KABARBURSA.COM - Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan (BHR) Tahun 2025 bagi pengemudi dan kurir pada layanan angkutan berbasis aplikasi.
Surat edaran ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada Senin, 11 Maret 2025 kemarin. Surat edaran tersebut diterbitkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan pelindungan bagi pengemudi serta kurir online di seluruh Indonesia.
Isinya mengimbau kepada perusahaan penyelenggara layanan angkutan berbasis aplikasi untuk memberikan uang serupa tunjangan hari raya (THR) kepada seluruh pengemudi dan kurir online yang terdaftar secara resmi. Pemberian bonus tersebut diharapkan dapat dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum Idulfitri 1446 H.
Dalam edaran tersebut, disebutkan bahwa bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik, bonus yang diberikan akan dihitung secara proporsional sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir. Sementara itu, bagi pengemudi dan kurir online yang tidak memenuhi kategori tersebut, bonus diberikan sesuai kemampuan perusahaan aplikasi.
Selain itu, pemberian bonus ini tidak akan mengurangi hak-hak kesejahteraan lainnya yang telah diberikan oleh perusahaan aplikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah juga meminta kepada seluruh gubernur di Indonesia untuk mengimbau perusahaan aplikasi di wilayahnya untuk segera melaksanakan pemberian bonus ini dan memastikan bahwa bonus diberikan lebih awal, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Salah satu yang merespons SE itu adalah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) atau Gojek. Mereka membuat program Tali Asih Hari Raya untuk mitranya.
GOTO Harus Siapkan Rp1,86 Triliun Tengah Rugi Rp4,31 Triliun
Ekonom sekaligus Guru Besar Ekonomi Departemen Ekonomi Universitas Andalas Padang, Syafruddin Karimi, menilai pemberian BHR itu bisa memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan serta stabilitas model bisnis.
Karimi menilai bahwa pemberian BHR dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan dalam jangka pendek. Hal ini, ujarnya, berpotensi menurunkan margin laba perusahaan. Namun, dampak ini akan bergantung pada besar kecilnya jumlah bonus yang diberikan serta kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya lainnya.
"Jika BHR dianggap sebagai investasi untuk meningkatkan loyalitas dan produktivitas mitra pengemudi, maka dalam jangka panjang, kebijakan ini dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan," kata Karimi kepada Kabarbursa.com melalui aplikasi perpesanan pada Selasa, 12 Maret 2025.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa penurunan margin laba akibat peningkatan biaya operasional bisa mempengaruhi persepsi investor, yang mungkin berdampak pada fluktuasi harga saham perusahaan.
Beban BHR semakin menambah tekanan keuangan GOTO, mengingat kinerja triwulan terakhir yang masih mencatatkan kerugian. Berdasarkan data terbaru, dalam periode sembilan bulan tahun 2024, GOTO mencatat rugi bersih sebesar Rp4,31 triliun pada kuartal III 2024, meskipun angka ini menurun 55 persen dibandingkan dengan rugi Rp9,5 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
GoTo Gojek Tokopedia menetapkan perhitungan BHR sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih mitra pengemudi selama 12 bulan terakhir. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia, Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan bersih bulanan pengemudi ojek online berada di kisaran Rp3.000.000. Saat ini, Gojek memiliki sekitar 3,1 juta mitra pengemudi di seluruh Indonesia. Dengan perhitungan tersebut, setiap mitra pengemudi diperkirakan akan menerima bonus sekitar Rp600.000.
Jika dikalikan dengan jumlah mitra pengemudi, total beban yang harus ditanggung GOTO untuk membayarkan BHR mencapai Rp1,86 triliun. Beban ini muncul di tengah kondisi keuangan GOTO yang masih mencatat rugi bersih sebesar Rp4,31 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun 2024.
Meskipun demikian, Karimi menilai bahwa jika investor melihat pemberian BHR sebagai langkah strategis dalam memperkuat hubungan dengan mitra dan meningkatkan reputasi perusahaan, maka dampak negatif pada harga saham dapat diminimalkan.
Lebih lanjut, Karimi menambahkan bahwa pemberian BHR dapat dilihat sebagai komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan mitra pengemudi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan citra perusahaan dan kepercayaan investor. Meski begitu, ia mengingatkan pentingnya perusahaan untuk memiliki strategi bisnis yang solid agar kebijakan ini tidak menambah beban keuangan dan mengganggu keberlanjutan model bisnis.
"Investasi dalam kesejahteraan mitra dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas layanan, yang akhirnya dapat mendorong pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang," kata Karimi.
Karimi mengungkapkan bahwa pemberian BHR dapat memiliki dampak positif dan negatif, tergantung pada bagaimana perusahaan mengimplementasikan dan mengelola kebijakan tersebut. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kesejahteraan mitra pengemudi dan kesehatan keuangan perusahaan untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Sistem Kemitraan jadi Ganjalan?
Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyatakan bahwa kebijakan soal THR dengan mitra sebelumnya tidak jelas dasar hukumnya dan tidak memperhitungkan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan platform digital.
Menurut Huda, sistem kemitraan yang diterapkan oleh platform digital tidak mengenal konsep THR karena sifat hubungan yang bersifat berusaha sendiri atau mandiri.
“Sistem kemitraan ini tidak mengenal THR. Jika kebijakan ini dipaksakan, maka harus ada rumusan yang jelas mengenai penghitungan besaran THR. Apakah dihitung berdasarkan total pendapatan rata-rata, atau hanya berdasarkan bulan terakhir? Tanpa regulasi yang jelas, kebijakan ini akan sulit untuk diterapkan,” ujarnya.
Huda menambahkan bahwa jika kebijakan tersebut dipaksakan, beban perusahaan akan semakin besar, terutama bagi platform digital yang melibatkan jutaan mitra. “Bayangkan perusahaan platform digital harus memberikan THR untuk jutaan mitra di sana. Tentu saja ini akan menjadi beban yang sangat berat bagi perusahaan. Tak hanya itu, mitra lain, seperti ibu rumah tangga yang berjualan di platform daring, akan menuntut hal yang sama,” tuturnya.
Sebagai alternatif, ia mengusulkan adanya perlindungan sosial bagi mitra, terutama pengemudi ojek online. “Sebaiknya kita dorong adanya perlindungan sosial bagi mitra daripada memaksakan pemberian THR. Yang lebih penting adalah adanya perlindungan kesehatan, keselamatan kerja, dan perlindungan sosial lainnya,” katanya.
Huda juga menekankan pentingnya skema pembayaran perlindungan sosial yang jelas bagi mitra, dengan pembagian beban yang adil antara platform, konsumen, dan mitra driver. "Pemerintah dan platform perlu menyediakan skema khusus untuk pembayaran perlindungan bagi driver, agar ada distribusi beban yang seimbang dan mendukung keberlanjutan model bisnis digital ini," ujar dia.
Setelah SE itu muncul, saham GoTo menghijau pada pukul 12.05 WIB di level Rp83 perlembarnya atau naik satu poin ke 1,22 persen setelah sebelumnya sempat menyentuh angka Rp79 per lembarnya. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.