KABARBURSA.COM - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang direncanakan sebesar 6,5 persen, dipercaya dapat memberi dampak positif pada kinerja MYOR dan ICBP.
Analyst Stocknow.id Abdul Haq Al Faruqy, membeberkan, emiten di sektor consumer goods kerap mengalami kenaikan laba bersih saat UMP naik di tiap tahunnya. Hal ini dikatakannya setelah berkaca dari kenaikan UMP dua tahun sebelumnya, yakni 2022 dan 2023.
Sektor consumer goods yang sangat terdampak adalah Mayora Indah Tbk (MYOR) dan Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Kedua emiten tersebut, ungkap dia, memiliki kinerja positif selama periode 2022 dan 2023.
"Dalam dua tahun terakhir, 2022 dan 2023, Mayora sangat terdampak positif dari kenaikan UMP. Di dua tahun itu, Mayora mencatatkan laba bersih yang bertumbuh masing-masing sebesar 62 persen dan 64 persen," kata Abdul kepada Kabarbursa.com, Rabu, 4 Desember 2024.
Tidak hanya Mayora, ICBP pun demikian. Abdul mengungkap, kinerja positif yang dihasilkan emiten tersebut adalah laba bersih sebesar 47 persen pada tahun 2023.
Dengan rekam jejak tersebut, bukan tidak mungkin jika laba bersih saham MYOR dan ICBP juga akan mengalami kenaikan, tersulut naiknya UMP 2025.
Kenaikan tersebut, jelas Abdul, berpotensi akan meningkatkan demand atau permintaan di kalangan masyarakat terhadap barang-barang di sektor consumer goods.
"Memang, untuk saham-saham Consumer good seperti ICBP dan Mayora (MYOR) itu akan berpotensi terdampak positif dari kenaikan UMP," ucap dia.
Kinerja MYOR dan ICBP
Diberitakan sebelumnya, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) menunjukkan performa keuangan yang impresif pada semester pertama tahun 2024. Laporan keuangan terbaru menunjukkan peningkatan signifikan di berbagai sektor, termasuk pendapatan, laba bersih, dan cadangan kas. Walau begitu, tetap ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan lebih lanjut.
Pendapatan bersih MYOR meningkat 9,48 persen menjadi Rp16,22 triliun pada kuartal kedua 2024. Kenaikan ini terutama didorong oleh penjualan lokal yang mencapai Rp9,65 triliun dan mencerminkan penguatan permintaan domestik.
Penjualan ekspor juga mengalami pertumbuhan yang stabil sebesar 4,19 persen menjadi Rp6,58 triliun. Pertumbuhan yang stabil ini menunjukkan diversifikasi pasar yang baik.
Di sisi lain, ICBP juga berhasil mencatatkan kinerja positif dari sisi pendapatan dalam kurun waktu sembilan bulan pertama tahun 2024 (9M24).
Meskipun laba bersih mengalami tekanan signifikan akibat volatilitas kurs rupiah, namun secara kumulatif pendapatan ICBP tumbuh sebesar 4,07 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp19,92 triliun.
Mengutip analisis Ezaridho Ibnutama dari NH Korindo Sekuritas Indonesia, Senin, 24 November 2024, stabilitas harga pokok penjualan ini disebabkan oleh biaya bahan baku yang lebih rendah, berkat turunnya harga komoditas pertanian.
Menanti Kejelasan Kenaikan UMP 2025
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menantikan penjelasan pemerintah mengenai dasar perhitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto pada 29 November 2024.
Ketua Umum APINDO Shinta W Kamdani, menyatakan bahwa hingga kini belum ada penjelasan yang mendetail tentang metodologi dibalik keputusan tersebut, terutama terkait pertimbangan variabel seperti produktivitas tenaga kerja, daya saing bisnis, dan kondisi ekonomi terkini.
“Metodologi perhitungan ini penting untuk memastikan kebijakan yang diambil, apakah sudah seimbang antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha,” ujar Shinta dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Senin, 2 Desember 2024.
Ia menambahkan, kejelasan terkait penetapan UMP 2025 sangat dibutuhkan dunia usaha menentukan langkah strategis di tengah ketidakpastian kebijakan pengupahan.
APINDO mengkhawatirkan bahwa kenaikan UMP yang cukup besar ini akan berdampak signifikan pada biaya tenaga kerja, khususnya di sektor padat karya.
Dalam situasi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global, kenaikan tersebut berisiko meningkatkan biaya produksi, menurunkan daya saing produk Indonesia, serta memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hambatan penciptaan lapangan kerja baru.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam, menjelaskan bahwa persoalan kenaikan UMP bukan hanya setuju atau tidak setuju, melainkan soal kemampuan perusahaan untuk memenuhinya.
“Jika perusahaan tidak mampu menanggung beban ini, langkah rasional seperti penundaan investasi, efisiensi besar-besaran, hingga hengkang dari sektor industri tertentu .mungkin menjadi pilihan,” kata Bob.
Ia juga menyesalkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masukan dari dunia usaha. Menurut Bob, APINDO selama ini aktif memberikan masukan berbasis data terkait kondisi ekonomi, daya saing usaha, dan produktivitas tenaga kerja, namun masukan tersebut tampaknya belum menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Shinta menegaskan bahwa APINDO tetap berkomitmen bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan kebijakan ketenagakerjaan yang seimbang.
“Kami mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan rinci terkait dasar penetapan UMP 2025 dan mempertimbangkan masukan dari dunia usaha demi memastikan kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan,” tutup Shinta.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.