Logo
>

Empat Blok Migas Pertamina Cost Recovery, Mampukah Menambah APBN?

Ditulis oleh Yunila Wati
Empat Blok Migas Pertamina Cost Recovery, Mampukah Menambah APBN?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menekankan bahwa penerimaan negara tidak boleh berkurang setelah empat blok migas yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) kembali menggunakan skema kontrak bagi hasil cost recovery.

    Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto meminta agar penerimaan negara meningkat seiring dengan kembalinya kontrak bagi hasil menjadi cost recovery, yang melibatkan penggantian biaya operasional hulu minyak dan gas.

    Empat lapangan migas Pertamina yang kembali ke skema cost recovery tersebut adalah Offshore Southeast Sumatra (OSES), Offshore North West Java (ONWJ), Attaka, dan Tuban East Java. Persetujuan migrasi kontrak ini diperkirakan akan menaikkan anggaran tambahan untuk pengembalian biaya operasional hulu migas tahun depan.

    Otoritas hulu migas memperkirakan kebutuhan anggaran untuk pengembalian biaya operasional kontraktor akan naik ke kisaran USD8,5 miliar hingga USD8,7 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

    Hingga April 2024, realisasi cost recovery telah mencapai USD2,12 miliar atau 25,7 persen dari total anggaran cost recovery yang disiapkan tahun ini sebesar USD8,25 miliar. Selain itu, Dwi Soetjipto juga mendesak PHE untuk memenuhi komitmen kerja pasti (KKP) yang telah tertuang dalam pengembangan blok migas tersebut.

    Dia mendorong PHE untuk melanjutkan eksplorasi dan pengembangan dari empat blok yang disebutkan. Lebih lanjut, dia juga menyoroti adanya prospek minyak yang menjanjikan dari Lapangan Zulu, bagian dari portofolio Blok ONWJ, yang menunjukkan potensi bagus.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, menyetujui permohonan perubahan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery untuk empat blok migas yang dikelola PHE.

    "Dengan mempertimbangkan kenaikan cost recovery, kami juga meminta berapa produksi yang akan kamu berikan jika menggunakan skema ini [cost recovery]," kata Arifin saat ditemui di Gedung Ditjen Migas, Jakarta.

    Ia menyebutkan bahwa usulan tambahan anggaran cost recovery tersebut untuk mengakomodasi perubahan kontrak bagi hasil dari PHE tahun depan. Namun, Arifin menegaskan bahwa kementeriannya mengharapkan rencana produksi yang lebih agresif dari PHE setelah persetujuan peralihan kontrak ini, terutama dari lapangan-lapangan Pertamina yang dinilai kurang semangat di bawah skema gross split.

    Praktisi migas Hadi Ismoyo, menerangkan bahwa peralihan kontrak yang dilakukan empat blok migas Pertamina disebabkan karena skema sebelumnya, gross split, cenderung menyulitkan rencana pengembangan lapangan.

    “Banyak wilayah kerja yang cash flow-nya berat dan bahkan bisa negatif. Dengan demikian, manuver untuk kembali ke cost recovery perlu diambil untuk menjaga lapangan tetap beroperasi," kata Hadi, dikutip Kamis (20 Juni 2024).

    Menurutnya, penerapan skema kontrak gross split sebelumnya tidak dilakukan dengan cermat. Akibatnya, sebagian lapangan tidak dapat dikembangkan dengan skema tersebut.

    “PSC [kontrak bagi hasil] gross split terlalu dipaksakan di masa lalu, tanpa kajian mendalam secara komersial dan tax regime, sehingga pelaksanaannya tidak seindah teorinya,” ujarnya.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal, mengatakan bahwa skema kontrak cost recovery cenderung lebih menarik untuk diadopsi dibandingkan gross split. Alasannya, biaya operasi hulu migas nantinya bakal dipulihkan oleh negara. Dengan demikian, risiko eksplorasi dan pengembangan lapangan awal bisa ditekan oleh kontraktor.

    “Banyak perusahaan berpikir dengan cost recovery, risiko kita semakin kecil karena semua biaya dikembalikan oleh pemerintah,” kata Moshe.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, menyetujui permohonan perubahan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery untuk empat blok migas yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Keempat lapangan migas tersebut adalah Blok Offshore Southeast Sumatra (OSES), Offshore North West Java (ONWJ), Attaka, dan Tuban East Java.

    “Kami perhitungkan begitu [cost recovery naik], kami juga minta kamu kalau dikasih ini mau ngasih berapa [produksi],” kata Arifin saat ditemui di Gedung Ditjen Migas, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.

    Persetujuan migrasi kontrak tersebut diperkirakan akan menaikkan tambahan anggaran cost recovery atau pengembalian biaya operasi hulu migas tahun depan. Arifin meminta tambahan anggaran pengembalian operasi hulu migas di kisaran USD 8,5 miliar hingga USD 8,7 miliar kepada Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat rapat kerja penetapan Asumsi Dasar Sektor ESDM dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, Rabu, 19 Juni 2024, lalu. Usulan tambahan anggaran cost recovery tersebut, kata Arifin, untuk mengakomodasi sejumlah perubahan kontrak bagi hasil dari PHE tahun depan.

    Namun, Arifin menegaskan bahwa kementeriannya menagih rencana produksi yang lebih agresif dari PHE setelah persetujuan peralihan kontrak tersebut. “Terutama lapangan-lapangan Pertamina yang kami perhitungkan akan pindah karena dengan gross split jadi kurang semangat,” tuturnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79