Logo
>

Defisit APBN Menghantui: Imbas Laba BUMN ke Danantara?

Salah satu kebijakan yang disebut sebagai bagian dari efisiensi adalah pengalihan laba BUMN ke Danantara.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Defisit APBN Menghantui: Imbas Laba BUMN ke Danantara?
Kantor BP Danantara di Gedung Sentra Mandiri Jalan Cikini Raya, Menteng, Kamis, 28 November 2024. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Rencana pemerintah mengalihkan laba BUMN sebesar Rp300 triliun ke sovereign wealth fund, Danantara, dinilai dapat memperlebar defisit APBN 2025. Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai kebijakan ini bukan bagian dari efisiensi anggaran, melainkan justru mengurangi pendapatan negara yang seharusnya masuk ke kas pemerintah.

    Salah satu kebijakan yang disebut sebagai bagian dari efisiensi adalah pengalihan laba BUMN ke Danantara. Namun, Awalil menilai kebijakan ini justru berpotensi mengurangi pendapatan negara, bukan sekadar memotong belanja.

    "Laba BUMN merupakan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditargetkan Rp90 triliun dalam APBN 2025. Jika sebesar Rp300 triliun dialihkan ke Danantara, maka ini bukan pemangkasan belanja, melainkan pengurangan pendapatan negara," ujar Awalil dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 12 Maret 2025.

    Selain itu, angka Rp300 triliun yang disebutkan dinilai tidak realistis mengingat laba BUMN dalam beberapa tahun terakhir hanya berkisar Rp80 triliun. Ketidaksesuaian data ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana perhitungan pemerintah dalam menetapkan angka tersebut.

    Ketidaksesuaian Nomenklatur dalam APBN

    Awalil juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo tentang efisiensi anggaran yang dinilainya tidak sesuai dengan nomenklatur resmi dalam struktur APBN.

    "Jika bicara efisiensi anggaran, maka seharusnya fokus pada belanja negara yang mencakup pengeluaran pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Namun, dalam pidato tersebut, ada ketidaksesuaian dengan kaidah APBN yang lazim," jelasnya.

    Belanja negara sendiri terbagi menjadi dua kategori utama, yakni Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah (TKD). BPP meliputi pengeluaran operasional dan pembangunan, sedangkan TKD adalah anggaran yang disalurkan ke pemerintah daerah untuk dimasukkan dalam APBD. Ketidaktepatan nomenklatur ini dinilai bisa menimbulkan kebingungan dalam implementasi kebijakan keuangan negara.

    "Jika dianggap mencakup pun, timbul beberapa masalah karena paparannya tidak mengikuti kaedah yang lazim dalam numenklatur, bahkan postur APBN. Istilah efisiensi atau pemangkasan secara logis hanya terkait belanja. Jika mau diperluas termasuk pembiayaan yang bersifat pengeluaran," jelas dia

    Dampak terhadap Stabilitas Fiskal

    Selain ketidakjelasan dalam nomenklatur dan implementasi, kebijakan ini juga berisiko memperburuk stabilitas fiskal. Dengan target pendapatan APBN 2025 sebesar Rp3.005 triliun yang berisiko tidak tercapai, defisit anggaran bisa membengkak di atas Rp616 triliun dan mendekati rasio 3% terhadap PDB.

    Lebih lanjut, jika laba BUMN sebesar Rp90 triliun tidak masuk ke APBN karena dialihkan ke Danantara, maka defisit anggaran bisa semakin melebar. Hal ini dapat memengaruhi kepercayaan investor dan memperburuk kondisi fiskal negara.

    "Jika efisiensi belanja tidak dilakukan secara transparan dan terencana, maka kebijakan ini justru bisa memperburuk pengelolaan APBN. Seperti yang sering dikatakan, setan anggaran bersembunyi dalam rincian," tutup Awalil.

    Anggota Dewan Pengawas 

    Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menilai penunjukan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, sebagai anggota Dewan Pengawas Danantara sebagai langkah strategis guna meningkatkan kredibilitas internasional dan menarik minat investor global.

