KABARBURSA.COM - Kondisi utang Indonesia setiap tahunnya semakin bertambah, bahkan meski ganti kepemimpinan persoalan tentang pembengkakan utang ini tak kunjung surut.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menjelaskan hutang pemerintah Indonesia saat ini telah mencapai Rp8.801,09 triliun pada akhir 2024 berdasarkan data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) Bank Indonesia.
Menurut dia, persoalan utama bukan hanya pada besarnya angka utang, tetapi lebih pada beratnya beban pembayaran.
“Masalah utang pemerintah Indonesia terutama bukan pada besarnya posisi utang atau rasionya terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB, tetapi lebih pada beratnya beban utang yang harus dibayar,” ujar Awalil Rizky dalam acara diskusi di Jakarta Selatan pada Sabtu, 8 Januari 2025.
Menurutnya, beban pembayaran utang semakin meningkat, baik dari sisi pokok maupun bunga. Rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan negara mencapai 17,80 persen pada 2024, jauh di atas rekomendasi International Monetary Fund atau IMF yang berkisar 7 sampai 10 persen.
Sementara itu, rasio total beban utang terhadap pendapatan negara mencapai 45,65 persen, hampir dua kali lipat dibandingkan 2014 yang hanya 18,99 persen.
Faktor utama penambahan utang, lanjut Awalil, disebabkan oleh defisit anggaran yang pada realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2024 mencapai Rp507,80 triliun, pengeluaran pembiayaan pemerintah, serta perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Awalil menyoroti produktivitas utang yang rendah. Ia menjelaskan bahwa kenaikan utang tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan negara maupun pertumbuhan ekonomi. “Laju pertumbuhan ekonomi pada era pemerintahan saat ini hanya rata-rata 4,13 persen per tahun, lebih rendah dibandingkan era sebelumnya yang mencapai 5,69 persen,” ucap dia.
Selain itu, nilai aset tetap pemerintah juga tidak bertambah secara signifikan meskipun utang terus meningkat. Data menunjukkan bahwa sejak 2019, aset tetap pemerintah hampir stagnan, hanya bertambah 0,11 persen dalam empat tahun.
“Jika utang digunakan untuk pembangunan, seharusnya ada peningkatan aset yang lebih besar,” kata Awalil.
Dengan tren ini, Awalil mengingatkan bahwa pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam mengelola utang, terutama dalam menjaga keseimbangan antara utang, pendapatan negara, dan pertumbuhan ekonomi.
“Jika beban utang semakin berat sementara manfaatnya tidak sebanding, maka keberlanjutan fiskal bisa menjadi tantangan besar ke depan,” ujar dia.
Dia khawatir beban hutang mulai 2025 ini juga akan mempengaruhi kinerja ekonomi di Indonesia, jika tidak seimbang maka akan memicu permasalahan di masa mendatang. Selain hutang, permasalahan seperti sentimen global, perang dagang antara Amerika Serikat dan China, pelemahan suku bunga, hingga rupiah yang terus melemah juga dikhawatirkan memperparah kondisi Indonesia.
Catatan Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada November 2024 tercatat tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data terbaru, posisi ULN Indonesia mencapai USD424,1 miliar atau tumbuh 5,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Oktober 2024 yang sebesar 7,7 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, mengungkapkan bahwa perlambatan ini disebabkan oleh pertumbuhan yang lebih rendah pada ULN sektor publik dan penurunan pada ULN swasta.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.