Logo
>

Bursa Asia Bergerak Pelan, Investor Tunggu Drama Tarif Trump

Pasar Asia bergerak hati-hati di tengah ketidakpastian arah tarif baru Trump. Sentimen konsumen AS juga turun tajam.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Bursa Asia Bergerak Pelan, Investor Tunggu Drama Tarif Trump
Aktifitas Papan Pantau di main Hal Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (11/4/2025). Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa Asia membuka pekan ini dengan langkah kecil-kecil. Para investor masih menahan napas, menunggu kejelasan dari negosiasi soal tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Di sisi lain, kontrak berjangka AS justru melemah, sementara harga minyak tak banyak bergerak.

    Di China, meski Beijing sudah jungkir balik menggenjot ekonominya, bursa saham tetap saja loyo. Rupanya, ketidakpastian soal nasib pembicaraan antara Washington dan Beijing masih membuat pasar enggan tancap gas.
    Trump mengaku sedang aktif bernegosiasi dengan pemerintah China soal tarif, tapi pejabat Beijing dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, justru bilang kalau pembicaraan itu belum benar-benar dimulai.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Senin, 28 April 2025, Indeks Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,1 persen ke posisi 21.995,82, sementara Shanghai Composite nyaris tidak bergerak di level 3.294,02. Di Jepang, Nikkei 225 bertambah 0,4 persen ke 35.863,60, dan Kospi Korea Selatan naik 0,1 persen ke 2.549,19.

    Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG membuka perdagangan sesi I hari ini, Senin, 28 April 2025, dengan catatan positif. IHSG tercatat menguat 0,63 persen atau bertambah 42 poin ke level 6.721. Mengacu pada data RTI Business, volume perdagangan saat pembukaan mencapai 359,530 juta lembar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp249,851 miliar.

    Sejalan dengan penguatan indeks, sebanyak 285 saham bergerak di zona hijau. Sementara itu, 56 saham melemah, dan 227 saham lainnya stagnan di posisi awal. Berdasarkan data dari Stockbit, beberapa saham mencatatkan kenaikan harga yang cukup signifikan. PT Mandala Multifinance Tbk. (MFIN) memimpin top gainer dengan lonjakan +22,83 persen ke level 5.650.

    Menyusul di posisi kedua, PT Agro Bahari Nusantara Tbk. (UDNG) naik +9,55 persen ke harga 195, sedangkan PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (NICE) menguat +7,69 persen ke level 336. Adapun PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN) bertengger di peringkat keempat dengan kenaikan +10,68 persen ke posisi 570. PT Boston Furniture Industries Tbk. (SOFA) melengkapi daftar lima besar top gainer setelah naik +8,70 persen ke 50.

    Sementara itu, dari daftar top loser, PT Sarana Mitra Luas Tbk. (SMIL) mencatat pelemahan terdalam, merosot -14,91 persen ke harga 388. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) menyusul dengan penurunan -8,38 persen ke level 875. Di posisi ketiga ada PT Harta Djaya Karya Tbk. (MEJA) yang melemah -9,88 persen ke harga 146. 

    Kemudian, PT Cardig Aero Services Tbk. (CASS) juga terkoreksi -5,13 persen ke level 1.850, diikuti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) yang menutup daftar lima besar top loser dengan penurunan -4,66 persen ke harga 920.

    Di Australia, indeks saham mereka juga juga ikut-ikutan semangat. S&P/ASX 200 melesat 0,8 persen ke 8.028,20. Sementara itu, Taiex Taiwan mencatat kenaikan 0,6 persen.

    Akhir pekan lalu, saham-saham teknologi raksasa membantu Wall Street menutup minggu roller coaster-nya dengan senyuman. Sepanjang minggu itu, pasar digoyang dari ketakutan, lega, lalu balik lagi ke hati-hati — semua gara-gara perang dagang ala Trump. 

