Logo
>

Dari Golkar ke Kadin, Setelahnya?

Ditulis oleh Uslimin Usle
Dari Golkar ke Kadin, Setelahnya?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Setelah kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, perubahan tatanan politik Indonesia mulai terasa di berbagai sektor. Tidak hanya di arena politik, tetapi juga di bidang ekonomi dan organisasi profesional, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Partai Golkar. Perubahan ini mengguncang fondasi kekuasaan yang sebelumnya terlihat solid dan stabil.

    Sebelum Pilpres 2024, Golkar merupakan salah satu kekuatan utama dalam politik Indonesia. Di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, Golkar meraih kesuksesan signifikan pada Pemilu 2024 dengan memperoleh 102 kursi di parlemen. Capaian ini menjadikan Golkar sebagai partai terbesar kedua setelah PDI Perjuangan. Meskipun begitu, kepemimpinan Airlangga Hartarto mendadak mengalami perubahan yang mengejutkan.

    Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar dilakukan secara tiba-tiba dan memunculkan Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum baru, menggantikan Airlangga. Pergantian ini menandai pergeseran dukungan politik yang signifikan di berbagai daerah menjelang Pilkada 2024.

    Kader senior seperti Airin Rachmi Diany dan Arinal Djunaidi merasakan dampaknya secara langsung. Airin, yang pada akhirnya mendapatkan restu untuk maju sebagai calon kepala daerah di Banten, menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dukungan, sementara Arinal pindah ke PDI Perjuangan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur Lampung.

    Selain itu, pengaruh Bahlil terlihat di berbagai daerah. Sejumlah calon Golkar yang diusung sebelumnya, gagal mendapatkan dukungan. Tokoh seperti Sekar Tanjung, yang sedianya maju sebagai calon Wali Kota Solo, dan Dico Ganinduto, calon Wali Kota Semarang, akhirnya tersingkir oleh kandidat lain yang berasal dari koalisi baru.

    Dinamika di Kadin

    Di Kadin, dinamika yang sama terjadi dengan rivalitas antara Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie. Setelah Pilpres 2024, pergeseran politik turut mempengaruhi Kadin. Arsjad Rasjid, yang sebelumnya memimpin tim pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menghadapi perlawanan dari kubu Anindya Bakrie yang mendukung Prabowo-Gibran.

    Munaslub Kadin yang digelar oleh kubu Anindya bertujuan untuk menggulingkan Arsjad dari kursi Ketua Umum yang telah ia duduki sejak 2021. Arsjad dan Anindya saling berhadap-hadapan, dengan Munaslub yang digelar Anindya dianggap tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin oleh kubu Arsjad. Sementara itu, kubu Anindya berusaha mempercepat proses legitimasi melalui jalur hukum dengan mengundang Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas.

    Arsjad sendiri telah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo, memohon agar pemerintah memberikan perhatian terhadap konflik ini. Namun, Jokowi kembali memilih mode default; tidak akan terlibat. Laiknya negarawan sejati, Jokowi menyerukan penyelesaian damai di antara anggota Kadin.

    Tapi, seperti biasa, sikap Jokowi ini sedikit bertentangan dengan langkah anak buahnya di Kemenkum HAM. Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, justru dengan lantang menjanjikan akan segera menyelesaikan proses legalitas kepengurusan Anindya begitu Munaslub usai ketuk palu. Kalau begini, lantas siapa yang bisa dipegang kata-kata dan sikapnya? Presiden atau Menteri? Keduanya? Atau, malah bukan keduanya? Lantas siapa?

    Satu yang pasti, pagelaran Munaslub Kadin yang serba mulus dan relatif cepat itu, termasuk respons Presiden dan Menkum HAM, mengingatkan pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat, di saat partai bentukan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu masih jauh dari lingkaran Jokowi. Kini, cerita Demokrat sudah lain setelah merapat ke KIM. Bahkan Ketua Umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi salah satu pembantu setia Jokowi di kabinet.

