KABARBURSA.COM - Sejumlah emiten retail diyakini tidak terkena dampak dengan menurunnya daya beli masyarakat akhir-akhir ini. Menurut analis, hanya ada beberapa emiten yang terkena imbas.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan emiten retail yang terdampak imbas dari menurunnya daya beli masyarakat ialah emiten yang target pasarnya menengah hingga ke bawah.
"Tidak semua emiten retail kena dampaknya, yang terdampak memang yang target pasarnya lebih ke menengah sampai menengah kebawah seperti LPPF (Matahari Departement Store Tbk.) atau RALS (Ramayana Lestari Sentosa Tbk.)" ujarnya kepada Kabar Bursa, Selasa, 13 Agustus 2024.
Sementara emiten yang memiliki pasar menengah ke atas, kata Aziz, masih berpotensi memiliki kinerja yang apik seperti Mitra Adi Perkasa Tbk. (MAPI), Aspirasi Hidup Indonesia Tbk. (ACES), dan Map Aktif Adiperkasa Tbk. (MAPA).
"Sedangkan emiten retail yang pangsa pasarnya menengah keatas daya beli masih terjaga sehingga kinerja emiten pun masih tumbuh seperti MAPI, ACES dan MAPA," ungkapnya.
Kata Aziz, Kiwoom Sekuritas Indonesia saat ini merekomendasikan buy MAPI dengan target 1,675 dan ACES 820.
Hal senada juga diungkapkan Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta yang menyebut beberapa emiten retail tidak terpengaruh dengan menurunnya daya beli masyarakat.
Nafan melihat terdapat tiga emiten yang sampai saat ini memiliki kinerja positif, seperti Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI), Aspirasi Hidup Indonesia Tbk. (ACES), dan Erajaya Swasembada Tbk. (ERAA).
“Kalau MIDI, ACES, ERAA kinerjanya bagus,” kata Nafan kepada Kabar Bursa, Selasa, 13 Agustus 2024.
Namun di samping itu, Nafan menyebut terdapat pula emiten yang kinerjanya kini masih belum stabil, seperti Map Aktif Adiperkasa Tbk. (MAPA) dan Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI).
“Secara kinerja MAPA dan MAPI relatif belum sepogresif jika dibandingkan dengan MIDI ACES dan ERAA yang kinerjanya tuh tumbuh,” ujar dia.
Menurut Nafan, belum stabilnya kinerja MAPI dan MAPA masih berhubungan dengan boikot produk yang terafiliasi dengan Israel. Namun begitu, dia mengakui pergerakan saham dua emiten ini masih bagus.
“Jadi wajar mempengaruhi penurunan performa (MAPI dan MAPA) tapi kalau secara teknikal pergerakan harga saham masih oke ya sejauh ini,” ucap Nafan.
Lebih lanjut Nafan menyarankan perusahaan kini harus mampu menjalankan strategi bisnis yang baik. Dengan begitu, perusahaan bisa meningkatkan penetrasi pasar.
Diberitakan sebelumnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga konsumen (IHK) menunjukkan penurunan atau deflasi pada Juni 2024, melanjutkan tren deflasi dari bulan sebelumnya.
Bandingan Deflasi
Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Utama BPS Imam Machdi melaporkan bahwa pada Juni 2024 terjadi deflasi sebesar 0,08 persen secara bulanan (month to month/mtm). Angka ini lebih tinggi dibandingkan deflasi bulan Mei yang tercatat sebesar 0,03 persen.
“Deflasi pada Juni 2024 lebih dalam dibandingkan Mei 2024, dan ini adalah deflasi kedua yang terjadi pada tahun 2024,” ujar Imam Machdi dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.Jika dilihat dari komponennya, penurunan harga terutama disebabkan oleh komponen komoditas pangan yang bergejolak.
Komponen ini menyumbang deflasi sebesar 0,98 persen pada Juni, lebih tinggi dari kontribusi deflasi sebesar 0,69 persen pada bulan Mei.Komponen harga yang bergejolak sering kali dikaitkan dengan daya beli masyarakat, karena pergerakan indeks pada komponen ini dipicu oleh permintaan masyarakat. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menegaskan hal ini.
“Deflasi dua bulan berturut-turut disebabkan oleh komoditas pangan yang bergejolak,” ujar Habibullah.“Komoditas ini cenderung berfluktuasi karena dipengaruhi oleh sisi penawaran,” tambahnya.
Namun, Habibullah menjelaskan bahwa deflasi pada komponen harga bergejolak tidak selalu menunjukkan pelemahan daya beli. Fluktuasi harga ini juga dipengaruhi oleh pasokan, seperti saat panen yang menyebabkan harga turun.
“Dari sisi penawaran, panen mendorong harga turun,” katanya.
Lebih lanjut, Habibullah mengatakan bahwa untuk melihat daya beli masyarakat secara lebih akurat, perlu dilihat laju IHK secara tahunan (year on year/yoy), yang menghilangkan faktor musiman.Pada Juni lalu, inflasi tahunan tercatat sebesar 2,51 persen, turun dari 2,84 persen pada bulan sebelumnya.
Ia juga menyebutkan bahwa untuk mengidentifikasi penurunan daya beli masyarakat, dapat dilihat dari data pergerakan masyarakat selama masa liburan. Data ini membantu mengukur kemampuan masyarakat untuk mengeluarkan dana untuk kebutuhan tersier seperti perjalanan wisata.
“Diperlukan analisis lebih mendalam untuk mengetahui penurunan daya beli masyarakat,” ujar Habibullah.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan Investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.