    “Dengan latar belakang serta jaringan politik dan bisnis yang luas, kehadiran Tony Blair berpotensi membuka akses lebih besar ke pasar investasi global, terutama di Eropa dan Amerika Serikat (AS),” ujarnya di Jakarta, Selasa 25 Februari 2025..

    Menurut Josua, pengalaman Blair dalam tata kelola pemerintahan dan investasi juga dapat memperkuat standar governance Danantara yang menitikberatkan transparansi serta integritas.

    Namun, ia tidak menampik bahwa penunjukan tersebut berpotensi menimbulkan skeptisisme terkait independensi pengambilan keputusan dan potensi pengaruh politik dalam kebijakan bisnis.

    “Oleh karena itu, penting bagi Danantara untuk menegaskan peran serta batas kewenangan Dewan Pengawas guna memastikan kepercayaan publik dan investor tetap terjaga,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Josua menilai kehadiran tokoh-tokoh global dalam jajaran pengawas Danantara mencerminkan komitmen perusahaan dalam menerapkan standar tata kelola sekelas sovereign wealth fund ternama dunia, seperti GIC Singapura atau Temasek.

    Menurutnya, figur internasional dapat membawa wawasan global, menerapkan praktik investasi terbaik, serta memperkuat citra Danantara sebagai institusi yang kredibel dan profesional di kancah dunia.

    Peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin, 24 Februari 2025, mendapat sambutan positif dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Kehadiran Danantara diyakini akan membawa angin segar bagi pasar modal Indonesia, terutama dalam meningkatkan daya tarik investasi dan memperkuat kapitalisasi pasar.

    Direktur Utama BEI Iman Rachman, menyatakan optimismenya terhadap peran Danantara sebagai katalisator pertumbuhan pasar modal. Menurutnya, dengan pengelolaan investasi yang profesional dan transparan, Danantara memiliki potensi besar untuk menarik minat investor domestik maupun asing.

    Membangun Kepercayaan Pasar

    Ia menekankan bahwa kredibilitas dan kapabilitas para pemimpin Danantara menjadi faktor kunci dalam membangun kepercayaan pasar.

    “Kalau kita lihat orang-orangnya itu capable. Mereka bisa jadi panutan pasar,” ujar Iman di Gedung BEI Jakarta, hari ini.

    Lebih lanjut, Iman menjelaskan bahwa keberhasilan Danantara dalam mengelola investasi akan berdampak langsung pada kinerja emiten yang berada di bawah naungannya. Jika emiten-emiten ini mampu menunjukkan kinerja operasional yang baik, indeks pasar saham akan terdorong naik, meningkatkan kapitalisasi pasar, dan menghidupkan ekosistem pasar modal.

    Aktivitas penggalangan dana dan aksi korporasi dari perusahaan-perusahaan yang dikelola Danantara juga akan menjadi penggerak utama dinamika pasar modal.

    Seiring dengan peluncuran Danantara, BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga terus mencermati peluang untuk menghadirkan instrumen investasi baru yang sesuai dengan perkembangan pasar. Iman menegaskan bahwa BEI selalu mengedepankan fleksibilitas dan inovasi guna menciptakan lebih banyak pilihan investasi yang menarik dan menguntungkan bagi para investor.

    Pada tahap awal, Danantara akan mengelola tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), serta Mining Industry Indonesia atau MIND ID. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat fundamental perusahaan-perusahaan tersebut dan meningkatkan efisiensi pengelolaan aset negara.

    Lebih dari sekadar pengelolaan investasi, kehadiran Danantara diharapkan mampu memberikan dampak positif yang lebih luas terhadap perekonomian nasional. Dengan strategi investasi yang terarah dan berbasis pada prinsip tata kelola yang baik, Danantara memiliki peluang besar untuk menjadi lokomotif pertumbuhan industri dan mendorong peningkatan daya saing ekonomi Indonesia di kancah global.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.