KABARBURSA.COM - Langkah Bank Indonesia (BI) memotong suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen bakal direspon positif sejumlah emiten tanah air.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan, emiten-emiten yang paling diuntungkan dari kebijakan BI ini adalah beberapa sektor perbankan, properti, konsumer, dan otomotif.
Saham-saham perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), berpeluang mencetak pertumbuhan laba lebih tinggi.
Menurut Hendra, hal itu bisa terjadi karena pemangkasan suku bunga akan menurunkan biaya dana (cost of fund) dan mendorong permintaan kredit, terutama pada segmen mikro dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
"BBRI direkomendasikan buy dengan target harga 4.530, sementara BBTN buy dengan target 1.400, didukung oleh potensi lonjakan penyaluran kredit perumahan," kata Hendra kepada KabarBursa.com, Kamis, 22 Mei 2025.
Pemangkasan BI Rate juga menjadi katalis positif bagi sektor properti. Hendra menuturkan, emiten-emiten seperti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) akan diuntungkan oleh penurunan bunga KPR yang mendorong permintaan hunian.
"SMRA direkomendasikan BUY dengan target 515, dan ASRI BUY dengan target 189, mengingat keduanya memiliki portofolio township strategis yang sensitif terhadap insentif bunga rendah," papar dia.
Sektor Perbankan Bukukan Transaksi Terbesar
Adapun, saham-saham perbankan terpantau memiliki jumlah transaksi paling banyak pada perdagangan Rabu, 21 Mei 2025 atau setelah BI memangkas suku bunga acuan.
Mengutip data Stockbit, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sukses membukukan transaksi tertinggi pada perdagangan kemarin. BBCA meraup nilai transaksi sebesar Rp1.6 triliun dan membuat perusahaan ini menduduki posisi puncak dalam kategori top value.
Di bawah BBCA, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) juga menorehkan performa impresif dengan nilai transaksi Rp1 triliun.
Disusul oleh saham emiten PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan Rp943,28 triliun, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang membukukan nilai sebesar Rp913,85 triliun. Menutup lima besar, saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatatkan nilai transaksi Rp595,70 triliun.
BI Rate Turun: Sinyal Kuat Stabilitas Makroekonomi
Di sisi lain, Hendra memandang keputusan BI menurunkan suku bunga acuan menjadi kabar baik bagi pasar finansial, sekaligus sinyal kuat bahwa stabilitas makroekonomi Indonesia tetap terjaga.
Ia menilai, penurunan ini mencerminkan kepercayaan BI terhadap prospek inflasi 2025–2026 yang terjaga di kisaran 2,5 persen ±1 persen, nilai tukar rupiah yang stabil, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pelonggaran moneter.
"Langkah ini juga menandai dimulainya siklus pelonggaran suku bunga setelah periode pengetatan sejak 2023, memberikan dorongan besar bagi sektor-sektor sensitif suku bunga," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemotongan suku bunga diambil sebagai respons atas proyeksi inflasi yang rendah dan terkendali serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), menyampaikan bahwa penurunan suku bunga ini konsisten dengan target inflasi di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen dan bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya.
"Berdasarkan asesmen dan prospek tersebut, Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20 dan 21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Demikian juga suku bunga deposit fasilite turun sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dan suku bunga lending fasilite turun sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen," kata Perry dalam siaran langsung konferensi pers hasil RDG bulanan yang digelar hari ini Rabu, 21 Mei 2025 siaran langsung YouTube Bank Indonesia.
Operasi moneter pro-market juga terus dioptimalkan guna mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui kecukupan likuiditas di pasar uang.
Gubernur BI itu memaparkan sejumlah data pemerkuat yakni hingga 19 Mei 2025, posisi Instrumen Sertifikat Bank Indonesia Reverse Repo (SRBI) tercatat sebesar Rp869,67 triliun, turun dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025, yang menandakan upaya ekspansi likuiditas kebijakan moneter yang berjalan dengan baik.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.