KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Selasa, 4 Februari 2025, dengan kenaikan sebesar 43 poin atau 0,62 persen ke level 7.073. Sepanjang sesi, IHSG bergerak stabil di zona hijau dengan rentang pergerakan antara 7.037 hingga 7.125.
Berdasarkan data RTI Business, volume perdagangan mencapai 26,97 miliar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp10,45 triliun. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 1.325.259 kali. Secara keseluruhan, 321 saham mengalami kenaikan, 257 saham melemah, dan 221 saham stagnan.
Di sisi lain, indeks LQ45 justru melemah 0,18 persen. Saham dengan koreksi terdalam dalam indeks ini adalah PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) yang turun 3,70 persen, serta PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang melemah 3,52 persen.
Saham yang mencatatkan kenaikan tertinggi atau top gainer pada perdagangan hari ini adalah PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) dan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR), yang sama-sama melonjak 34,62 persen. Selanjutnya, PT Golden Flower Tbk (POLU) naik 25 persen, PT Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA) menguat 24,83 persen, dan PT Tirta Mahakam Resources Tbk (TIRA) naik 24,79 persen.
Sementara itu, saham dengan koreksi terdalam atau top loser dipimpin oleh PT Ifishdeco Tbk (IFSH) yang anjlok 25 persen. Kemudian, PT Lucas Djaja Group Tbk (OBAT) turun 24,75 persen, PT Lionmesh Prima Tbk (LION) terkoreksi 24,71 persen, PT Koka Indonesia Tbk (KOKA) melemah 15,45 persen, dan PT Vastland Indonesia Tbk (VAST) turun 9,64 persen.
Dari sisi sektoral, mayoritas sektor mencatatkan penguatan. Namun, sektor keuangan menjadi satu-satunya yang mengalami pelemahan dengan koreksi 0,44 persen.
IHSG Masih Berpotensi Rebound
Sebelumnya, IHSG memang diprediksi rebound setelah mengalami pelemahan pada perdangan Senin, 3 Februari 2025. Seperti diketahui, IHSG pada perdagangan Senin kemarin ditutup melemah dengan penurunan 79,14 poin atau -1,11 persen ke level 7.030,06.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan pelemahan IHSG tersebut dipicu oleh sentimen global dan domestik yang melemahkan kepercayaan investor.
Salah satu sentimennya ialah kebijakan perdagangan agresif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang kembali memanaskan tensi global setelah menaikkan tarif impor 25 persen untuk Kanada dan Meksiko, 10 persen untuk China, serta pajak tambahan 10 persen untuk impor minyak dari Kanada.
“Kebijakan ini langsung dibalas dengan tarif serupa dari negara-negara yang terdampak, memperburuk ketidakpastian pasar,” kata Hendra dalam keterangannya kepada Kabarbursa.com di Jakarta dikutip, Selasa, 4 Februari 2025.
Dampaknya dari kebijakan tersebut, lanjut Hendra, membuat indeks dolar AS (DXY) melonjak ke 109,7, Nasdaq futures turun 2,35 persen, S&P 500 futures melemah 1,8 persen, dan indeks Nikkei Jepang anjlok 2,4 persen.
Menurut dia, sentimen negatif ini turut menyeret IHSG ke bawah, diperburuk oleh risiko capital outflow akibat pelemahan rupiah yang turun 0,99 persen terhadap dolar AS.
“Meningkatkan beban utang emiten berdenominasi USD dan mendorong investor asing mencatat net sell sebesar Rp288 miliar,” jelasnya.
Namun di tengah tekanan pasar yang masih tinggi, Hendra optimis IHSG masih berpotensi rebound dengan level support di 6.956 dan resistance di 7.113.
Jika tekanan jual mereda dan sentimen global tidak semakin memburuk, jelas dia, indeks berpotensi menguji kembali level resistance tersebut.
Lebih jauh dia menilai, arus masuk dana asing ke saham big caps seperti BBRI dan BBNI juga menunjukkan bahwa investor masih melihat prospek positif di pasar Indonesia.
“Laporan keuangan kuartal I 2025 akan menjadi katalis penting dalam menentukan arah pasar,” pungkasnya.
IHSG Loyo hampir Sepekan
Analis sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beberapa hari terakhir ini lantaran bayang-bayang ketidakpastian akibat faktor eksternal yang mendominasi sentimen pasar.
“Disini kalau saya akui bahwasannya sentiment trade war 2.0 ini merupakan sentimen yang paling krusial yang menyebabkan Gross Settlement Date (GSD) mengalami kinerja negatif secara signifikan di hari ini,” kata Nafan kepada Kabarbursa.com di Jakarta pada Selasa, 4 Januari 2025.
Salah satu faktor yang paling krusial adalah sentimen terkait trade war 2.0, yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang langsung mengimplementasikan kenaikan tarif sekitar 25 persen terhadap barang-barang impor dari Kanada dan Meksiko serta tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap barang-barang impor dari Tiongkok.
IHSG perdagangan hari ini, Selasa, 4 Februari 2025, dengan mencatatkan penguatan tipis sebesar 39,51 poin atau 0,56 persen, berada di level 7.069,57. Sebelumnya, pada penutupan perdagangan Senin, 3 Februari 2025, IHSG melemah ke level 7.030,00 poin. Angka itu masih tergolong cukup kecil karena IHSG sempat berada di level 7.200-an di awal 2025.
Menurut Nafan, kebijakan Trump telah memicu respons retaliation dari negara-negara terkait dan memperburuk sentimen pasar global.
Terkait dengan perkembangan domestik, Nafan menjelaskan, meskipun ada tekanan dari faktor eksternal, pasar Indonesia masih memiliki sentimen positif.
“Sebenarnya ada data positif seperti PMI manufaktur Indonesia yang pada Januari ini masih ekspansif, tercatat di angka 51,9. Bahkan, inflasi kita (Indonesia) pada Januari yang tercatat 0,76 persen ini, ternyata sudah berada di bawah batas bawah dari target inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu 2,5 persen kurang lebih 1 persen,” ujar Nafan.
Menurut dia, hal ini mencerminkan bahwa ekonomi domestik Indonesia masih dapat menjaga stabilitas meskipun tantangan dari luar masih membayangi.
Sebelumnya, pada Sabtu, 1 Februari 2025 lalu, Trump mengumumkan rencana penerapan tarif impor baru, yaitu sebesar 25 persen untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko, serta tambahan tarif 10 persen untuk produk-produk dari China, yang mulai berlaku pada hari ini. Trump menegaskan bahwa tarif ini akan tetap berlaku hingga masalah peredaran narkoba dari ketiga negara tersebut ke AS dapat dihentikan.
Secara rinci, Trump memutuskan untuk mengenakan tarif 25 persen pada produk minyak dari Meksiko dan tarif 10 persen untuk minyak dari Kanada. Tarif energi dari Kanada ditetapkan lebih rendah setelah mempertimbangkan dampaknya pada kilang minyak di AS dan negara-negara bagian di Midwest.
Trump juga memberi sinyal kemungkinan adanya tarif tambahan untuk produk migas pada pertengahan Februari 2025, meskipun belum ada rincian lebih lanjut. Sebelumnya, pada Kamis, 30 Januari 2025 lalu, Trump menyatakan bahwa keputusan mengenai tarif untuk komoditas migas masih dalam pembahasan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.