KABARBURSA.COM - Setiap keputusan pastinya membawa dampak negatif dan positif. Seperti halnya kenaikan cukai tembakau yang membuat harga rokok semakin mahal dan rokok ilegal bermunculan. Akibatnya, pendapatan dan saham emiten yang terkait, seperti Gudang Garam (GGRM) menjadi memble.
Setelah hantaman pandemi Covid-19, pasar Tanah Air dibanjiri rokok murah yang mengancam produsen rokok besar, terutama mereka yang memiliki pangsa pasar di segmen premium atau tier satu.
Pandemi yang terjadi pada periode 2020-2022 menyebabkan banyak orang mengalami penurunan pendapatan, kehilangan pekerjaan, dan kembali ke daerah asal. Di sisi lain, tarif cukai rokok terus mengalami kenaikan. Dua kondisi ini memaksa banyak perokok untuk memilih antara tetap mengonsumsi rokok premium atau menurunkan "selera" dan kebiasaan merokok mereka dengan beralih ke rokok yang lebih murah.
Banyaknya orang yang kembali ke daerah selama pandemi juga mempengaruhi produsen rokok besar yang selama ini mengandalkan penjualan di kota-kota besar atau tier satu.
Menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, tarif cukai hasil tembakau (CHT) mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10 persen sejak Januari 2024. Kenaikan ini sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo pada 2022, yang menetapkan kebijakan kenaikan tarif CHT selama dua tahun berturut-turut, yaitu pada 2023 dan 2024.
Kenaikan tarif cukai ini menambah tekanan pada produsen rokok besar yang sudah harus bersaing dengan merebaknya rokok murah di pasar, serta menghadapi perubahan perilaku konsumen yang dipicu oleh kondisi ekonomi yang sulit selama pandemi. Keadaan ini memaksa produsen untuk terus beradaptasi dan mencari strategi baru agar tetap dapat bertahan dan kompetitif di pasar.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.010/2022 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, terdapat sembilan pembagian golongan struktur tarif cukai, yaitu sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), sigaret kretek tangan (SKT), sigaret putih tangan (SPT), Sigaret Kretek Tangan Filter atau Sigaret Putih Tangan Filter, rokok kemenyan, tembakau iris, rokok daun atau klobot (KLB), dan cerutu.
Kelas SKM dan SPM masing-masing dibagi menjadi dua golongan: golongan I atau tier I dengan produksi lebih dari 3 miliar batang, dan golongan II dengan produksi kurang dari 3 miliar batang. Produsen rokok terbesar berasal dari golongan I pada SPM dan SKM.
Fenomena banyaknya konsumen yang beralih ke rokok murah terlihat jelas dalam penerimaan cukai yang hanya mencapai 95,4 persen dari target. Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran pekan lalu, menjelaskan bahwa penurunan penerimaan cukai ini disebabkan oleh banyaknya produsen rokok yang turun ke kelompok tiga dengan tarif cukai lebih rendah.
"Sehingga penerimaan cukai turun," katanya.
Penurunan penerimaan mencerminkan fenomena downtrading, di mana produksi rokok lebih banyak dihasilkan oleh pelaku usaha golongan III, yang memiliki tarif cukai lebih rendah, dibandingkan dengan pelaku usaha golongan I yang memiliki tarif cukai paling tinggi. Ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap rokok murah mulai meningkat.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, juga menyoroti fenomena downtrading di masyarakat Indonesia yang beralih ke rokok murah.
Laba GGRM Merosot 69 Persen
PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatat kinerja yang lesu pada kuartal I 2024, yang tercermin dalam penurunan laba signifikan.
Menurut laporan keuangan yang dirilis di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), GGRM mencatat laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp595,5 miliar pada kuartal I 2024. Angka ini merosot 69 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023, yaitu Rp1,96 triliun. Penjualan dan pendapatan usaha GGRM juga mengalami penurunan, dengan total Rp26,2 triliun pada kuartal pertama tahun ini, turun 11,7 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Penurunan pendapatan usaha diikuti dengan penurunan beban pokok menjadi Rp23,4 triliun dari sebelumnya Rp25,3 triliun pada periode yang sama di 2023. Laba bruto GGRM pada kuartal I 2024 tercatat sebesar Rp2,7 triliun, turun 37,2 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Laba usaha juga mengalami penurunan menjadi Rp981,90 miliar dari sebelumnya Rp2,65 triliun. Laba sebelum pajak turun menjadi Rp791,24 miliar dari sebelumnya Rp2,49 triliun pada periode yang sama di 2023.
