KABARBURSA.COM - Logam mulia paling berharga di dunia, emas, mengalami lonjakan harga mencapai lebih USD2.400 per ounce. Kondisi ini dinilai sebagai respons selama masa gejolak geopolitik dan ekonomi global seperti konflik Rusia–Ukraina dan Israel–Hamas.
Namun kuatnya harga emas menurut para analis terjadi karena ditopang oleh China. Buktinya, bank sentral negara tersebut terus menambah cadangan emasnya. Pada Maret, Bank Rakyat China menambah cadangan emasnya selama 17 bulan berturut-turut.
Tahun lalu, bank tersebut membeli lebih banyak emas dibandingkan bank sentral mana pun di dunia sehingga menambah cadangannya lebih banyak dibandingkan yang telah dilakukannya selama hampir 50 tahun.
Langkah Beijing membeli emas bertujuan mendiversifikasi dana cadangannya dan mengurangi ketergantungannya pada dolar Amerika Serikat (AS). Pengurangan itu telah dilakukan selama lebih dari sedekade. Hasilnya, pada Maret, China memiliki utang AS senilai sekitar USD775 miliar, turun dari sekitar USD1,1 triliun pada 2021.
Di saat yang sama, konsumen China berbondong-bondong beralih ke emas karena kepercayaan mereka terhadap investasi tradisional seperti real estat atau saham melemah.
Seorang warga negara China, Xena Lin, melakukan pembelian rutin emas berukuran gram setiap bulan. Sebagai seorang pekerja administrasi berusia 25 tahun di China selatan, Lin melihat "biji emas" seharga USD80 sebagai alternatif terjangkau untuk memiliki logam mulia tanpa harus menghabiskan banyak uang untuk perhiasan, batangan, atau koin emas.
Pengalaman ini menginspirasinya untuk terus berinvestasi dalam emas, meskipun sebelumnya ia mencoba bermain saham. "Saya masih bekerja keras untuk menabung lebih banyak,” kata Lin.
Bagi Lin, membeli biji emas merupakan hal yang memuaskan, katanya, karena rasanya seperti belanja yang tidak penting, namun sebenarnya dia menginvestasikan uangnya pada sesuatu yang bisa dia sentuh. Dia berkata bahwa akan terus membeli lebih banyak logam itu.
“Harga emas selalu naik dan turun. Tetapi kenaikannya berada dalam kisaran yang dapat saya tanggung, jadi menurut saya tidak apa-apa," tandas Lin.
Salah satu contoh kecil itu membuktikan bahwa China telah memegang kendali besar di pasar emas. Namun pengaruh negara ini menjadi lebih nyata selama kenaikan terbaru ini yaitu kenaikan harga global sebesar hampir 50 persen sejak akhir tahun 2022.
Harga emas terus meningkat meskipun ada faktor-faktor yang secara tradisional menjadikan emas sebagai investasi yang relatif kurang menarik, yakni suku bunga yang lebih tinggi dan dolar Amerika Serikat (AS) yang kuat.
Bulan lalu, harga emas melonjak lebih tinggi bahkan setelah Federal Reserve mengisyaratkan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama. Dan apresiasinya terus berlanjut bahkan ketika dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang utama di dunia pada tahun ini.
Ross Norman, CEO MetalsDaily.com, sebuah platform informasi logam mulia yang berbasis di London, Inggris, mengatakan bahwa meskipun harga emas telah turun, namun terdapat sentimen yang berkembang bahwa pasar emas tidak lagi diatur oleh faktor ekonomi melainkan oleh keinginan pembeli dan investor China.
“China tidak diragukan lagi yang mendorong harga emas. Aliran emas ke China telah berubah dari aliran deras menjadi aliran sangat deras," ungkap Norman.
Konsumsi emas di negara tersebut, sambung Norman, yang mengutip data Asosiasi Emas China, mengalami kenaikan 6 persen pada kuartal pertama dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah ini meningkat setelah peningkatan sebesar 9 persen pada tahun lalu.
