KABARBURSA.COM - Lesunya pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2025 turut mencerminkan perubahan perilaku masyarakat yang kini lebih memilih menabung dibandingkan membelanjakan uangnya.
Ekonom Senior Fithra Faisal menilai, hal ini menjadi salah satu faktor utama di balik capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87 persen yang berada di bawah ekspektasi.
“Mayoritas sudah meyakini bahwa kuartal I ini pasti di bawah 5 persen, tetapi ternyata konsensus ekonomi kemarin 4,91 persen. Forecast kami sebenarnya agak lebih optimis sedikit, 4,93 persen, tapi realisasinya 4,87 persen,” ujar Fithra dalam siaran YouTube Selasa, 13 Mei 2025
Ia menyebutkan bahwa pihaknya sebenarnya memperkirakan batas bawah pertumbuhan di angka 4,88 persen, namun sempat melihat potensi kenaikan di akhir Maret karena adanya kecenderungan konsumen membelanjakan THR. Sayangnya, hal itu tidak terjadi.
“Mereka lebih banyak saving ketimbang spending di bulan Lebaran terutama. Dan itu juga tercermin dengan adanya penurunan Consumer Confidence Index, justru di bulan Maret, di saat Ramadan dan Lebaran, itu 121, yang merupakan terendah semenjak 6 atau 7 bulan terakhir,” jelasnya.
Untuk diketahui, Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) untuk Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2025 sebesar 121,1. Posisi ini turun dari IKK pada Februari yang berada di posisi 126,4.
Fithra menyebutkan, kepercayaan konsumen yang melemah justru terjadi di momentum Ramadan dan Lebaran—periode yang biasanya identik dengan konsumsi tinggi. Menurutnya, tren ini sudah terlihat sejak awal tahun saat inflasi menunjukkan hasil di bawah perkiraan.
“Kalau kita lihat di bulan Januari, year-on-year inflasi 0,76 persen, padahal konsensus ekonomi pada saat itu 1,8 persen inflasi. Kemudian kita juga lihat di bulan Februarinya, justru deflasi ya, minus 0,09 persen, padahal konsensus ekonomi juga 0,4 persen,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kesalahan dalam memproyeksikan permintaan tidak hanya terjadi di kalangan ekonom, tetapi juga produsen. Hal ini tampak dari Purchasing Managers' Index (PMI) sektor manufaktur yang semula menunjukkan ekspansi, namun kemudian jatuh tajam.
“Mereka overbought, karena over expectation bahwa demand-nya Februari menjelang Maret itu akan tinggi. Ternyata banyak yang tidak belanja ya, di bulan-bulan Ramadan. Sehingga pada akhirnya itu menumpuk inventory cost, dan kita bisa melihat bagaimana di bulan April Purchasing Manager Index in manufacturing anjlok ke 46,” katanya.
Masyarakat Hati-Hati dalam Belanja Imbas Ancaman PHK
Dia pun mengingatkan bahwa ketidakpastian ekonomi, termasuk ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), telah membentuk pola konsumsi masyarakat yang lebih konservatif.
“Kita lihat year-to-date saja sudah 24.000 PHK dari industri, dan mereka takut mungkin bulan depan saya yang di PHK,” ujarnya.
Fithra juga menyoroti penurunan signifikan jumlah pemudik di Lebaran tahun ini yang menurun hingga 24 persen berdasarkan data Kementerian Perhubungan. Hal ini menurutnya memperkuat sinyal bahwa masyarakat kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.
“Sebagai pemudik saya happy, tapi sebagai ekonom saya khawatir, karena memang kecenderungan dari para konsumen sekarang ini cenderung lebih berhati-hati ya dalam mengeluarkan spending-nya, karena mereka aware terhadap hal-hal yang penuh dinamika di kuartal-kuartal berikutnya,” tandasnya.
Masih Dalam Zona Optimis
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) untuk April 2025 tercatat berada di level 113,7, menandakan kondisi ekonomi masih dalam zona optimis. Sebagian besar responden menyatakan kondisi ekonomi mereka membaik dibanding enam bulan sebelumnya, ketimbang yang merasa memburuk.
Merujuk siaran pers dari Bank Indonesia (BI), angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi IKE pada bulan Maret 2025 yang berada di level 110,6. Kenaikan ini ditopang oleh peningkatan seluruh komponen pembentuk IKE, yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini (IPSI), Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (IPDG), dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK), yang masing-masing tercatat sebesar 125,4, 113,9, dan 101,6. Ketiganya menunjukkan perbaikan dibanding bulan sebelumnya.
Dari sisi komponen, keyakinan masyarakat terhadap pendapatan saat ini menunjukkan tren naik. Hal ini terlihat dari seluruh kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan, terutama pada kelompok pendapatan Rp 4,1–5 juta (130,9) dan Rp 3,1–4 juta (124,0). Sementara itu, bila ditinjau dari kelompok usia, peningkatan terjadi di hampir semua kategori usia kecuali pada kelompok usia di atas 60 tahun, yang mencatatkan angka 111,9.
Untuk ketersediaan lapangan kerja, persepsi masyarakat juga mengarah positif. Peningkatan keyakinan ini terutama berasal dari responden dengan latar belakang pendidikan Pascasarjana (133,1) dan Akademi/Diploma (119,1).
Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menyoroti bahwa meskipun IKE April mencatatkan kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya, namun angkanya masih di bawah capaian April 2023 dan April 2024.
"Bisa dikatakan bahwa penilaian atau persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini sebenarnya tidak membaik," kata Awalil dalam keterangan resminya pada Senin, 12 Mei 2025.
IKE dihitung berdasarkan tanggapan responden terhadap tiga aspek, yakni pendapatan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan konsumsi barang tahan lama, yang dibandingkan dengan kondisi enam bulan lalu.
Indeks Penghasilan dan Pembelian Barang Tahan Lama memang menunjukkan peningkatan, bahkan sedikit melampaui rata-rata tiga tahun terakhir.
Namun, pertumbuhan tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh ketersediaan lapangan kerja. Nilai IKLK hanya naik tipis dari 100,3 pada Maret 2025 menjadi 101,6 pada April.
"Kenaikan tipis itu hanya menjadikannya sebagai terendah kedua sejak Mei 2022," ungkapnya.
Kondisi ini mencerminkan bahwa masyarakat masih merasakan tantangan dalam mencari pekerjaan. Semakin sedikit responden yang merasa lapangan kerja tersedia.
"Diindikasikan oleh indeks yang turun selama empat bulan terakhir," terang dia. (