekan terakhir.
Bahkan hari ini Jumat, 28 Februari 2025 IHSG menyentuh level 6.300, 14 pada pukul 13.52 WIB atau turun 2,86 persen minus 185,30 poin. Penurunan sebersar 4,67 persen dalam periode perdagangan 21 hingga 27 Februari 2025.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengatakan bahwa pergerakan indeks dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik global, domestik, maupun kondisi masing-masing perusahaan yang tercatat di bursa.
"Di IHSG itu bukan hanya satu penyebab, tapi banyak faktor yang mempengaruhi. Kita lihat dari tiga hal, yaitu bagaimana kondisi global, bagaimana domestik, dan bagaimana korporasi sendiri," kata Iman di Gedung BEI, Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025.
Menurut dia, salah satu faktor utama yakni global yang menekan IHSG adalah ketidakpastian terkait perang tarif Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Investor global saat ini cenderung memilih aset yang lebih aman, dengan sekitar 70 persen dana beralih ke Amerika Serikat (AS).
"Kalau dulu 70 domestik dan retail, sekarang ini begitu retail mulai keluar, domestik makin terbebani. Ini yang terjadi sekarang," tutur dia.
Selain itu, laporan keuangan emiten juga menjadi faktor penting. Beberapa emiten mencatatkan kenaikan laba, tetapi hasilnya masih di bawah ekspektasi analis.
Tingginya aksi jual investor asing turut memperburuk kondisi pasar. Hingga 27 Februari, aksi jual bersih asing (net foreign sell) sudah mencapai hampir Rp19 triliun secara year-to-date (ytd).
"Tahun lalu kita positif Rp74 triliun, tapi di kuartal IV mulai net sell. Sekarang dari Januari sampai Februari sudah net sell hampir Rp19 triliun. Jadi ini tekanan yang cukup besar," jelasnya.
Iman menegaskan bahwa BEI tidak tinggal diam dan terus berupaya meningkatkan kepercayaan pasar. Dalam waktu dekat pihaknya akan segera mengambil langkah melakukan pembahasan dengan stakeholder terkait guna memperbaiki sentimen pasar.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan saat ini investor IHSG 70 persen dikuasai oleh domestik dari nilai transaksi harian. "Kami harapkan meningkat terus," tutur dia.
Menurut Jeffrey langkah agar dampak pemelahan IHSG ini tidak berdampak signifikan yakni dengan menguatkan investor domestik.
"Untuk mencegah dampak dari fluktuasi pasar kita yakni terus memperkuat basis investor domestik kita (Indonesia). Dengan kuatnya basis investor domestik, kami yakini dari waktu ke waktu pasar Indonesia akan semakin kuat, akan lebih stabil," tutur dia.
IHSG Masih Tertekan
IHSG) dibuka melemah sebesar 1,05 persen atau turun 68 poin ke level 6.417 pada sesi I perdagangan Jumat, 28 Februari 2025.
Merujuk data perdagangan RTI Business, Volume perdagangan dibuka sebesar Rp401.742 juta, sedangkan transaksi Rp416.722 miliar dengan frekuensi perdangan senilai 28,773.
Seiring dengan melemahnya IHSG, sebanyak 172 saham berada di zona merah, 111 saham menguat, dan 208 saham mengalami stagnan.
Sementara mengutip Stockbit, TAPG menjadi saham dengan kenaikan terbesar, menguat 11,69 persen ke level 860. Disusul oleh LABA yang naik 10,88 persen ke harga 326, serta NAYZ yang mengalami lonjakan 9,76 persen ke 90.
Saham lainnya yang juga mencatatkan kenaikan signifikan adalah LIVE dan RONY, yang masing-masing naik 9,09 persen dan 8,70 persen.
Sebaliknya, daftar top loser dipimpin oleh LION yang anjlok 17,78 persen ke level 555. Saham OBAT juga mengalami tekanan besar, turun 15,44 persen ke 575.
Saham lain yang mengalami pelemahan tajam adalah GMTD yang turun 12,88 persen, diikuti MSIN yang melemah 12,00 persen, serta BAIK yang turun 10,34 persen.
Adapun Reliance Sekuritas memproyeksikan IHSG hari ini akan bergerak di kisaran support pada level 6,443 dan resistance pada level 6,547 dengan kecenderungan melemah.
"Secara teknikal, candle IHSG berbentuk black spinning top, di bawah MA5 serta Stochastic mengindikasikan akan dead cross pada area oversold. Ini mengartikan IHSG berpeluang besar melanjutkan penurunannya," tulis Reliance dalam risetnya.
Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Sementara itu Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan tekanan pada IHSG saat ini dipengaruhi oleh aksi jual asing, ketidakpastian global, dan faktor domestik.
Meski IHSG saat ini tengah mengalami tekanan besar, Hendra menegaskan masih ada secercah harapan bagi para investor.
"Peluang tetap ada bagi investor yang mampu melihat momentum. Dengan strategi yang tepat dan pendekatan yang disiplin, volatilitas pasar bisa menjadi peluang, bukan ancaman," ujarnya kepada Kabarbursa.com, Jumat, 28 Februari 2025.
Meskipun tekanan jual masih mendominasi, kata dia, kondisi ini juga membuka peluang bagi investor yang jeli dalam mencari saham berfundamental kuat dengan valuasi menarik.
Menurut Hendra, terdapat beberapa saham yang bisa dipertimbangkan untuk akumulasi. Salah satunya yakni EMTK dengan target harga 600, PSAB di level 290, dan ANTM dengan target 1.745.
"Sektor tambang, terutama emas dan nikel, menjadi pilihan defensif di tengah ketidakpastian pasar, mengingat harga komoditas ini cenderung bertahan kuat saat pasar ekuitas melemah," jelasnya.
Dari sisi teknikal, Hendra memandang IHSG saat ini berada dalam tren turun dengan kecenderungan menguji support psikologis di level 6.400. Jika level ini tidak mampu bertahan, lanjutnya, tekanan jual bisa semakin besar.
"Namun, jika muncul sentimen positif, rebound teknikal masih berpotensi terjadi dengan resistance di 6.600. Dalam kondisi seperti ini, strategi terbaik bagi investor adalah tetap selektif dalam memilih saham, menghindari kepanikan, dan fokus pada saham dengan prospek jangka panjang yang kuat," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu Pengamat Pasar Modal, Desmond Wira menyarankan agar para investor tidak perlu panik dengan penurunan IHSG saat ini. Menurutnya, banyak investor cemas dan terburu-buru menjual saham ketika pasar turun tajam.
"Namun, ini sering kali bukan keputusan yang bijak, terutama jika perusahaan yang dimiliki memiliki fundamental yang kuat," ujar dia kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025. (*)