Lebih lanjut, investasi emas menjadi lebih menarik karena investasi tradisional menjadi lesu. Sektor real estat China, yang menjadi tujuan tabungan sebagian besar keluarga, masih berada dalam krisis.
“Mereka berenang mengikuti arus. China kini mendominasi pasar emas," tegas Norman.
Kepercayaan investor terhadap pasar saham China belum sepenuhnya kembali. Serangkaian dana investasi besar yang ditujukan untuk orang-orang kaya tumbang setelah kegagalan dalam taruhan di bidang real estat.
Dengan sedikitnya alternatif yang lebih baik, uang mengalir ke dana China yang memperdagangkan emas, dan banyak anak muda mulai mengumpulkan biji kopi dalam jumlah kecil.
Bukti lainnya adalah pedagang daring gencar menjajakan biji emas. Di Taobao milik Alibaba, salah satu platform e-commerce terbesar di China, seorang pedagang menjual biji emas melalui live streaming.
"Masyarakat membeli kacang seperti berbelanja, tetapi sebuah investasi," ujar Norman.
Ia menuturkan, "kacang" kecil ini tersedia dalam lima bentuk, termasuk satu yang menyerupai kacang tanah dan satu lagi seperti kesemek. Dengan membayar USD87 per biji, seseorang dapat membeli emas dengan harga makanan hot pot.
Sementara itu, Kelly Zhong, seorang guru di Beijing, mulai membeli emas pada 2020 di awal pandemi. Dia telah mengumpulkan lebih dari 2 pon (0,9 kg) emas batangan, tetapi juga berinvestasi pada logam tersebut melalui dana yang diperdagangkan di bursa.
"Pepatah lama 'Batu giok di masa makmur, emas di masa sulit', menginsipirasi," kata Zhong.
Saat dia merasa dunia menjadi lebih kacau, Zhong menambah persediaannya, bertaruh bahwa harga emas akan naik. Dia sudah berhenti membeli, tapi dia belum siap menjualnya. Dia tidak melihat alasan untuk itu.
Perekonomian China masih mengalami kesulitan, dan baik real estat maupun saham tampaknya merupakan investasi yang bagus.
“Uangnya harus disalurkan ke suatu tempat,” katanya.
Lebih lanjut, aktivitas China menimbun emas, menurut kepala ekonom global di BOC International di Beijing, Guan Tao, di masa lalu bank sentral China membeli di dalam negeri menggunakan yuan.
Namun kali ini, katanya, bank tersebut menggunakan mata uang asing untuk membeli emas, yang secara efektif mengurangi eksposurnya terhadap dolar AS dan mata uang lainnya.
Banyak bank sentral, termasuk China, mulai mengakuisisi emas setelah Departemen Keuangan AS mengambil langkah langka dengan membekukan kepemilikan dolar AS di Rusia berdasarkan sanksi yang dikenakan pada Moskow. Sekutu Amerika lainnya juga menerapkan pembatasan serupa terhadap mata uang mereka.
Guan mengatakan sanksi tersebut telah mengguncang “fondasi kepercayaan terhadap sistem moneter internasional saat ini” dan memaksa bank sentral untuk melindungi cadangan devisa mereka dengan kepemilikan yang lebih beragam.
“Kita bisa melihat gelombang kenaikan emas ini mungkin berbeda dengan masa lalu,” ujar Guan.
Meskipun Beijing telah membeli emas, logam tersebut hanya menyumbang sekitar 4,6 persen dari cadangan devisa China. Secara persentase, India memiliki cadangan emas hampir dua kali lipat lebih banyak.
Kombinasi pembelian ritel yang agresif dari konsumen China dan pembelian bank sentral telah menarik minat spekulan di pasar Shanghai yang memperkirakan tren ini akan terus berlanjut.
Rata-rata volume perdagangan emas di Shanghai Futures Exchange meningkat lebih dari dua kali lipat pada bulan April dibandingkan tahun sebelumnya.