    S&P 500 menguat 0,7 persen ke 5.525,21, memperpanjang reli tiga harinya. Kini, indeks ini hanya tinggal 10,1 persen lagi dari rekor tertingginya tahun ini. Lonjakan Nvidia dan saham teknologi lainnya mendorong Nasdaq melesat 1,3 persen ke 17.382,94. Sementara Dow Jones Industrial Average cuma naik tipis 0,1 persen ke 40.113,50.

    Alphabet, induk usaha Google, melonjak 1,7 persen setelah membukukan kenaikan laba 50 persen di kuartal pertama 2025, jauh di atas ekspektasi analis. Nvidia juga menjadi mesin pendorong S&P 500, setelah saham perusahaan chip itu naik 4,3 persen.

    Kenaikan itu membantu menutup luka dari penurunan 6,7 persen di saham Intel, yang walaupun membukukan hasil lebih baik dari perkiraan, tetap harus pasrah dihukum pasar. Intel bilang ada "ketidakpastian yang makin tinggi di industri," dan proyeksi pendapatannya untuk beberapa kuartal ke depan tidak memenuhi ekspektasi analis.

    Walau pekan lalu pasar tampak semangat, apalagi setelah isu Trump mau memecat Gubernur The Fed Jerome Powell mulai mereda dan ada bisik-bisik soal pelunakan sikap Trump terhadap tarif, kenyataannya belum banyak yang berubah.

    "Jangan bohongi diri sendiri," kata Stephen Innes dari SPI Asset Management.
    "Ini bukan pembalikan arah yang bersih. Ini sekadar manajemen harapan. Yang mendorong reli pasar saat ini bukan perubahan kebijakan nyata, tapi cuma persepsi bahwa ketegangan bakal mereda."

    Trump juga bilang dia akan meneken beberapa kesepakatan dagang baru dalam beberapa minggu ke depan. Tapi di sisi lain, dia juga sempat berkelakar bahwa "secara fisik mustahil" untuk menggelar semua pertemuan yang diperlukan.

    Sekitar tiga dari lima saham di S&P 500 malah tenggelam. Salah satunya Eastman Chemical yang anjlok 6,2 persen setelah merilis proyeksi laba musim semi yang lebih rendah dari perkiraan pasar. Semakin banyak perusahaan dari berbagai sektor yang mengeluh, ketidakpastian akibat kebijakan tarif Trump bikin mereka pusing menentukan proyeksi keuangan untuk setahun ke depan.

    Harapan para investor, kalau Trump benar-benar melonggarkan beberapa tarif ketatnya, resesi yang selama ini dikhawatirkan bisa saja dihindari.
    Maklum, banyak yang melihat perang dagang Trump ini sebagai biang keladi ancaman resesi.

    Namun, drama tarif yang hidup-mati itu justru mendorong rumah tangga dan dunia usaha untuk menahan belanja dan membekukan rencana investasi jangka panjang. Soalnya, situasi bisa berubah begitu cepat, kadang-kadang seperti berganti hanya dalam hitungan jam.

    Sebuah laporan pada Jumat lalu menyebutkan bahwa sentimen konsumen di Amerika Serikat anjlok pada April, meski penurunannya tidak sedalam yang diperkirakan ekonom.
    Survei dari Universitas Michigan mencatat, indikator ekspektasi terhadap kondisi masa depan merosot 32 persen sejak Januari—penurunan tiga bulanan paling tajam sejak resesi tahun 1990.

    Sementara itu, dalam transaksi awal Senin, harga minyak mentah patokan AS turun 25 sen menjadi USD63,27 per barel dalam perdagangan elektronik di New York Mercantile Exchange.

    Minyak Brent, patokan internasional, ikut melemah 24 sen ke USD66,04 per barel. Untuk mata uang, dolar AS menguat tipis ke 143,62 yen Jepang dari sebelumnya 143,60 yen. Sedangkan euro sedikit melemah ke USD1,1358 dari USD1,1366.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).