Logo
>

Dow-S&P 500 Melemah, Indeks Ketakutan Wall Street Merah

Kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi dan inflasi yang kian meninggi makin membesar

Ditulis oleh Syahrianto
Dow-S&P 500 Melemah, Indeks Ketakutan Wall Street Merah
Papan pantau saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menampilkan indeks saham dunia. (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indeks S&P 500 dan Dow Jones ditutup melemah pada perdagangan Senin, 7 April 2025, waktu setempat setelah sesi yang penuh gejolak. Kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi dan inflasi yang kian meninggi makin membesar setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bersikeras mempertahankan kebijakan tarifnya, bahkan mengisyaratkan bakal menaikkan tarif lebih lanjut terhadap China.

    Seperti dikutip dari Reuters, secara rinci, Dow Jones Industrial Average turun 349,26 poin atau 0,91 persen ke level 37.965,60, S&P 500 kehilangan 11,83 poin atau 0,23 persen ke 5.062,25, sementara Nasdaq Composite justru naik 15,48 poin atau 0,10 persen ke 15.603,26.

    Volume perdagangan hari Senin kembali mencetak rekor di bursa AS untuk sesi kedua berturut-turut. Di awal perdagangan, ketiga indeks utama AS sempat menyentuh level terendah dalam lebih dari satu tahun. Meski sempat reli tajam setelah muncul laporan bahwa Trump mempertimbangkan jeda tarif selama 90 hari, pasar kembali terperosok usai laporan tersebut dibantah oleh pejabat Gedung Putih.

    Sebagaimana diketahui, pasar saham Wall Street terpukul sejak pengumuman mendadak Trump pada Rabu, 2 April 2025 malam lalu yang memberlakukan tarif menyeluruh atas seluruh impor ke AS, serta tarif lebih tinggi pada beberapa mitra dagang utama.

    Dalam dua hari setelah pengumuman tarif Trump pekan lalu, indeks acuan S&P 500 sudah anjlok 10,5 persen dan kehilangan sekitar USD5 triliun dari kapitalisasi pasar, menjadi penurunan dua hari terbesar sejak Maret 2020.

    Pada hari Jumat, 4 April 2025 indeks Dow resmi masuk ke zona koreksi (turun lebih dari 10 persen dari rekor tertinggi), sementara Nasdaq mengonfirmasi telah masuk pasar bearish (turun 20 persen atau lebih dari rekor tertingginya).

    Senin pagi, S&P 500 sempat jatuh 20 persen dari rekor penutupannya. Namun kemudian reli lebih dari 3 persen setelah muncul laporan tentang jeda tarif 90 hari, yang kemudian dibantah Gedung Putih dan membuat pasar kembali merah.

    “Masalah mendasarnya adalah pendekatan pemerintahan terhadap ketidakseimbangan perdagangan justru seperti obat yang lebih buruk dari penyakitnya,” kata Rick Meckler, mitra di Cherry Lane Investments, New Jersey.

    “Jelas investor lebih memilih jeda atau pendekatan berbeda. Yang menarik, dari banyaknya pendukung Trump di komunitas investasi dan bisnis, hampir tak ada yang terang-terangan mendukung kebijakan tarif ini,” sambung Meckler.

    Meckler menambahkan, aksi liar pasar hari ini bikin investor khawatir kalau keadaan berubah cepat, maka rebound juga bisa berlangsung sangat tajam.

    “Ini memicu pola naik-turun liar—reli yang langsung dijual lagi dan kejatuhan yang dimanfaatkan buat tutup posisi short atau cari titik masuk,” tegasnya.

    Kinerja Saham Wall Street

    Di Bursa NYSE, saham yang turun mengalahkan yang naik dengan rasio 4,45 banding 1, dengan 42 saham mencetak level tertinggi baru dan 2.036 saham cetak level terendah baru. Sementara di Nasdaq, 1.447 saham menguat dan 3.070 saham melemah, dengan rasio penurunan terhadap kenaikan 2,12 banding 1.

