KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekspor barang-barang nonmigas Indonesia pada bulan Mei 2024 mengalami peningkatan ke semua negara tujuan utama. Selain itu, China tetap menjadi salah satu tujuan utama ekspor Indonesia pada bulan tersebut.
M. Habibullah, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, menyatakan bahwa ekspor nonmigas Indonesia ke China mencatatkan kenaikan menjadi USD4,73 miliar pada bulan Mei, dibandingkan dengan USD4,28 miliar pada bulan sebelumnya, atau naik 10,59 persen secara bulanan.
Menurut Habibullah, berdasarkan paparan data, China menjadi negara atau wilayah tujuan utama ekspor Indonesia pada bulan tersebut, dengan pangsa ekspor mencapai 22,63 persen. “Peningkatan ini terutama didorong oleh nilai ekspor bahan bakar mineral, nikel, besi, dan baja,” ujar Habibullah, Rabu, 19 Juni 2024.
Selanjutnya, ekspor nonmigas ke Amerika Serikat (AS) tercatat naik 24,46 persen (mom) menjadi USD2,18 miliar, dari bulan sebelumnya yang sebesar USD1,76 miliar. Berdasarkan data paparannya, AS menjadi negara tujuan utama ekspor kedua dengan pangsa ekspor 10,45 persen.
Pada posisi ketiga, India tercatat menjadi negara tujuan utama ekspor RI pada Mei 2024 dengan nilai ekspor USD1,95 miliar. Habibullah menjelaskan, angka tersebut tercatat naik 7,21 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar USD1,81 miliar.
Berdasarkan data yang ditampilkan, India menjadi negara ketiga tujuan ekspor RI dengan pangsa ekspor sebesar 9,31 persen.
Sementara menuju kawasan ASEAN, ekspor RI pada Mei 2024 tercatat naik menjadi USD3,79 miliar, dari yang bulan sebelumnya yang sebesar USD3,35 miliar.
Begitu juga ekspor menuju Uni Eropa, pada Mei 2024 tercatat masih mengalami kenaikan menjadi USD1,61 miliar, dari yang bulan sebelumnya senilai USD1,24 miliar.
Sebagai informasi, nilai ekspor Indonesia pada Mei dilaporkan sebesar USD22,33 miliar. Naik 2,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sementara dibandingkan April (month-to-month/mtm), nilai ekspor naik 13,82 persen.
"Pada Mei, harga komoditas logam dan mineral mengalami peningkatan sementara harga komoditas pertanian dan energi mengalami penurunan. Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang Mei menguat dibandingkan bulan sebelumnya. PMI manufaktur negara mitra dagang utama masih berada di zona ekspansif," kata Habibullah.
Neraca Dagang Surplus
Surplus neraca perdagangan Indonesia masih dalam performa apik selama 49 bulan berturut-turut pada Mei 2024 sebesar USD2,93 miliar. Surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor lebih besar daripada impor.
M. Habibullah, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, mengatakan nilai ekspor Indonesia pada Mei tercatat USD22,33 miliar, naik 13,82 persen dibandingkan April 2024 dan naik 2,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara nilai impor Indonesia pada Mei sebesar USD19,40 miliar, naik 14,82 persen secara bulanan namun turun 8,83 persen secara tahunan.
“Surplus Mei ini lebih tinggi dari sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu. Surplus Mei 2024 lebih ditopang oleh surplus komoditas nonmigas yaitu USD4,26 miliar komdoitas penyumbang utama bahan bakar mienral, lemak dan minyak hewan, besi baja,” ujar Habibullah.
Habibullah melanjutkan, nilai impor barang konsumsi pada Mei meningkat USD296 juta atau naik 20,59 persen, bahan baku penolong naik USD1,568 juta atau 12,46 persen, dan barang modal naik USD639,4 juta atau 22,28 persen.
“Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh naiknya nilai impor mesin peralatan mekanis dan bagiannya. Secara tahunan nilai impor seluruh jenis penggunaan mengalami penurunan dengan penurunan terbesar pada kelompok barang konsumsi yang turun sebesar 16,19 persen dengan andil 1,57 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, secara kumulatif hingga Mei 2024 total impor Indonesia mencapai USD91,19 miliar atau turun 0,42 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan nilai terjadi pada impor nonmigas, sedangkan impor migas mengalami kenaikan.
Sesuai Proyeksi Ekonom
Menurut konsensus ekonomi Bloomberg, rata-rata proyeksi neraca perdagangan dari 23 ekonom adalah sekitar USD3,42 miliar, lebih rendah dari angka aktual April 2024 yang mencapai USD3,56 miliar.
Helmi Arman dari Citigroup Securities Indonesia memproyeksikan surplus tertinggi sebesar USD22,88 miliar, namun surplus neraca perdagangan terus menyempit sejak Maret tahun ini. Sebaliknya, Mika Martumpal dari PT Bank CIMB Niaga Tbk. memprediksi terjadi defisit neraca perdagangan pada Mei 2024 sebesar USD650 juta. David E. Sumual dari PT Bank Central Asia Tbk. mengaitkan penurunan proyeksi neraca dagang dengan kenaikan harga komoditas seperti batu bara, CPO, dan minyak.
Josua Pardede dari PT Bank Permata Tbk. meramalkan surplus sebesar USD2,13 miliar dengan pertumbuhan ekspor tahunan sebesar 1,55 persen pada Mei 2024. Menurutnya, ekspor bulanan diperkirakan meningkat 12,38 persen seiring dengan pemulihan ekonomi pasca-liburan Idulfitri.
“Kami memperkirakan tren surplus perdagangan akan berlanjut di bulan Mei 2024, dengan perkiraan surplus sebesar 2,13 miliar dolar AS, turun dari surplus bulan April sebesar 3,56 miliar dolar AS,” kata Josua.
Dia menjelaskan, penurunan surplus disebabkan oleh kembalinya aktivitas perdagangan setelah perayaan Idulfitri, dengan latar belakang ekonomi domestik yang relatif solid. Josua memperkirakan, pertumbuhan ekspor tahunan sebesar 1,55 persen yoy untuk bulan Mei 2024. Secara bulanan, ekspor diperkirakan akan meningkat 12,38 persen mom seiring dengan normalisasi kegiatan ekonomi setelah liburan Idulfitri.
Sementara itu, Josua memproyeksi kinerja impor menurun secara tahunan. Terutama karena high base effect dari tahun sebelumnya. “Kami memperkirakan laju impor sebesar -6,40 persen yoy pada bulan Mei 2024, sebagian besar disebabkan oleh tingginya base effect dari bulan Mei 2023 ketika impor melonjak,” ungkapnya. (*)