    Situasi di PDIP juga tak kalah rumit. Setelah Pilpres 2024, PDIP menghadapi ketegangan internal dengan kepengurusan baru yang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ketegangan ini dipicu oleh munculnya tokoh-tokoh yang dianggap kritis terhadap pemerintahan Jokowi dalam kepengurusan baru. PDIP, yang sebelumnya memiliki hubungan erat dengan Jokowi, kini menghadapi tantangan dalam menjaga kestabilan internal di tengah perubahan peta politik.

    Menanti Giliran

    Perubahan kepemimpinan yang terjadi di Golkar dan Kadin, serta ketegangan di PKB dan PDIP, menunjukkan betapa dinamisnya politik Indonesia. Peta kekuasaan yang sebelumnya stabil kini bergeser, menimbulkan ketidakpastian dan konflik internal di berbagai organisasi. Pergantian kepemimpinan, baik di partai politik maupun organisasi profesional, menjadi gambaran nyata dari transisi kekuasaan yang berkelanjutan.

    Ke depannya, pertanyaan besar adalah siapa yang akan terkena dampak berikutnya dari perubahan ini. Apakah akan ada organisasi, partai, lembaga, atau asosiasi lain yang mengalami pergeseran kepemimpinan atau perubahan signifikan seperti yang terjadi di Golkar dan Kadin? Ataukah PDIP akan kembali menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan posisinya di parlemen?

    Dalam konteks ini, proses adaptasi dan penyesuaian terhadap arus kekuasaan baru akan terus berlangsung. Sementara situasi politik Indonesia tetap dinamis, pemangku kepentingan di berbagai sektor harus siap menghadapi perubahan yang mungkin datang dengan cepat dan tak terduga. Di tengah ketidakpastian ini, arah politik Indonesia akan terus berkembang, dan pergeseran kekuasaan akan menjadi bagian integral dari perjalanan politik nasional.

    Meskipun banyak pihak berharap situasi ini segera mereda, fakta bahwa konflik internal di berbagai institusi terus mencuat menunjukkan adanya upaya kuat dari setiap pihak untuk menyesuaikan diri dengan arus kekuasaan baru. Di tengah situasi yang tak menentu, arah perubahan politik Indonesia masih akan terus berkembang dalam bulan-bulan mendatang.

    Pertanyaan sederhananya, setelah Kadin, kira-kira siapa lagi yang akan digulingkan demi mencari, menarik dan mendapatkan perhatian ekstra dari Prabowo-Gibran? Akankah PDIP kembali menuai buah pil pahit di parlemen dengan tersingkir dan tersungkur dari tampuk pimpinan tertinggi DPR karena dikeroyok KIM+ seperti pasca Pilpres 2014? Atau, adakah organisasi, partai, lembaga dan atau asosiasi lain yang bakal di-Airlangga-kan atau di-Arsjad-kan sebelum PDIP di-2014-kan? (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Uslimin Usle

    Jurnalis jenjang utama (November 2012) dan penguji nasional pada Aliansi Jurnalistik Independen sejak 2013. 
    Aktif sebagai jurnalis pertama kali pada Desember 1993 di koran kampus PROFESI IKIP Ujungpandang (kini Universitas Negeri Makassar). 
    Bergabung sebagai reporter Majalah Dwi Mingguan WARTA SULSEL pada 1996-1997. Hijrah ke majalah DUNIA PENDIDIKAN (1997-1998) dan Tabloid PANCASILA (1998), lalu bergabung ke Harian Fajar sebagai reporter pada Maret 1999. 
    Di grup media yang tergabung Jawa Pos Grup, meniti karier secara lengkap dan berjenjang (reporter-redaktur-koordinator liputan-redaktur pelaksana-wakil pemimpin redaksi hingga posisi terakhir sebagai Pemimpin Redaksi  pada Januari 2015 hingga Agustus 2016).
    Selepas dari Fajar Grup, bergabung ke Kabar Grup Indonesia sebagai Direktur Pemberitaan pada November 2017-Mei 2018, dan Juni 2023 hingga sekarang, merangkap sebagai Pemimpin Redaksi KabarBursa.Com (Januari 2024) dan KabarMakassar.Com (Juni 2023). (*)