Logo
>

BI Rate 6,25 Persen dan Nasib Pejuang KPR Kian Berat

Ditulis oleh KabarBursa.com
BI Rate 6,25 Persen dan Nasib Pejuang KPR Kian Berat

KABARBURSA.COM - Kenaikan BI rate ke level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, atau sejak 2016, menjadi kabar buruk bagi para nasabah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang telah memilih masa bunga mengambang alias floating rate. Kenaikan bunga acuan bisa mempengaruhi kebijakan bunga perbankan sebagai efek berantai dari lonjakan suku bunga di pasar uang antar bank dan surat utang, yang mengerek biaya dana (cost of fund).

Dampaknya terhadap bunga kredit perbankan mungkin akan berbeda bergantung pada kondisi likuiditas masing-masing bank dan kebijakan penyaluran kredit. Bank dengan likuiditas lebih ketat mungkin akan lebih cepat mengalihkan kenaikan bunga acuan ke suku bunga kredit untuk konsumen.

Sementara bank dengan likuiditas lebih longgar dan biaya dana yang lebih murah mungkin tidak segera menaikkan tingkat floating rate bagi nasabah mereka.

Menurut kajian terbaru Bank Indonesia, kondisi likuiditas perbankan tercermin dari rasio AL/DPK pada Maret yang mencapai 27,18 persen, sedikit lebih rendah dari posisi Februari di 27,41 persen.

Sementara rasio penyaluran kredit, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan pada Februari mencapai 84,05 persen. Bank menengah, KBMI 3, yang memiliki modal inti antara Rp14 triliun hingga Rp70 triliun, mencatat LDR tertinggi di angka 88,6 persen, tertinggi dibanding kelompok bank lainnya.

Bank dengan kondisi likuiditas yang rentan mungkin akan menaikkan bunga simpanan untuk menarik lebih banyak dana nasabah, sehingga memiliki amunisi yang cukup untuk menyalurkan kredit. Hal ini kemungkinan akan diikuti dengan kenaikan bunga pinjaman agar bank masih dapat meraup keuntungan dengan menjaga selisih antara cost of fund dan harga pinjaman yang diberikan.

Kenaikan BI rate ke 6,25 persen juga akan menyebabkan suku bunga pasar uang antar bank naik. Saat ini, PUAB O/N berada di 5,95 persen, sedangkan PUAB satu minggu dan satu bulan masing-masing sudah bergerak ke 6,5 persen dan 6,89 persen. Yield SBN 10Y juga semakin tinggi, mencapai 7,02 persen, 15Y ke 7,12 persen, dan 30Y ke 7,086 persen.

Bagi nasabah KPR, terutama yang telah memilih periode bunga mengambang, kenaikan bunga acuan membuka potensi kenaikan bunga KPR yang akan meningkatkan beban cicilan. Hal ini tentu merupakan kabar buruk bagi rumah tangga yang telah merasakan tekanan daya beli akibat lonjakan harga pangan dalam setahun terakhir.

Kabar kenaikan BI Rate juga semakin pahit menilik tendensi perbankan di Tanah Air yang lebih responsif menaikkan bunga kredit ketika bunga acuan naik, ketimbang menurunkannya di kala bunga acuan turun.

Bunga KPR perbankan saat ini dipatok beragam. Secara umum, tingkat bunga kredit konsumsi, termasuk KPR, kredit multiguna dan kredit konsumsi lain, per Februari 2024 masih stabil di kisaran 10,19 persen. Sedangkan tingkat bunga kredit baru pada Maret terpantau turun 30 bps dari 10,09 persen menjadi 9,79 persen walaupun masih ada kenaikan bila melihat pergerakan tiga bulan terakhir.

Sampai asesmen terbaru Bank Indonesia yang dipublikasikan kemarin, suku bunga dasar kredit (SBDK) pada Februari masih mencatatkan kenaikan meski kecil, sebesar 2 bps, ke 8,83 persen, dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan SBDK terutama terjadi di kelompok bank daerah dan bank asing masing-masing ke 9,37 persen dan 6,84 persen. Sedangkan kelompok bank pelat merah, SBDK masih stabil di 8,74 persen dan bank swasta nasional di 8,88 persen.

