Logo
>

BI Rate Turun, Angin Segar buat Saham Properti hingga Otomotif

Penurunan suku bunga acuan BI sebesar 25 bps ke 5,50 persen dinilai akomodatif dan berpeluang mendongkrak sektor properti, konsumsi, otomotif, dan pasar saham.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
BI Rate Turun, Angin Segar buat Saham Properti hingga Otomotif
Layar pantau saham di pusat main hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 21 Maret 2025. (Foto: Dok. KabarBursa)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen dinilai sebagai sinyal kebijakan moneter yang akomodatif dan menjadi angin segar bagi pasar saham domestik. 

    Penurunan ini dinilai mampu mendorong ekspansi bisnis, meningkatkan konsumsi masyarakat, dan memperbaiki daya tarik aset berisiko seperti saham di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

    Analis pasar modal dari Traderindo, Wahyu Laksono, menyebut penurunan suku bunga acuan akan memberikan sentimen positif bagi investor. 

    "Biaya pinjaman lebih murah, laba korporasi berpotensi naik, dan investor akan lebih tertarik pada saham dibanding deposito," ujar Wahyu kepada Kabarbursa.com pada Kamis, 17 Juli 2025.

    Menurutnya, beberapa sektor diperkirakan akan paling diuntungkan dari kebijakan ini. Di antaranya sektor properti dan konstruksi yang akan terdorong oleh bunga KPR dan kredit konstruksi yang lebih rendah. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan permintaan terhadap perumahan dan proyek-proyek infrastruktur. Demikian pula sektor otomotif, yang berpotensi mengalami lonjakan penjualan karena kredit kendaraan menjadi lebih murah.

    Sektor lain yang juga mendapatkan angin segar adalah ritel dan konsumsi. Dengan biaya pinjaman yang menurun, daya beli masyarakat bisa meningkat sehingga konsumsi barang dan jasa ikut terdongkrak. Perusahaan manufaktur juga mendapat keuntungan melalui penurunan biaya modal, memungkinkan mereka memperluas kapasitas produksi. 

    Perusahaan dengan beban utang tinggi akan terbantu karena beban bunga pinjaman menurun, berkontribusi langsung pada peningkatan laba bersih mereka.

    Namun, Wahyu menilai tidak semua sektor akan secara langsung merasakan manfaat dari kebijakan ini. Perbankan misalnya, justru berpotensi mengalami tekanan pada net interest margin (NIM) dalam jangka pendek. 

    “Penurunan bunga kredit biasanya lebih cepat dibanding suku bunga deposito, sehingga margin bunga bank bisa menyempit,” tutur dia. 

    Meski demikian, ia menambahkan bahwa peningkatan volume kredit di jangka menengah bisa menyeimbangkan tekanan tersebut.

    Sektor ekspor dan komoditas juga diperkirakan tidak langsung terdampak secara signifikan. Pasalnya, kinerja sektor ini lebih ditentukan oleh harga global dan stabilitas nilai tukar. Apabila penurunan suku bunga tidak diiringi dengan stabilitas rupiah atau terjadi tekanan ekonomi eksternal, maka dampak positif terhadap sektor ini akan terbatas.

    Secara historis, penurunan suku bunga acuan cenderung mendorong penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG). Dalam jangka pendek, pelaku pasar biasanya menyambut positif langkah akomodatif seperti ini, meskipun sentimen tersebut bisa cepat berubah tergantung pada data-data ekonomi berikutnya, seperti inflasi, PDB, hingga kebijakan bank sentral global seperti The Fed.

    Imbal hasil (yield) obligasi juga diperkirakan turun mengikuti arah suku bunga acuan. Dengan bunga acuan yang lebih rendah, instrumen pendapatan tetap yang ada akan semakin diminati, sehingga harga obligasi naik dan yield-nya menurun. Ini turut menurunkan biaya pendanaan bagi pemerintah dan korporasi.

    Penurunan suku bunga ini pun bisa meningkatkan ketertarikan investor asing terhadap aset keuangan Indonesia. Menurut Wahyu, faktor-faktor seperti yield differential terhadap negara maju, prospek pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas rupiah sangat memengaruhi arus modal asing. “Penurunan 25 bps ini bisa menjadi dorongan awal, tapi keberlanjutan capital inflow akan sangat bergantung pada kondisi makro dan global,” katanya.

    Dari sisi strategi portofolio, manajer investasi kemungkinan akan mengambil posisi yang lebih agresif. Penurunan suku bunga mendorong pergeseran dari aset berbasis pendapatan tetap ke saham, khususnya sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga. Portofolio kemungkinan akan menambah porsi saham berkapitalisasi kecil dan menengah yang lebih responsif terhadap perubahan suku bunga. Sementara untuk obligasi, investor masih mungkin mempertahankan surat utang pemerintah untuk jangka waktu panjang karena masih memberikan imbal hasil relatif menarik.

    Meski demikian, Wahyu menilai kebijakan ini belum cukup agresif jika dilihat sebagai satu-satunya upaya untuk mendorong kinerja pasar modal dalam jangka menengah. Menurutnya, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada konsistensi Bank Indonesia ke depan serta respons sektor riil terhadap stimulus ini. Stabilitas inflasi, prospek pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan ekonomi global juga menjadi faktor krusial.

    “Penurunan suku bunga ini langkah positif, tapi belum tentu cukup untuk mendorong pasar modal secara berkelanjutan kalau tidak didukung faktor lain,” ujar Wahyu.

    Ke depan, pelaku pasar akan terus memantau arah kebijakan BI berikutnya serta sinyal dari bank sentral global. Bila tren pelonggaran moneter berlanjut secara konsisten dan didukung oleh perbaikan indikator ekonomi domestik, maka potensi penguatan pasar saham Indonesia akan semakin terbuka.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".