KABARBURSA.COM – Kinerja IHSG sepanjang pekan, 10–14 November 2025, memperlihatkan pasar yang masih digerakkan oleh tekanan jual terarah, namun bukan oleh melemahnya partisipasi investor.
Penurunan indeks sebesar 0,29 persen ke level 8.370,43 justru terjadi ketika indikator likuiditas pasar menunjukkan lonjakan signifikan. Kondisi ini menegaskan bahwa pelemahan IHSG bukan bersumber dari meredupnya minat transaksi, melainkan distribusi besar pada sejumlah saham berkapitalisasi jumbo yang menjadi penekan utama indeks.
Tekanan terbesar datang dari PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) yang jatuh 8,8 persen dan menggerus IHSG hingga 32,27 poin. Beban serupa juga datang dari saham-saham raksasa lain seperti Bank Central Asia (BBCA) yang mengurangi 23,37 poin, Amman Mineral (AMMN) yang membebani 13,48 poin, serta BBRI yang menyusutkan 13,04 poin dari indeks.
Kombinasi penurunan emiten kelas berat ini menciptakan efek geser yang membuat IHSG sulit bergerak positif meski aktivitas transaksi mencatat perbaikan besar.
Di sisi lain, beberapa saham berhasil menjadi penopang agar koreksi IHSG tidak lebih dalam. Moratelindo (MORA) menyodorkan kontribusi positif 21,81 poin sementara BUMI menambah 19,75 poin.
Namun dua saham ini tidak cukup untuk melawan tekanan dari kelompok big caps yang volumenya jauh lebih dominan.
Menariknya, pelemahan indeks tidak diikuti penurunan kapitalisasi pasar. Market cap Bursa tetap berada di Rp15.316 triliun, sehingga koreksi IHSG lebih mencerminkan rotasi internal aliran dana ketimbang keluarnya modal besar dari pasar.
Lonjakan volume transaksi menjadi bukti paling jelas. Rata-rata volume harian melonjak 99,35 persen ke 53,95 miliar saham, hampir dua kali lipat dari minggu sebelumnya. Nilai transaksi ikut terkerek 33,04 persen ke Rp23,34 triliun, sementara frekuensi transaksi naik 24,84 persen menjadi 2,7 juta kali.
Ini adalah kondisi klasik pasar distribusi. Transaksi ramai, volatilitas meningkat, tetapi indeks cenderung terseret oleh pelemahan saham-saham penggerak utama.
Investor asing tetap berada pada posisi jual, dengan net sell Rp73,42 miliar pada perdagangan Jumat, 14 November 2025, dan akumulasi jual sepanjang tahun mencapai Rp34,48 triliun. Tekanan asing yang masih konsisten membuat pemulihan IHSG berjalan pincang meski likuiditas domestik relatif kuat.
Teknikal: Target IHSG di Rentang 8.487 – 8.539
Dari sisi teknikal, IHSG memasuki pekan baru 17 November 2025 dengan pola konsolidasi yang belum sepenuhnya selesai. MNC Sekuritas menilai indeks masih berada dalam bagian dari wave (iii) dari wave [iii], yang berarti peluang penguatan tetap terbuka selama area support tidak ditembus.
Skenario terbaik menempatkan target kenaikan IHSG pada rentang 8.487–8.539, tetapi area 8.279–8.332 menjadi zona koreksi yang harus diwaspadai jika tekanan jual kembali muncul. Dengan kondisi sentimen yang rapuh dan tekanan distribusi yang belum mereda, pasar berpotensi bergerak volatil di awal pekan.
MNC Sekuritas juga merilis beberapa rekomendasi saham untuk pekan berjalan, terutama untuk strategi buy on weakness dan speculative buy.
ESSA dianggap berada di fase awal wave ii dan direkomendasikan beli di area 630–660 dengan target 710–760. HRTA dimasukkan sebagai kandidat speculative buy selama bertahan di atas support 1.330, dengan peluang menuju 1.455–1.535.
Sementara itu, SSMS direkomendasikan buy on weakness di area 1.460–1.530 dengan target kenaikan 1.570–1.690. Sementara WINS dipandang berada di awal wave Y dan disarankan akumulasi di kisaran 436–444 dengan proyeksi menuju 454–478.
Dengan kombinasi tekanan asing, distribusi emiten besar, dan volatilitas teknikal yang meningkat, IHSG pada 17 November 2025 kemungkinan besar masuk sesi pembuka dengan hati-hati. Sentimen belum cukup kuat untuk menembus resistance atas, tetapi peluang penguatan tetap terbuka selama area support kritis mampu dipertahankan.
Pasar masuk fase yang membutuhkan disiplin strategi dan fokus pada saham-saham berpotensi rebound yang telah direkomendasikan analis.(*)