KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menunjukkan kinerja positif di paruh pertama tahun 2024 dengan penyaluran kredit yang ekspansif dan peningkatan kualitas aset. Hingga Juni 2024, BNI berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp727 triliun, naik 11,7 persen secara tahunan (yoy), melampaui target awal perusahaan yang berada di kisaran 9 persen hingga 11 persen.
Pertumbuhan kredit ini terutama didorong oleh segmen korporasi yang menyumbang 55 persen dari total kredit, mencapai Rp403,1 triliun dengan pertumbuhan 18,7 persen yoy. Segmen konsumer juga tumbuh signifikan sebesar 15,1 persen yoy menjadi Rp132,7 triliun, sementara kredit segmen UMKM masih menunjukkan kontraksi.
Selain ekspansi kredit, BNI juga berhasil memperbaiki kualitas asetnya. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) menurun dari 2,5 persen pada Semester I/2023 menjadi 2 persen pada Semester I/2024. Dengan perbaikan kualitas aset ini, BNI mampu mempertahankan kinerja keuangan yang positif, mencatatkan laba setelah pajak tumbuh 3,8 persen yoy menjadi Rp10,69 triliun. Pertumbuhan laba ini didorong oleh pendapatan bunga yang naik 7,8 persen menjadi Rp32,17 triliun dan fee-based income yang melesat 15 persen yoy menjadi Rp10,92 triliun.
Bank BNI juga berhasil mengurangi beban provisi sebesar 22,2 persen yoy menjadi Rp3,51 triliun, menunjukkan efisiensi manajemen yang optimis terhadap prospek suku bunga yang lebih rendah. Namun, beban bunga meningkat signifikan sebesar 41,5 persen menjadi Rp13,10 triliun, menyebabkan pendapatan bunga bersih menurun 7,4 persen yoy menjadi Rp19,07 triliun. Akibatnya, Cost of Fund (CoF) meningkat sebesar 79 basis poin (bps) menjadi 2,8 persen, dan Net Interest Margin (NIM) turun 56 bps menjadi 4 persen. Manajemen kemudian menyesuaikan target NIM tahun ini menjadi ≥ 4 persen, dari sebelumnya ≥ 4,5 persen.
Meskipun demikian, BNI berhasil mempertahankan dominasi dana murah (Current Account Saving Account/CASA) yang mencapai 70,7 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK), meningkat dari 69,6 persen pada semester pertama 2023. Dominasi CASA ini diharapkan dapat mendukung efisiensi biaya dana ke depan, terutama dengan prospek penurunan suku bunga dan perbaikan kondisi makroekonomi.
Transformasi digital juga menjadi fokus BNI, dengan peluncuran aplikasi baru bernama Wondr pada 5 Juli 2024. Sejak diluncurkan, Wondr telah diunduh lebih dari 1,2 juta pengguna dan mencatat frekuensi transaksi dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan aplikasi pendahulunya, BNI Mobile Banking, dengan pengguna aktif mencapai 65 persen.
Dari perspektif valuasi, saham BBNI pada hari ini, 28 Agustus 2024, ihargai dengan Price to Book Value (PBV) sebesar 1,4 kali, yang masih jauh di bawah rata-rata industri sebesar 2,4 kali. Hal ini menunjukkan bahwa saham BBNI masih undervalue atau relatif murah, menjadikannya menarik untuk diperhatikan oleh investor.
Target Saham BBNI
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mencatatkan net income sebesar Rp10,7 triliun pada semester I-2024, mengalami kenaikan 3,8 persen YoY dan melampaui ekspektasi. Nico Laurens, Head of Research Panin Sekuritas, menyebutkan bahwa pertumbuhan ini didorong oleh kinerja kredit yang kuat, stabilnya Net Interest Margin (NIM), serta kontrol credit cost yang baik.
“Kredit tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan, berkat likuiditas yang membaik dan meningkatnya insentif RRR,” ujar Nico.
BNI juga sedang melakukan pengurangan eksposur kredit di segmen Small Medium Enterprise (SME) untuk memperbaiki kualitas kreditnya. Perbaikan likuiditas diperkirakan akan berlanjut, seiring dengan penurunan issuance SRBI dan peluncuran mobile banking baru, Wondr, pada Juli 2024, di mana 69 persen tabungan ritel berasal dari aplikasi mobile.
Nico juga merekomendasikan saham BNI untuk dibeli dengan target harga Rp6.200, didorong oleh pertumbuhan kredit yang positif, perbaikan likuiditas, kualitas kredit yang membaik, dan valuasi yang menarik.
Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI mencapai Rp772 triliun pada Juni 2024, dengan CASA meningkat ke Rp546 triliun dan CASA ratio naik menjadi 70,7 persen. Penurunan cost of fund menjadi 2,72 persen mencerminkan keberhasilan dalam menurunkan biaya dana, didorong oleh peningkatan tabungan ritel yang lebih murah.
Likuiditas juga menunjukkan perbaikan berkat penurunan issuance SRBI menjadi Rp98 triliun dan rate turun ke 7,34 persen.
Saat ini, BNI melakukan restrukturisasi kredit sebesar Rp39 triliun dengan loan at risk menurun ke 12,3 persen. NPL tetap stabil di 2 persen, seiring dengan perbaikan proses penyaluran kredit. Eksposur di segmen SME dikurangi, dengan 12 persen dari Rp80 triliun eksposur kredit dikategorikan sebagai risiko tinggi.
Melalui peluncuran Wondr, diharapkan akan mendorong transaksi dan meningkatkan layanan, termasuk registrasi, transfer grup, remittance same-day, dan layanan tabungan serta investasi melalui aplikasi.(*)