KABARBURSA.COM - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa salah satu pejabat eselon I di Kementeriannya masih menerima bantuan sosial hingga saat ini. Situasi ini terjadi akibat adanya masalah dalam data.
Suharso menjelaskan bahwa meskipun pejabat tersebut menerima bantuan sosial, ia menyalurkan kembali bantuan yang diterima kepada orang yang lebih berhak. Oleh karena itu, Suharso menekankan pentingnya penggunaan sistem data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) untuk memastikan bahwa penerima manfaat lebih tepat sasaran.
Gaji Pegawai Eselon I di Kementerian PPN
Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), besaran gaji pegawai eselon I di Kementerian PPN diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024.
Berdasarkan peraturan tersebut, gaji PNS golongan terendah (golongan I) berkisar antara Rp1.685.700 hingga Rp2.901.400. Sementara itu, gaji untuk PNS dengan golongan tertinggi (golongan IV) berkisar antara Rp3.287.800 hingga Rp6.373.200.
Pegawai eselon I biasanya berada pada golongan IV/c hingga IV/e, tergantung pada tingkat pendidikan dan masa kerja mereka. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh pegawai eselon I berkisar antara Rp3.880.400 hingga Rp6.373.200.
Tunjangan dan Pendapatan Tambahan
Selain gaji pokok, PNS juga berhak menerima berbagai tunjangan, termasuk tunjangan kinerja (tukin).
Di Kementerian PPN, besaran tunjangan kinerja ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2023. Untuk jabatan eselon I yang berada di kelas jabatan tertinggi (kelas 17), tunjangan kinerja yang diterima adalah sebesar Rp33.240.000 per bulan.
Dengan demikian, jika digabungkan dengan gaji pokok, total pendapatan yang diterima oleh pejabat eselon I dapat mencapai Rp37.120.400 hingga Rp39.613.200 per bulan.
Angka tersebut belum termasuk tunjangan lainnya seperti tunjangan makan, tunjangan istri/anak, dan tunjangan melekat lainnya.
Penerimaan bantuan sosial oleh pejabat eselon I di Kementerian PPN menyoroti pentingnya perbaikan dan pemutakhiran data penerima manfaat.
Dengan sistem data yang lebih akurat seperti Regsosek, diharapkan bantuan sosial dapat disalurkan dengan lebih tepat sasaran kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
46 Persen Bansos tidak Tepat Sasaran
Kembali lagi ke Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menyebutkan bahwa 46 persen bansos yang disalurkan ternyata tidak tepat sasaran.
"Dari data yang dievaluasi oleh Bappenas, karena adanya kesalahan eksklusi dan inklusi, sekitar 46 persen dari penerima bantuan sosial tidak tepat sasaran," ungkap Suharso dalam acara Peluncuran Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek): Wujudkan Satu Data Menuju Indonesia Emas 2045 di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Juni 2024.
Suharso menjelaskan bahwa tingginya jumlah bansos yang salah sasaran disebabkan oleh buruknya pendataan penerima.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan sistem Data Registrasi Sosial dan Ekonomi (Regsosek) yang akan menjadi basis data penerima bansos pemerintah.
Regsosek adalah basis data yang mencakup informasi sosial ekonomi hampir seluruh penduduk Indonesia.
Data Regsosek mengidentifikasi tingkat kesejahteraan penduduk, mulai dari yang termiskin hingga yang paling sejahtera, berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Informasi yang tercakup dalam Regsosek meliputi data kependudukan, geospasial, kondisi perumahan, sanitasi dan air bersih, ketenagakerjaan, aset dan kepemilikan usaha, pendidikan, kesehatan, penyandang disabilitas, dan program perlindungan sosial.
Dengan adanya Regsosek, Suharso berharap jumlah bansos yang salah sasaran bisa ditekan hingga 30 persen pada akhir 2024. Ia berharap pada akhirnya semua bansos yang disalurkan oleh pemerintah akan sepenuhnya mencapai mereka yang berhak.
"Dengan Regsosek ini, diharapkan secara bertahap kesalahan distribusi akan berkurang. Target kita adalah mencapai akurasi 70 persen dan kemudian 100 persen. Data ini akan memastikan bahwa bantuan sosial disalurkan kepada orang yang tepat dan juga menghemat dana pemerintah," tutur Suharso.
BPK sebut Rp208,52 Miliar Dana Bansos belum Dikembalikan
Beberapa waktu lalu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun, mengungkap bahwa ada dana bansos yang belum terpakai dan tersalurkan ke Keluarga Penerima Manfaat (PMK) sebesar Rp208,52 miliar, dan ternyata sampai saat ini belum dikembalikan ke negara.
Hal ini terungkap dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester II 2023 yang memuat sejumlah permasalahan.
"Pada pemeriksaan pengelolaan pendapatan dan belanja kementerian dan lembaga, ditemukan bantuan keluarga penerima manfaat yang tidak bertransaksi. Nilainya mencapai Rp208,52 miliar dan belum dikembalikan ke kas negara,” kata Isma dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa, 4 Juni 2024.
