Logo
>

Bukan Industri, CPO tak Bisa Menopang Ekonomi Indonesia

Hal ini lantaran pemerintah lebih fokus pada sektor elite seperti tambang, hilirisasi, dan kendaraan listrik

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Bukan Industri, CPO tak Bisa Menopang Ekonomi Indonesia
Seorang buruh tengah memuat kelapa sawit di sebuah perkebunan di Morowali, Sulawesi Tengah. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pakar ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyoroti peran crude palm oil (CPO) dalam perekonomian nasional. Menurut dia, meskipun CPO masih menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia, sektor ini tidak bisa terus diandalkan untuk menopang ekonomi secara keseluruhan.

    “Selama ini kita mengandalkan ekspor komoditas seperti CPO untuk menarik aliran modal asing, tetapi harga CPO mulai stabil dan cenderung turun. Jika tren ini berlanjut, tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan semakin besar,” kata Wijayanto dalam Dialog Analis di program Bursa Pagi-Pagi, Rabu, 19 Maret 2025.

    Lebih jauh, ia mengkritik cara pemerintah memasukkan CPO sebagai bagian dari industri manufaktur dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Menurutnya, dalam definisi internasional, CPO tetap dikategorikan sebagai bahan mentah, bukan produk manufaktur.

    “Kalau CPO dikeluarkan dari hitungan industri manufaktur, maka deindustrialisasi kita lebih parah lagi,” ujarnya.

    Tren deindustrialisasi yang terus berlangsung ini turut berdampak pada sektor tenaga kerja. Sektor manufaktur yang selama ini menjadi penyerap tenaga kerja utama mengalami penurunan, sehingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pun meningkat. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa klaim dana akibat PHK mencapai lebih dari 200 ribu, tahun lalu, jauh lebih tinggi dibandingkan angka resmi 70 ribu yang diumumkan Kementerian Ketenagakerjaan.

    “Industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar malah kurang diperhatikan. Sebaliknya, pemerintah terlalu fokus pada sektor-sektor elite seperti tambang, hilirisasi, dan kendaraan listrik yang kapital intensif tetapi kurang menyerap tenaga kerja,” ujar Wijayanto.

    Ia juga memperingatkan bahwa Indonesia berisiko mengalami krisis fiskal, mengingat utang negara yang terus melejit. Rasio utang terhadap PDB memang masih berada di kisaran 40 persen, tetapi debt service ratio (DSR) atau rasio pembayaran pokok dan bunga utang terhadap penerimaan negara telah mendekati 50 persen. “Ini sudah lampu kuning mendekati merah, karena standar amannya di bawah 30 persen,” ujar dia.

    Emiten CPO Mulai Terganggu

    Diberitakan di KabarBursa.com sebelumnya, emiten CPO dinilai terdampak akibat penurunan harga referensi (HR) CPO periode Februari 2025. Kondisi ini bisa menyebabkan kinerja emiten di sektor ini terganggu.

    Analis Stocknow.id, Abdul Haq Alfaruqy mengatakan pendapatan emiten CPO berpotensi terpengaruh pascamenurunnya HR CPO.

    "Khususnya pada pendapatan dari penjualan CPO yang mematok harga berdasarkan fluktuasi harga CPO," ujar Abdul kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

    Jika ditarik ke belakang tepatnya pada 2022,  Abdul menerangkan harga CPO sempat menyentuh level tertingginya pada USD1.864/MT, hal ini menyebabkan lonjakan kinerja emiten CPO pada tahun buku 2022. Sehingga jika harga CPO tertekan turun, kemungkinan besar dapat mengakibatkan pendapatan emiten CPO terancam.

    Abdul kembali mengulas kondisi tahun 2022 saat pemerintah melarang ekspor CPO karena tingginya harga minyak goreng. Menurutnya kondisi saat itu direspon negatif oleh para investor.

    "Walaupun harga CPO mengalami lonjakan karena Supply yang berkurang," kata dia.

    HR komoditas minyak kelapa sawit untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), periode Februari 2025 adalah sebesar USD955,44 per metrik ton (MT). Nilai ini turun sebesar USD104,10 atau 9,82 persen dari HR CPO periode 1-31 Januari 2025yang tercatat sebesar USD1.059,54/MT.

    Penetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 123Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDP-KS periode Februari 2025.

    Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, BK CPO periode Februari 2025 merujuk pada Kolom Angka 7 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 124/MT.

    Sementara itu, PECPO periode Februari 2025 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Februari 2025, yaitu sebesar USD71,6581/MT.

    “Saat ini, HRCPO turun mendekati ambang batas sebesarUSD680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BKCPO sebesar USD124/MT dan PECPO sebesar 7,5 persen dari HRCPO Februari 2025, yaitu sebesar USD71,6581/MT untuk periode Februari 2025,” tutur Isy.

    Sumber harga untuk penetapan HR CPO di maksud diperoleh dari rata-rata harga selama periode 25 Desember hingga 24 Januari 2024 pada bursa CPO di Indonesia sebesar USD867,83/MT, bursa CPO di Malaysia sebesar USD1.043,05/MT, dan pasar lelang CPO Rotterdam sebesar USD1.253,90/MT.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.

    Oleh karena itu, harga referensi bersumber dari bursa CPO di Malaysia dan bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD955,44/MT.

    Selain itu, minyak goreng (Refined, Bleached, and Deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat bersih ≤25 kg dikenakan BK USD31/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Kepmendag Nomor 124 Tahun 2025 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤25 Kg.

    Penurunan HR CPO tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu penurunan permintaan terutama dari India dan penurunan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan rapeseed.

    Dasar CPO Dikategorikan Industri Pengolahan

    Minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Indonesia secara resmi termasuk dalam sektor industri pengolahan atau manufaktur. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi minyak dari buah kelapa sawit melibatkan berbagai tahapan industri. 

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri pengolahan menyumbang sekitar 19,25 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2021, di mana industri kelapa sawit menjadi salah satu sektor yang berkontribusi signifikan.  

    Namun, dalam standar global, CPO sering diklasifikasikan sebagai bahan baku atau komoditas primer. Perbedaan klasifikasi ini dapat berpengaruh pada evaluasi tingkat industrialisasi suatu negara. 

    Jika CPO dihitung sebagai bahan mentah, maka kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia berpotensi tampak lebih kecil, yang mengindikasikan adanya tantangan dalam upaya industrialisasi dan hilirisasi industri kelapa sawit. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".