KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan terbaru mengenai Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Februari 2025 pada Senin, 3 Maret 2025. Berdasarkan data yang dipaparkan, Indonesia mengalami deflasi bulanan sebesar 0,48 persen.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebutkan bahwa laju deflasi tahunan tercatat sebesar 0,09 persen, sementara secara kumulatif sejak awal tahun atau year-to-date (YtD), deflasi telah mencapai 1,24 persen.
"Secara YoY, juga terjadi deflasi 0,09 persen dan secara tahun kalender mengalami deflasi sebesar 1,24 persen (ytd)," ungkap Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 3 Maret 2025.
Dari sisi kelompok pengeluaran, sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga menjadi penyumbang utama deflasi Februari. Kelompok ini mengalami penurunan harga sebesar 3,59 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dengan kontribusi terhadap deflasi mencapai 0,52 persen.
Amalia menjelaskan bahwa diskon tarif listrik menjadi faktor dominan yang menekan harga pada kelompok ini, dengan andil deflasi sebesar 0,67 persen. "Komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok ini adalah diskon tarif listrik yang memberikan andil deflasi sebesar 0,67 persen," katanya.
Secara lebih rinci, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 2,65 persen secara bulanan, memberikan sumbangan deflasi sebesar 0,48 persen. Penurunan tarif listrik menjadi faktor utama dalam kelompok ini.
Sementara itu, harga-harga dalam komponen bergejolak juga mengalami penurunan dengan deflasi sebesar 0,93 persen secara bulanan. Komoditas yang berperan dalam tren ini antara lain daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, tomat, serta telur ayam ras.
Di sisi lain, hanya komponen inti yang masih menunjukkan inflasi, meskipun dengan laju yang lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya.
"Komponen inti mengalami inflasi 0,25 persen MtM, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang juga mengalami inflasi 0,30 persen MtM. Komponen inti ini memiliki andil inflasi sebesar 0,16 persen MtM," terang Amalia.
Ia menambahkan bahwa beberapa barang yang masih mengalami kenaikan harga antara lain emas perhiasan, kopi bubuk, dan mobil. “Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah emas perhiasan, kopi bubuk, dan mobil,” tutur Amalia.
Sebelumnya, pada Januari 2025, kebijakan diskon tarif listrik berkontribusi besar terhadap deflasi, dengan andil mencapai 1,47 persen secara bulanan (month to month/MtM).
Selain listrik, sejumlah komoditas pangan juga berperan dalam menekan harga pada Februari 2025. Daging ayam ras mencatat andil deflasi sebesar 0,06 persen, disusul bawang merah sebesar 0,05 persen, serta cabai merah yang menyumbang 0,04 persen. Sementara itu, cabai rawit, tomat, dan telur ayam ras masing-masing memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,02 persen.
Program diskon bagi pelanggan listrik dengan daya di bawah 2.200 voltampere (VA) turut mendorong penurunan inflasi secara tahunan (year on year/YoY) sebesar 0,09 persen, serta menekan inflasi secara kumulatif sejak awal tahun (year to date/YtD) hingga 1,24 persen. Secara tahunan, diskon tarif listrik bahkan menyumbang deflasi sebesar 2,16 persen YoY.
Di sisi lain, sejumlah bahan pangan juga berkontribusi terhadap deflasi tahunan pada Februari 2025. Beras, tomat, dan cabai merah masing-masing mencatatkan andil deflasi sebesar 0,11 persen.
Namun, tidak semua kelompok mengalami penurunan harga. Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau justru masih mengalami inflasi tahunan, dengan kontribusi inflasi mencapai 0,66 persen. Beberapa komoditas yang mendorong kenaikan harga dalam kelompok ini antara lain minyak goreng, sigaret kretek mesin (SKM), cabai rawit, kopi bubuk, dan ikan segar.
Deflasi Bulan Januari 2025
Badan Pusat Statistik melaporkan, Indonesia telah mengalami deflasi pada awal tahun 2025, atau di bulan Januari. Adapun besaran deflasi mencapai 0,76 persen secara bulanan atau tahun kalender.
Namun, secara tahunan atau year on year, inflasi tetap tercatat, yaitu di level 0,76 persen. Akan tetapi telah terjadi tren penurunan harga yang memang menjadi perhatian, mengingat deflasi terakhir terjadi pada September tahun lalu.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa deflasi bulan ini terutama dipicu oleh penurunan harga dalam kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mengalami deflasi hingga 9,16 persen.
Kelompok ini memiliki andil besar terhadap deflasi dengan kontribusi negatif sebesar 1,44 persen. Penurunan tarif listrik menjadi faktor dominan dalam tren ini, memberikan andil hingga 1,47 persen.
Selain itu, beberapa komoditas lain seperti harga tomat, ketimun, tarif kereta api, dan angkutan udara juga memberikan kontribusi terhadap deflasi, meskipun dalam skala yang lebih kecil.
Di sisi lain, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau tetap menjadi pendorong inflasi.
Kelompok ini mencatat inflasi bulanan sebesar 1,94 persen dengan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,56 persen. Hal ini mencerminkan bahwa harga bahan pangan masih mengalami kenaikan, meskipun tekanan deflasi muncul dari sektor energi dan transportasi.
Sisi Komponen Inflasi
Dari sisi komponen inflasi, terdapat dinamika yang cukup menarik.
Komponen inti, yang mencerminkan harga barang dan jasa yang cenderung stabil dan tidak dipengaruhi oleh faktor musiman, mengalami inflasi sebesar 0,30 persen dengan kontribusi sebesar 0,20 persen.
Sebaliknya, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat deflasi signifikan sebesar 7,38 persen dengan andil sebesar 1,44 persen, menunjukkan adanya intervensi kebijakan yang menurunkan harga di sektor-sektor tertentu.
Sementara itu, komponen harga bergejolak, yang sering dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi pasar global, mengalami inflasi sebesar 2,95 persen dengan andil sebesar 0,48 persen.(*)