Meskipun demikian, total aset GGRM pada tiga bulan pertama di 2024 naik tipis 0,8 persen menjadi Rp93,2 triliun dari sebelumnya Rp92,4 triliun. Jumlah liabilitas juga meningkat 0,9 persen menjadi Rp31,8 triliun, sementara jumlah ekuitas naik menjadi Rp61,4 triliun.
Kinerja lesu ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh produsen rokok besar seperti Gudang Garam dalam menghadapi perubahan pasar dan regulasi yang ketat, termasuk kenaikan tarif cukai dan perubahan perilaku konsumen yang beralih ke rokok yang lebih murah.
HMSP Kantongi Laba Rp2,2 Triliun
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) berhasil mencatat kinerja positif pada Kuartal I 2024, yang tercermin dalam perolehan laba sebesar Rp2,2 triliun.
Menurut laporan keuangan yang dirilis di laman Bursa Efek Indonesia, 25 April 2024, HMSP mencatat laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp2,2 triliun pada kuartal I 2024, meningkat 4,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023, yaitu Rp2,1 triliun. Penjualan bersih pada kuartal I 2024 juga mengalami peningkatan, mencapai Rp29,1 triliun, naik 8,1 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023 sebesar Rp26,9 triliun.
Namun, kenaikan penjualan HMSP ini juga diikuti oleh kenaikan beban pokok penjualan sebesar 9,9 persen menjadi Rp24,3 triliun. Pada periode yang sama di 2023, HMSP mencatat beban pokok penjualan sebesar Rp22,1 triliun.
Jumlah aset HMSP meningkat tipis menjadi Rp55,8 triliun dari sebelumnya Rp55,3 triliun. Total liabilitas HMSP pada kuartal I 2024 berada di angka Rp23,6 triliun, sedangkan total ekuitas mencapai Rp32,1 triliun.
Kinerja positif ini menunjukkan kemampuan HMSP dalam mengelola pertumbuhan penjualan dan laba meskipun di tengah tantangan ekonomi dan regulasi yang ketat. Peningkatan laba dan penjualan ini mencerminkan strategi bisnis yang efektif dan adaptasi yang baik terhadap dinamika pasar.
Kinerja Keuangan WIIM Turun
PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) melaporkan kinerja keuangan kuartal I-2024 dengan perolehan penjualan sebesar Rp1,05 triliun, turun 9,73 persen year-on-year (yoy) dibandingkan Rp1,17 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan penjualan ini terutama disebabkan oleh menurunnya penjualan produk sigaret kretek mesin (SKM) yang masih menjadi kontributor utama perseroan. Penjualan SKM tercatat Rp608,91 miliar, lebih rendah 29,81 persen yoy dari Rp867,57 miliar. Sebaliknya, produk sigaret kretek tangan (SKT) mengalami peningkatan signifikan, dengan penjualan meningkat 55,21 persen yoy menjadi Rp213,09 miliar dibandingkan Rp137,28 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Produk filter juga mencatatkan kenaikan penjualan 36,24 persen yoy menjadi Rp205,93 miliar per kuartal I-2024. Selain itu, kontribusi penjualan dari cerutu sebesar Rp569,93 juta dan penjualan lainnya Rp294,43 juta.
WIIM juga menjual produknya ke luar negeri, dengan penjualan ekspor tercatat sebesar Rp28,89 miliar per kuartal I-2024.
Sekretaris Perusahaan WIIM, Surjanto Yasaputera, mengatakan penurunan kinerja di kuartal I-2024 disebabkan oleh penjualan SKM yang telah memasuki tren penurunan sejak kuartal IV-2023. Penyebab utama penurunan ini adalah penyesuaian harga terhadap produk SKM yang dilakukan perusahaan pada September tahun lalu.
Meskipun penurunan penjualan pada produk SKM, peningkatan signifikan pada penjualan produk SKT dan filter menunjukkan diversifikasi produk yang berhasil dan kemampuan WIIM untuk beradaptasi dengan perubahan permintaan pasar.(*)