Fakta lainnya adalah, BPK menemukan kelebihan dan potensi kelebihan pembayaran senilai Rp166,27 miliar dan Rp2,48 miliar. Nilai ini merupakan hasil dari pelaksanaan belanja modal 2022 dan semester pertama 2023 yang tidak sesuai ketentuan.
Lebih lanjut, dari IHPS semester II 2023, ada 651 laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari satu LHP keuangan, 288 LHP kinerja, dan 362 LHP dengan tujuan tertentu (DTT). IHPS ini berasal dari hasil pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK dari 2005 hingga 2023 dengan tindak lanjut sesuai rekomendasi BPK sebesar 78,2 persen.
Kemudian, untuk hasil pemeriksaan pada periode RPJMN 2020 hingga tahun lalu, tindak lanjut yang telah sesuai rekomendasi baru mencapai 52,9 persen. Dari tindak lanjut atas rekomendasi ini, BPK telah melakukan penyelamatan uang dan asen negara yang jumlahnya mencapai Rp136,88 triliun (2005-2023).
"Atas hasil pemeriksaan 2005 hingga 2023 senilai Rp138,88 triliun, di mana Rp21,87 triliun di antaranya adalah hasil pemeriksaan periode RPJMN 2020-2023," urai Isma.
25 Ribu Warga DKI tak Layak Terima Bansos
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa ada 25.000 warga yang tidak layak menerima bantuan sosial (Bansos), Pemenuhan Kebutuhan Dasar (PKD) Kartu Lansia Jakarta (KLJ), Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ), dan Kartu Anak Jakarta (KAJ).
Diakui Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari, data tersebut dipengaruhi oleh Nilai Jual Objek Pajak penerima bantuan yang mencapai Rp1 miliar.
“Setelah melakukan cek dan crosscheck, diketahui sebanyak 25.185 warga Jakarta tidak layak menerima bansos lantaran orang mampu. Mereka punya mobil, NJOP di atas Rp1 miliar, serta tidak sesuai dengan pemadanan data pada web service Kependudukan Kemendagri, Kemensos RI, dan Warga Binaan Sosial Panti Sosial,” kata Premi.
Peninjauan ini merupakan langkah Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sosial untuk meningkatkan ketepatan dan kelayakan data sasaran penerima bansos dengan melakukan sejumlah tahapan pembersihan dan pemadanan data calon penerima bansos PKD.
“Ada empat tahapan yang kami lakukan dalam cek data ini. Pertama, Dinas Sosial akan memadankan data calon penerima bansos PKD dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) berstatus layak pada sistem Kementerian Sosial RI. Kedua, memadankan data melalui web service Kependudukan Kemendagri untuk mendapatkan status meninggal dunia dan pindah ke luar Jakarta,” jelas Isma.
Ketiga, lanjut dia, pemadanan dengan data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta untuk mengetahui kepemilikan aset, seperti kepemilikan kendaraan mobil dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di atas Rp1 miliar. Dan keempat, melakukan pemadanan dengan data Warga Binaan Sosial (WBS) panti sosial.
"Dalam menentukan prioritas penerima bantuan sosial tersebut, kami memadankan data calon penerima dengan data registrasi sosial ekonomi (Regsosek) untuk mendapatkan status peringkat kesejahteraan dalam bentuk desil," jelas dia.
Setelah seluruh proses selesai, penerima bansos eksisting (desil 1-4) yang dinyatakan masih layak berdasarkan hasil padanan tersebut, ditetapkan kembali sebagai penerima bansos dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang Penerima Bantuan Sosial Pemenuhan Kebutuhan Dasar tahap 1 2024. Dalam hal ini, ada sebanyak 63.698 warga penerima bansos eksisting yang terdiri dari 53.790 penerima KLJ, 6.626 penerima KPDJ, dan 3.363 penerima KAJ.
Sayangnya, ada 972 calon penerima bansos tahap pertama yang belum dapat dinyatakan sebagai layak menerima bantuan. Mereka terdiri dari KLJ sebanyak 696 orang, KPDJ 93 orang, dan KAJ 183 orang. Alasannya, mereka terindikasi tidak memenuhi kelayakan dalam padanan data Kemensos RI, WBS panti sosial, Bapenda, dan web service Kependudukan Kemendagri.
"Saat ini masih dalam proses verifikasi dan inventarisasi data dokumen sanggahan. Sementara, data penerima bantuan sosial yang dipastikan dicoret karena tidak memenuhi syarat sebanyak 535 orang, terdiri dari KLJ sebanyak 498 orang, KPDJ 34 orang, dan KAJ tiga orang," urainya.
Dinsos DKI Jakarta juga sudah memverifikasi ke lapangan untuk melihat langsung kondisi penerima bansos PKD eksisting maupun calon penerima baru di luar desil 1-4, non-desil, dan desil 1-4, yang terindikasi tidak layak berdasarkan padanan data.
Adapun verifikasi dilakukan pada 27 Februari hingga 2 Mei 2024 dengan total jumlah data yang diverifikasi sebanyak 155.554 jiwa. (*)