Logo
>

Dilema Antam (ANTM): Produksi Seret, Impor Emas 30 Ton Jadi Andalan

Antam terjebak dilema: produksi emas hanya 1 ton per tahun, impor 30 ton jadi penopang pasar domestik. Reli emas global menopang pendapatan, tapi margin tipis dan risiko tinggi tetap membayangi.

Ditulis oleh Yunila Wati
Dilema Antam (ANTM): Produksi Seret, Impor Emas 30 Ton Jadi Andalan
Aktivitas tambang PT Aneka Tambang Tbk. Foto: Dok ANTM.

KABARBURSA.COM – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi, permintaan emas domestik terus meningkat, mencapai 43 ton pada 2025. Di sisi lain, kapasitas produksi perseroan hanya sekitar satu ton per tahun dari tambang Pongkor, jauh di bawah kebutuhan. 

Situasi ini kemudian memaksa Antam mengimpor sekitar 30 ton emas setiap tahun, terutama dari Singapura dan Australia, melalui mitra yang terafiliasi dengan London Bullion Market Association (LBMA). 

Sisanya dipenuhi dari buyback emas masyarakat dan pembelian terbatas dari tambang lokal, meski kontribusinya hanya 2,5 ton.

Struktur bisnis yang sangat bergantung pada impor membawa konsekuensi finansial yang nyata. Biaya pembelian emas dari luar negeri dilakukan dengan dolar AS, sehingga sensitif terhadap fluktuasi kurs rupiah. 

Beban logistik dan asuransi menambah lapisan biaya, sementara margin perdagangan menjadi lebih tipis karena Antam berperan lebih sebagai pedagang daripada produsen. Dengan margin yang rapuh, kinerja keuangan perseroan menjadi sangat bergantung pada harga emas dunia. 

Jika harga global naik, pendapatan Antam melonjak. Begitu pula sebaliknya, tetapi jika harga melemah, margin keuntungan bisa cepat tergerus.

Data kinerja keuangan per Juni 2025 menggambarkan paradoks ini. Revenue tercatat melonjak tajam 125,6 persen year-on-year menjadi Rp32,87 triliun, didukung oleh harga emas global yang tinggi. EBITDA juga naik signifikan 149,7 persen menjadi Rp3,73 triliun. 

Namun, di balik pertumbuhan impresif tersebut, margin laba bersih justru tertekan, turun 13,4 persen menjadi hanya 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa meski Antam berhasil membukukan lonjakan penjualan, profitabilitasnya tetap rentan karena biaya impor yang besar dan struktur margin tipis.

Balance sheet juga menyingkap beban tambahan. Total liabilitas naik 54,6 persen yoy menjadi Rp14,67 triliun. Artinya, ada leverage yang lebih tinggi di tengah kebutuhan pendanaan impor dan operasional. 

Meski kas perusahaan meningkat, ketergantungan pada arus kas jangka pendek memperlihatkan bahwa strategi berbasis impor memiliki risiko likuiditas apabila harga emas berbalik arah.

Teknikal ANTM Menarik, tapi Penuh Kehati-hatian: Investor Harus Apa?

Bagi investor, kondisi ini menuntut kehati-hatian. Dari sisi teknikal, saham ANTM mungkin masih menarik karena pergerakannya lekat mengikuti harga emas global. Setiap reli emas internasional hampir selalu diikuti penguatan saham Antam. 

Namun dari sisi fundamental, investor jangka panjang harus sadar bahwa profitabilitas Antam sangat dipengaruhi oleh variabel eksternal, seperti kurs rupiah, harga emas dunia, dan kebijakan fiskal seperti PPN 13 persen yang membebani transaksi domestik. 

Tanpa reformasi regulasi yang mewajibkan tambang lokal menjual emasnya ke Antam, ketergantungan impor akan terus berlanjut, menahan potensi margin lebih tinggi.

Singkatnya, Antam saat ini berdiri di persimpangan. Reli emas dunia bisa tetap menjadi bahan bakar harga saham dalam jangka pendek, tetapi model bisnis berbasis impor membatasi nilai jangka panjang. 

Investor dengan orientasi trading dapat memanfaatkan volatilitas harga emas global, sementara investor jangka menengah dan panjang sebaiknya lebih selektif, menunggu kepastian regulasi atau strategi diversifikasi Antam untuk mengurangi ketergantungan pada impor. 

Dalam konteks ini, saham ANTM memang masih bisa jadi kendaraan spekulatif yang menjanjikan, namun bukan tanpa risiko yang harus dikelola dengan disiplin.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79