KABARBURSA.COM - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang digagas oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mendapat kritik tajam dari asosiasi pengusaha dan serikat buruh.
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Danang Girindrawardana, menyebut program ini menunjukkan arogansi pemerintah dalam menindas rakyatnya.
"Logika aneh, bagaimana pekerja dapat rumah setelah pensiun di umur 58, dengan besaran iuran tabungan bulanan sekitar Rp125.000," ujar Dhanang, Senin, 3 Juni 2024.
Danang menghitung, dengan gaji UMP, perlu 250 tahun untuk bisa punya rumah sangat sederhana. “Untuk pekerja dengan gaji UMP, perlu 250 tahun untuk bisa punya rumah sangat sederhana," katanya.
Kontroversi Tapera ini muncul karena pemerintah dianggap tidak peka terhadap kondisi ekonomi para pekerja. Dhanang menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera mendapat penolakan yang masif oleh banyak pihak.
“PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dilawan oleh pengusaha, pekerja, buruh, dan masyarakat," ujar Danang.
Menurutnya, negara ini semakin aneh dengan kebijakan yang menambah beban rakyat. "Apa motif pemerintahan Jokowi menindas para buruh dan pekerja dengan tambahan pungutan 3 persen?" tanyanya.
Dhanang menduga pemerintah membutuhkan "subsidi" dari rakyat di tengah kondisi ekonomi yang memburuk. Ia menduga bahwa anggaran negara terkuras oleh Pilpres 2024 sehingga pemerintah mencari cara untuk menutup kekurangan.
"Negara nampaknya butuh subsidi dari rakyat buruh, mungkin untuk menutup kacaunya hutang luar negeri, tambal sulam APBN atau mungkin biaya politik Pilpres 2024," jelas Danang.
Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, Ristadi, juga menyuarakan kekhawatirannya. Ia mengatakan untuk mencapai angka Rp250 juta, pekerja harus bekerja selama 2.000 bulan atau 100 tahun.
“Untuk mengumpulkan Rp250 juta dari potongan Rp150.000, kira-kira pekerja harus bekerja selama 2.000 bulan alias 100 tahun, ini yang kami bingungkan," kata Ristadi.
Ristadi membandingkan skema Tapera dengan sistem di Singapura. Di Singapura, potongan pekerja bisa mencapai 30 persen per bulan, yang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia.
“Jika potongan 30 persen itu pekerja bisa mendapat 100 juta setelah bekerja selama 10 tahun," ujarnya.
Sedangkan di Indonesia, Ristadi mempertanyakan, bagaimana pekerja bisa bertahan jika gaji mereka dipotong sebesar itu. "Rakyat mau makan apa jika gaji mereka dipotong sedemikian besar," ujarnya.
Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSFI), Redma Gita, menambahkan pengusaha juga terbebani oleh program ini. Ia menjelaskan bahwa iuran ini memberatkan pengusaha di tengah kenaikan ongkos produksi.
"Pengusaha harus membayar 0,5 persen iuran karyawan buat Tapera, ini makin memberatkan di tengah kenaikan ongkos produksi," jelas Redma.
Ia juga mengkhawatirkan bahwa kenaikan tarif gas, listrik, dan bahan bakar akan semakin memberatkan iklim usaha.
Skema Tapera yang Diperbarui dalam PP Nomor 21 Tahun 2024
Pemerintah mengeluarkan peraturan terbaru mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) melalui PP Nomor 21 Tahun 2024. Peraturan ini merupakan perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera. Pasal 1 dalam peraturan tersebut mendefinisikan Tapera sebagai penyimpanan periodik yang dilakukan peserta untuk pembiayaan perumahan.
Selain itu, ada opsi bagi peserta untuk mendapatkan kembali simpanannya beserta hasil pemupukan setelah status keanggotaan mereka berakhir.
Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 bertugas mengelola Tapera ini.
Tujuan utama BP Tapera adalah mengumpulkan dan menyediakan dana murah jangka panjang secara berkelanjutan. Dana ini ditujukan untuk pembiayaan perumahan, sehingga peserta dapat memenuhi kebutuhan akan rumah layak dan terjangkau.
BP Tapera juga menunjuk Bank Kustodian, yang terdiri dari dua bank umum, untuk melaksanakan prinsip konvensional dan syariah.
Skema Potong Gaji Tapera
Pasal 15 PP Nomor 21 Tahun 2024 menjelaskan tentang besaran simpanan peserta Tapera. Menurut ketentuan, besaran simpanan adalah 3 persen dari gaji atau upah, baik untuk Peserta Pekerja maupun Peserta Pekerja Mandiri. Bagi Peserta Pekerja, rincian pembayaran adalah 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen oleh pekerja itu sendiri. Sedangkan Peserta Pekerja Mandiri harus membayar seluruh simpanan sebesar 3 persen dari penghasilannya.
Dana Tapera ini akan menjadi dana amanat milik seluruh peserta, yang terdiri dari himpunan simpanan dan hasil pemupukan. Pasal 63 peraturan tersebut menyebutkan bahwa sumber dana Tapera berasal dari berbagai macam sumber. Ini termasuk hasil penghimpunan simpanan peserta, hasil pemupukan, dan hasil pengembalian kredit atau pembiayaan peserta.
Sumber dana lainnya mencakup hasil pengalihan aset Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil yang sebelumnya dikelola oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, ada juga dana wakaf dan dana lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan. (alp/*)