KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa harga beras menjadi penyumbang utama deflasi bulan Mei 2024 karena mengalami penurunan signifikan pada bulan tersebut. Dalam data inflasi tahunan, inflasi beras juga terus menurun selama tiga bulan terakhir.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa pada Mei 2023, beras mengalami deflasi sebesar 3,59 persen dengan kontribusi deflasi inti sebesar 0,15 persen. “Pada Mei 2024, beras kembali mengalami deflasi sebesar 3,59 persen, dan memberikan andil deflasi sebesar 0,15 persen,” kata dia dalam konferensi pers, Senin, 3 Juni 2024.
Amalia menjelaskan bahwa meskipun produksi beras mulai menurun, stok yang masih cukup memadai menyebabkan deflasi beras tetap terjadi. "Sebanyak 29 provinsi mengalami deflasi beras, 1 provinsi stabil, dan 8 provinsi mengalami inflasi beras," jelasnya.
Sebagai informasi, BPS mencatat perekonomian Indonesia mengalami deflasi 0,03 persen pada Mei 2024, dengan inflasi tahunan yang mencapai 2,84 persen (year on year/yoy) dan inflasi tahun kalender 1,16 persen (year to date/ytd).
Adapun sumbangsih harga bergejolak pada inflasi sebesar 8,14 persen dengan andil inflasi tahun sebesar 1,30 persen. Komoditas yang masih menyumbang pada komponen harga bergejolak yakni beras, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras.
BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,03 persen pada Mei 2024, dengan inflasi tahunan mencapai 2,84 persen (yoy) dan inflasi tahun kalender 1,16 persen (ytd).
Sumbangan harga bergejolak terhadap inflasi sebesar 8,14 persen dengan andil inflasi tahunan sebesar 1,30 persen. Beberapa komoditas yang masih berkontribusi terhadap komponen harga bergejolak meliputi beras, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras.
Inflasi dalam tiga bulan terakhir menunjukkan penurunan secara tahunan. Penurunan tekanan inflasi ini berdampak pada penurunan andil inflasi beras dari 0,74 persen pada Maret, menjadi 0,43 persen pada Mei 2024. "Andil inflasi beras menurun dari 0,74 persen pada Maret 2024, menjadi 0,59 persen pada April 2024, dan akhirnya menjadi 0,43 persen pada Mei 2024," ungkap Amalia.
Harga gabah pada Mei 2024 juga menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Gabah kering panen (GKP) mengalami penurunan harga sebesar 2,73 persen secara bulanan, namun naik 4,64 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Gabah kering giling turun sebesar 4,0 persen secara month-to-month dan naik sebesar 8,40 persen secara year-on-year," tambahnya.
Rata-rata harga beras di penggilingan pada Mei 2024 turun sebesar 4,41 persen secara month-to-month, namun naik sebesar 10,71 persen secara yoy. Selain beras, kelompok transportasi menjadi penyumbang deflasi terbesar kedua bulan ini, dengan deflasi tercatat sebesar 0,38 persen.
Amalia menilai penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan harga komoditas tarif pengangkutan kota, tarif angkutan dan tarif kereta api. Menurutnya, hal ini menjadi fenomena yang wajar terjadi setelah momen Lebaran pada April 2024.
Adapun dalam catatan, komoditas tarif angkutan antarkota dan komoditas tarif kereta api mengalami deflasi terdalam sejak Januari 2021.
“Komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi secara bulanan yaitu tarif angkutan antarkota sebesar 0,03 persen, tarif angkutan udara sebesar 0,02 persen, dan tarif kereta api sebesar 0,01 persen,” ujarnya.
Provinsi Alami Deflasi
Meskipun ekonomi Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,03 persen di bulan Mei, mayoritas provinsi di Indonesia justru mengalami inflasi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari 38 provinsi, sebanyak 24 provinsi mengalami inflasi pada Mei 2024, sementara 14 provinsi mengalami deflasi.
Amalia menyampaikan bahwa inflasi tertinggi terjadi di Papua Selatan, mencapai 2 persen sepanjang Mei 2024. “Sementara deflasi terdalam terjadi di Banten sebesar 0,52 persen,” ujarnya.
Bila dilihat berdasarkan wilayah, inflasi tertinggi di Sumatra terjadi di Sumatra Barat sebesar 0,51 persen, sedangkan deflasi terdalam di Kepulauan Babel sebesar 0,32 persen.
Di Kalimantan, inflasi tertinggi terjadi di Kalimantan Tengah sebesar 0,22 persen, dan deflasi terdalam terjadi di Kalimantan Selatan sebesar 0,01 persen.
Untuk wilayah Sulawesi, inflasi tertinggi terjadi di Gorontalo sebesar 0,30 persen, sementara deflasi terdalam di Sulawesi Selatan sebesar 0,10 persen.
Di Jawa, inflasi tertinggi terjadi di Yogyakarta sebesar 0,08 persen, dan deflasi terdalam kembali terjadi di Banten sebesar 0,52 persen.
Wilayah Bali Nusa Tenggara mencatat inflasi tertinggi di Bali sebesar 0,10 persen, dengan deflasi terdalam di Nusa Tenggara Barat sebesar 0,41 persen.
Terakhir, di wilayah Maluku Papua, inflasi tertinggi terjadi di Papua Selatan sebesar 2 persen, sedangkan inflasi terendah di Papua Barat Daya sebesar 0,09 persen
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan deflasi sebesar 0,03 persen pada Mei 2024 jika dibanding dengan IHK bulan sebelumnya (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan mencapai 2,84 persen (yoy) dan inflasi tahun kalender 1,16 persen (ytd). (yub/*)