Masih naiknya SBDK bisa dibaca sebagai belum berakhirnya dampak kenaikan BI rate pada Oktober lalu. Alhasil, dengan kini BI Rate kembali naik setelah lima bulan ditahan, efek kenaikan masih akan berlanjut ke depan.

SBDK merupakan tingkat bunga yang digunakan sebagai dasar penetapan bunga kredit bank bagi nasabah. SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besar kecilnya bergantung pada penilaian bank atas risiko masing-masing debitur kredit/nasabah penerima kredit.

Jadi, ketika sebuah bank memiliki SBDK 6 persen, belum tentu tingkat bunga yang dikenakan ke nasabah juga di level itu. Ketika ditambah premi risiko dan margin keuntungan bank, bisa jadi suku bunga kredit yang final dikenakan ke nasabah mencapai 12 persen.

"Divergensi SBDK antarkelompok bank disebabkan beberapa faktor, antara lain masih berlanjutnya kenaikan biaya dana pada kelompok daerah dan bank asing," jelas BI dalam asesmen yang dipublikasikan Rabu 24 April 2024.

Langkah BI menaikkan bunga acuan pada Oktober ke 6 persen, lima bulan lalu, masih berimbas pada pergerakan harga pokok dana untuk kredit (HPDK) alias cost of fund yang merupakan salah satu komponen penyusun SBDK. Biaya dana mencatat tren kenaikan terutama di kelompok bank asing dan daerah, sementara bank swasta dan BUMN terpantau mulai turun.

"Dinamika HPDK ini mencerminkan proses transmisi kenaikan suku bunga kebijakan (BI Rate) selama periode Agustus 2022 hingga Oktober 2023 ke suku bunga dana perbankan, dengan prakiraan dampak tunda dalam kisaran 3 bulan," kata BI.

Efek BI Rate ke Cicilan KPR

Bagi nasabah KPR saat ini yang sudah memasuki periode floating rate, ada potensi bunga kredit pinjaman rumah akan dinaikkan oleh bank. Berapa besar kenaikan akan bergantung pada asesmen bank terhadap risiko masing-masing debitur. Kenaikan bunga kredit terlalu banyak juga berbahaya bagi bank karena bisa memicu kredit bermasalah.

Sebaliknya, tidak menaikkan bunga kredit mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan bank. Bank yang efisien bisa lebih leluasa menjaga marjin tanpa harus menaikkan bunga kredit.

Di perbankan di Tanah Air saat ini, bunga KPR floating terendah ada di kisaran 11 persen. Beberapa bank ada yang mematok bunga mengambang untuk KPR hingga ke kisaran 14 persen. Sebagian lagi mematoknya dengan acuan bunga LPS + 6 persen. Bunga LPS saat ini masih ditahan di 4,25 persen untuk simpanan rupiah berlaku sampai Mei nanti.

Seberapa besar dampak ke cicilan KPR bila bunga floating ikut naik karena kenaikan BI Rate terakhir? Berikut simulasinya:

Nasabah KPR dengan nilai utang Rp1 miliar. Tenor utang 20 tahun, dengan masa fixed rate 3 tahun sebesar 6 persen dan sisanya floating rate (asumsi di 11 persen). Kenaikan BI Rate terakhir diasumsikan mengerek bunga floating rate menjadi 13 persen. Maka, cicilan selama 3 tahun pertama adalah Rp7,16 juta per bulan.

Lalu, memasuki periode floating pada tahun ke-empat, cicilan menjadi Rp9,92 juta per bulan, naik lebih dari Rp2 juta. Menghitung kenaikan BI Rate ke bunga KPR, asumsi floating rate ke-13 persen mulai tahun ketujuh, maka cicilannya semakin besar jadi Rp11 juta per bulan, naik lebih dari Rp1 juta per bulan.

Bank biasanya mengevaluasi bunga mengambang tiap enam bulan sekali. Di tengah tekanan inflasi harga pangan yang sudah menembus 10,33 persen pada Maret, kenaikan beban cicilan pinjaman akan semakin membuat keuangan masyarakat terpuruk.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

KabarBursa.com

Redaksi