KABARBURSA.COM – Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai sektor teknologi di Indonesia saat ini sedang bertransisi. Salah satunya PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang mencatatkan laporan keuangan kuartal III-2025 dengan berhasil membukukan laba sebelum pajak yang disesuaikan untuk pertama kalinya sejak melantai di Bursa Efek Indonesia pada 2022 sebesar Rp62 miliar.
Meski perusahaan masih belum mampu mencetak laba bersih secara tahunan, Syafruddin menyebut hal itu menandakan tantangan transformasi yang masih berjalan di industri teknologi nasional.
Menurut dia capaian GoTo ini mencerminkan fase penting dalam evolusi industri teknologi nasional. “Ini bukan stagnasi, tapi transisi menuju model bisnis yang lebih berkelanjutan,” ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com, Jumat, 31 Oktober 2025.
Syafruddin menjelaskan bahwa pencapaian laba sebelum pajak GoTo menunjukkan adanya hasil nyata dari disiplin biaya dan monetisasi yang lebih tajam, meski tekanan dari beban non-operasional masih menahan laba bersih. “GoTo dan pemain digital lain sedang melakukan pivot. Mereka menyeimbangkan pertumbuhan dan efisiensi, mengikuti tren global di mana investor kini memberi premi pada arus kas dan profitabilitas, bukan sekadar GMV,” katanya.
Ia menambahkan, tren serupa juga terlihat di tingkat regional. Grab, misalnya, telah berhasil mencatatkan laba GAAP pada kuartal I-2025, menandai fase baru di mana pemain teknologi Asia Tenggara beralih dari strategi bakar uang ke profitabilitas operasional. “Kita sedang menyaksikan restrukturisasi alami ekosistem digital Asia Tenggara. Pendanaan startup melemah, tapi ini justru membuat bisnis jadi lebih sehat,” ungkapnya.
Dari sisi ekosistem, Syafruddin menilai arah perkembangan teknologi Indonesia masih cukup positif. “Inovasi berjalan, investasi jadi lebih selektif, dan regulasi mulai adaptif, meski konsistensi implementasi masih dibutuhkan,” tuturnya.
Ia menyoroti bahwa infrastruktur pembayaran digital menjadi salah satu pendorong utama transformasi ini. Volume transaksi BI-FAST dan QRIS yang melonjak sepanjang 2025 telah memperluas basis pengguna dan merchant, sehingga monetisasi layanan digital makin efisien. Sementara dari sisi regulasi, kebijakan pemerintah melalui Permendag No. 31/2023 yang memisahkan fungsi media sosial dan e-commerce dinilai memperjelas arah kompetisi di sektor digital.
“Keputusan KPPU yang memberi persetujuan bersyarat terhadap akuisisi Tokopedia oleh TikTok juga menjadi sinyal penting bahwa persaingan di sektor pembayaran dan logistik harus tetap terbuka,” jelasnya. “Dunia usaha butuh kepastian arah, tapi juga kecepatan implementasi. Tanpa itu, inovasi bisa tertahan di tataran kebijakan,"papar dia.
Riset e-Conomy SEA 2024 juga memperlihatkan tren serupa: pemain digital besar di Indonesia mulai menunjukkan pola profitabilitas yang konsisten seiring perubahan model bisnis yang lebih realistis.
Menanggapi langkah strategis yang perlu ditempuh ke depan, Syafruddin menegaskan bahwa kunci transformasi ada pada monetisasi disiplin, manajemen risiko yang terukur, serta regulasi yang pro-kompetisi. “Perusahaan teknologi perlu menajamkan unit economics. Hentikan subsidi tidak produktif, gunakan strategi harga berbasis data, dan perkuat cross-selling ke layanan keuangan dengan kontrol risiko kredit yang ketat,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi infrastruktur melalui optimalisasi cloud, otomasi berbasis AI, dan penguatan layanan pelanggan. Sementara untuk e-commerce, arah kebijakan harus mengedepankan kemitraan yang sesuai regulasi dengan skema fee berbasis GMV yang transparan.
Dari sisi regulator, Syafruddin menilai perlu adanya sandbox regulasi yang lebih gesit untuk menyesuaikan dengan perkembangan model bisnis digital yang cepat berubah. “Kebijakan interoperabilitas di pembayaran dan logistik perlu diperluas agar tidak ada dominasi satu pemain. Dan yang tak kalah penting, keberlanjutan QRIS dan BI-FAST harus dijaga agar biaya transaksi turun dan inklusi UMKM makin luas,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa momentum saat ini seharusnya menjadi titik balik industri teknologi Indonesia. “Kita sedang bergerak dari era valuasi menuju era profitabilitas yang tahan lama. Yang dibutuhkan sekarang adalah disiplin, konsistensi, dan regulasi yang mendukung kompetisi sehat,” kata dia.
Menurut dia, dengan arah kebijakan yang semakin jelas, efisiensi yang meningkat, dan pasar yang kian selektif terhadap kinerja nyata, transisi sektor teknologi Indonesia kini memasuki babak baru—menuju ekosistem digital yang lebih kuat, mandiri, dan berdaya saing jangka panjang.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.
 
      