    S&P 500 tidak mencetak level tertinggi baru selama 52 minggu terakhir, tapi membukukan 168 titik terendah baru. Nasdaq mencatat 10 level tertinggi dan 999 level terendah baru.

    Volume transaksi di seluruh bursa AS mencapai 29,13 miliar saham, jauh melampaui rata-rata 20 hari terakhir sebesar 17,13 miliar saham.

    Volume perdagangan Jumat sebelumnya sebesar 26,79 miliar saham, juga sudah memecahkan rekor sebelumnya yang dicetak pada 27 Januari 2021 sebanyak 24,48 miliar saham.

    Dari sisi sektor, real estate mencatat penurunan terbesar yaitu 2,4 persen, di antara 11 sektor utama S&P. Sektor komunikasi naik 1 persen dan menjadi yang paling cuan, disusul teknologi yang menguat 0,3 persen, satu-satunya sektor lain yang ikut naik.

    Untuk saham individual, penekan terbesar di S&P datang dari Apple Inc yang turun 3,7 persen, serta Tesla Inc yang melemah 2,6 persen. Sementara penopang utama berasal dari Nvidia yang melonjak lebih dari 3 persen, dan Amazon.com yang naik 2,5 persen.

    Indeks Ketakutan Wall Street Merah Menyala

    Indeks yang paling diawasi di Wall Street untuk mengukur kecemasan investor melonjak ke level tertinggi dalam delapan bulan pada hari Senin.

    Indeks Volatilitas Cboe (VIX), sebuah indikator berbasis opsi yang dijuluki “indeks ketakutan Wall Street,” melonjak hingga 14,82 poin ke level 60,13, tertinggi sejak 5 Agustus. Terakhir tercatat naik 4,52 poin ke level 49,83, setelah mencetak penutupan tertinggi dalam lima tahun pada hari Jumat.

    Kenaikan VIX terjadi bersamaan dengan dibukanya bursa saham AS yang langsung anjlok tajam, dengan indeks S&P 500 nyaris mengonfirmasi telah memasuki wilayah pasar bearish, yakni koreksi 20 persen dari rekor tertingginya.

    Namun, indeks acuan itu sempat bangkit dan diperdagangkan naik 0,7 persen dalam sesi yang bergejolak, setelah CNBC melaporkan bahwa pejabat Gedung Putih tidak mengetahui adanya rencana Trump untuk menghentikan tarif selama 90 hari bagi semua negara kecuali China.

    “Episode tarif ini jelas telah mendorong VIX masuk ke wilayah kepanikan,” ujar Jim Carroll, manajer portofolio di Ballast Rock Private Wealth.

    “Pertanyaan besar sekarang adalah: kapan pasar akan pulih, dan seberapa cepat?” tambahnya.

    VIX mencatat lonjakan rekor pada Agustus lalu ketika para pelaku pasar bergegas melakukan lindung nilai terhadap volatilitas pasar di tengah aksi jual global yang dipicu oleh kekhawatiran resesi di AS. Namun, indeks itu kemudian juga mencetak penurunan tajam, karena investor cepat kembali ke strategi yang mengandalkan volatilitas rendah.

    “Penyelesaian isu tarif tampaknya akan memakan waktu lama, jadi saya tidak berharap volatilitas akan mereda secepat kejadian Agustus lalu,” kata Carroll.

    Meski demikian, lonjakan terbaru VIX telah mencapai level-level yang dalam sejarahnya sering kali menjadi sinyal puncak tekanan jual pasar—yang setidaknya bisa memicu jeda dalam penurunan.

    “Pembacaan VIX sebesar ini tidak hanya sangat jarang terjadi, tetapi juga kerap bersinggungan dengan titik kapitulasi besar dalam aksi jual pasar,” kata Adam Turnquist, kepala strategi teknikal di LPL Financial, dalam sebuah catatan. (*

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.